Kamis, 10 Desember 2020

Antara Ilmu Agama dan Science


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/295781373799999/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 18 Desember 2011 pukul 21:38


Ahmad Arif: Salam,ustadz. Saya ingin bertanya. Apakah ilmu agama bertentangan dengan ilmu science?

Apakah agama bisa dijelaskan secara science, dan atau sebaliknya apakah science bisa dijelaskan secara agama?

Jika tidak bertentangan, bagaimanakah menjelaskan kelahiran Sayyidah Maryam melahirkan Isa as tanpa seorang ayah, atau Nabi Adam dan Hawa yang tidak dilahirkan?

Arsip Sinar Agama:

(1). Logika dalam memahami masalah itu ada dua macam. Logika dalam arti masuk akal karena sesuai dengan rumus alam yang ada. Dan bisa bermakna logis sesuai dengan kenyataannya yang lebih umum dari fisika dan non fisika.

(2). Setiap melihat suatu kejadian, maka kalau ia sesuai dengan rumus-rumus fisika yang umum, maka ia dikatakan logis. Logis ini, juga bisa dikatakan cocok dengan hukum alam lahir yang kita tahu.

(3). Akan tetapi, alam ini tidak hanya memiliki unsur fisika. Karena di dalamnya banyak memiliki non fisik, seperti ruh yang non materi, malaikat dan Tuhan yang juga non materi.

http://www.facebook.com/100001317636057/posts/237868759600377

(1) Apapun dari keberadaan terbatas, dan kejadian-kejadian mengenainya, mestilah memiliki sebab. Yakni terlingkupi dengan hukum sebab-akibat. Dalilnya adalah keterbtasannya itu atau kebermulaannya itu sebagaimana sudah sering disinggung di akidah atau, filsafat atau irfan.

(2) Keberadaan itu terdiri dari materi dan non materi. Dan yang non materi terdiri dari tiga tingkatan global:

  • (a) Ruh, yakni yang zatnya non materi akan tetapi dalam kerja-kerjanya memerlukan kepada alat materi;
  • (b) Barzakhi, yaitu yang zat dan kerjanya non materi, akan tetapi kenon materiannya hanya dalam ketidak bendawiahannya (matternya) dimana masih memiliki semua sifat-sifat materi lainnya selain matternya ini;
  • (c) Akli, yang non materi secara zat dan kerja serta tidak memiliki sifat apapun dari materi, apalagi matter atau bendawiyahnya.

http://www.facebook.com/100001317636057/posts/139116696142251

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Science itu, kalau memang science, yakni sudah sampai pada kebenaran alamiahnya, artinya tidak seperti sekarang yang masih jauh dari kebenaran mutlak dalam setiap obyek penelitiannya, maka ia bisa dikatakan info hakikat alam ini. Tentu saja, karena science itu membatasi diri pada materi, maka ia yang dalam kondisi benar dan puncak itu, dapat dikatakan sebagai hakikat alam materi.

(2). Sedang agama, memiliki dua ajaran yang, walaupun tujuan aslinya adalah nilai kemanusiaanya itu, yakni non materinya itu, akan tetapi semua ajarannya mengandung hikmah dari segala aspek manusia, dimana termasuk materi badaniahnya. Hal itu karena manusia dicipta dalam alam materi disamping non materinya (ruh).

(3). Karena agama adalah ajaran keselamatan dunia dan akhirat, maka sudah pasti semua ajarannya yang menyentuh atau bersentuhan dengan materi, bisa dibuktikan dengan science. Tapi ajarannya yang non materi ansikh, selama science ini masih mau bertahan di materi (karena bisa saja suatu saat ia menyempurnakan dirinya ke ilmu-ilmu non materi), maka ia tidak akan bisa membuktikan ajaran Islam yang bersifat non materi ansikh.

(4). Ketika science itu terbatas pada obyek-obyek materi, maka sudah tentu sangat banyak keterbatasannya. Ia tidak bisa membuktikan apa-apa tentang kejadian yang telah lalu, kecuali hanya kira-kira. Begitu juga tidak bisa membuktikan apa-apa yang akan datang, kecuali juga dalam kira-kira saja. Karena dasar keilmiahannya itu adalah diharuskannya dalam bentuk materialis indrawis. Artinya, dapat dilihat dan dilaboratoriumkan. Tapi membaca kejadian lalu dan/atau akan datang, dengan melaboratoriumkan hal-hal di masa kini, tidak mungkin bisa dijadikan science yang hakiki. Begitu pula, ia sangat tidak akan mampu membaca awal kejadian alam semesta dan akhir semesta.

Karena itulah science ini, walaupun dalam obyek-obyek materi, sangat memiliki keterbata- san. Begitu pula tentang hubungan satu obyek dengan lainnya. Karena selama tidak dilaboratoriumkan (diriset), maka sudah pasti semua obyek ilmu science itu hanya berupa penggalan atau windows bagi alam ini. Karena itulah mereka berusaha menutupinya dengan menggunakan filsafat science. Padahal ini sudah merupakan pelanggaran bagi science itu sendiri. Karena scince sudah pasti materi dan sudah pasti bukan filsafat yang kebanyakan pembahasannya justru dari premis-premis akliah bukan scientifikiah materialisiah.

Begitu pula science sangat terbatas dilihat dari masa berkembangnya. Karena itu, setiap penemuan apapun hanya menunggu untuk disalahkan dan diperbaiki di masa depan.

Nah, kalau science itu, di dalam materi saja sudah banyak keterbatasannya, maka bagaimana bisa menjelaskan yang non fisika? Kalau begitu lalu bagaimana bisa dijadikan penunjang dasar agama, hingga kalau ajaran agama dikuatkan science maka benar dan kalau tidak maka sebaliknya? Tidak demikian bukan?

Dengan demikian, ketidak mampuan science hari ini untuk menjelaskan sisi scientik materia- listik dari beberapa kejadian yang diterangkan agama, seperti nabi Isa as dan nabi Adam as, maka jelas menunjukkan kepada kita akan keterbatasan science itu hari ini. Karena bisa saja nanti akan dicerna oleh scientis ini.

Disamping itu, jelas bahwa alam ini mengandungi dua unsur, yaitu materi dan non materi yang dikatakan ruh, sebagaiman sudah dibuktikan di filsafat dengan menggunakan dalil-dalil akliah yang non scientifikiah. Artinya dalil-dalil yang dipakai, yakni premis-premis yang dipakai, bukan merupakan kebenaran scientis, tapi aklis. Misalnya untuk membuktikan adanya ruh yang non materi pada setiap materi : Manusia melihat pohon, gunung, langit dan lain-lainnya sesuai dengan ukuran aslinya, sementara kita lebih kecil dari semua itu dan, sudah tentu yang besar tidak mungkin masuk ke dalam yang kecil. Karena itu, maka pastilah dalam diri kita ada unsur non materi yang mana tidak memiliki hukum-hukum materi tersebut. Karena dalam hal ini kita tidak bisa mengatakan sudah diskalakan oleh mata. Karena skala itu diketahui skala kalau seseorang tahu ukuran aslinya. Nah, kalau dari awal sampai akhir yang dilihat itu hanya skala kecilnya, yaitu yang ada di fokus mata, maka kita tidak pernah melihat yang ukuran aslinya, lalu dari mana kita tahu ukuran aslinya dan mengatakan bahwa yang diluar itu lebih besar. Apalagi kita memang tidak pernah mengatakan bahwa yang kita lihat itu skala dan yang di luar itu jauh lebih besar. Btw, ini salah satu contoh kecilnya dalam pembuktian kebenaran filsafatis aklis yang non sciencetis.

Kalau di materi ini saja science sudah terbatas, dan di ruh yang non materi kecil itu saja sudah terbatas, apalagi tentang Tuhan. Lah, bagaimana melaboratoriumkan Tuhan. Masa lalu dan masa datang saja tidak tahu apa, bagaimana dengan yang tidak terbatas.

Karena itu, maka sicence hanya bisa menjelaskan yang materi dan, itupun dengan penuh keterbatasan dan kesalahan hingga terus dimajukan tanpa henti. Sedang yang ajaran lebih luasnya, science tidak bisa melakukan apa-apa.

Lain-lainnya, bisa merujuk ke alamat yang diberikan Arsipku. 

4 orang menyukai ini.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar