Kamis, 10 Desember 2020

Surga, Neraka dan Para Malaikat


Oleh Ustadz Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/295770893801047/ Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 18 Desember 2011 pukul 21:07


Abu Zahra Al Manshur: Salam, ustadz. Semoga Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada ustad sekeluarga. Ana mau bertanya lagi, ustad, kalau boleh tolong dijelaskan:

1. Apakah penghuni surga dan neraka kekal didalamnya?
2. Apakah manusia bisa menjadi malaikat?
3. Malaikat yang memasuki baitul makmur setelah hari kiamat akan kemana?
4. Apa hubungan dan perbedaan antara kerajaan (mulk) dengan malakut dan malaikat? Syukron jazakumullaah..

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Yang di surga pasti kekal, karena sudah jelas di Qur'an dan tidak ada keraguan. Sedang yang di neraka, ada yang kekal dan ada pula yang selamat setelah itu. Dosa-dosa syirik terang (bukan khafi = tersembunyi, seperti riya’) yang disadari, atau kafir terang yang disadari, atau memerangi ajaran-ajaran agama yang terang dan dipahami ...dan semacamnya, kalau tidak taubat dan bahkan terbawa mati, maka mereka di neraka selamanya.

Untuk neraka ini ada dua pandangan: Kalau menurut Muhyiddin Ibnu ‘Arabi, ketika orang- orang yang dicuci di neraka dan akan dimasukkan ke surga itu sudah tidak ada lagi, dan pintu neraka sudah ditutup, maka orang-orang yang abadi di neraka itu, menjadi neraka itu sendiri. Karena itu sudah tidak tersiksa lagi. Tapi menurut para ulama-ulama dan filosof seperti Thaba Thabai, Jawadi Omuli ... dan lain-lainnya, maka mereka tidak bisa menjadi neraka karena berlainan substansi. Tapi siksa mereka menjadi sedikit lebih ringan ketika pintu neraka itu sudah ditutup, karena sudah putus asa menunggu syafaat dan jalan selamat.

Pembahasan ini penting dalam Islam, karena Allah mengatakan dalam Qur'an (QS: 40: 7), bahwa Rahmat Tuhan itu meliputi segala sesuatu. Karena itu, neraka juga harus terliputi rahmat-Nya. Memang neraka itu adalah rahmat bagi pendosa yang suka makan daging manusia di dunia atau memakan barang haram yang berhakikat api. Karena sewaktu di dunia sudah diperingati-Nya bahwa semua yang dimakannya itu adalah bangkai atau api, tapi tetap saja tidak bertaubat. Karena itu, maka sesuai dengan pilihan mereka sendiri, maka sesuai dengan rahmat-Nya, Tuhan memberi kepada mereka makanan daging busuk atau api itu, alias neraka tersebut. Jadi, dari sisi ini maka neraka itu adalah rahmat-Nya bagi pencandu- pecandu narkoba bangkai, nanah, api, dan seterusnya itu. Anggap saja neraka itu adalah tempat lokalisasi para pencandu. Lalu, rahmat berikutnya adalah kemenjadian mereka sebagai neraka itu sendiri (menurut Ibnu Arabi), tapi keme-ringan-nya siksa ketika sudah putus asa dalam menunggu syafaat tersebut (menurut yang lainnya).


(2). Malaikat itu ada dua pengertian. Ada malaikat biasa, yaitu yang berada di alam barzakh yang mengatur segala urusan alam materi, seperti Mikail as, Izrafil as, Jibril as, dan seterusnya.

Dan ada lagi yang dikatakan malaikat tinggi, yaitu yang dimulai dari Akal-akhir sampai ke Akal- satu.

Ketinggian malaikat-malaikat dua golongan ini tidak bisa menjadikan mereka khalifatullah, walaupun mereka sudah memintanya secara halus seperti yang dikatakannya: “Mengapa Engkau ingin menjadikan manusia sebagai khalifah-Mu, padahal mereka membuat kerusakan dan saling berbunuh-bunuhan, SEMENTARA KAMI SELALU BERTASBIH DAN MENSUCIKANMU???” Jadi, mereka mengatakan bahwa mereka lebih layak menjadi khalifah- Nya. Akan tetapi Tuhan menolak karena memang tidak bisa.

Ketidakbisaan itu karena mereka adalah wujud-wujud non materi dimana tidak lagi memiliki potensi apapun dan dimana yang dimilikinya adalah de fakto (sekarangan) semuanya sejak dari awal. Dan ketidakpemilikan potensi itu karena mereka tidak memiliki materi.

Ketika mereka mereka tidak bisa dikembangkan lagi, maka apapun milik mereka maka itulah adanya dari awal dan tidak akan bisa dirubah. Karena itu, maka Akal-satu yang hebat itupun hanya bisa mengatur Akal-dua secara langsung dan, tidak bisa mengatur Akal-tiga, karena ketidakmampuan Akal-tiga. Apalagi Akal-empat .... dan seterusnya sampai ke Akal-akhir. Begitu pula Akal-akal selain Akal-satu, tidak bisa mengatur yang dua tahap di bawahnya, dan tidak bisa mengatur tahapan yang ada di atassnya. Barzakh juga begitu, mereka tidak bisa mengatur yang di atasnya dan hanya bisa mengatur materi.

Akan tetapi insan Kamil yang tingkatan ruhnya menaik lantaran ilmu dan amalnya, maka ruhnya bisa memanjang dari materi sampai ke Akal-satu. Karena itulah bahwa yang bisa menjadi wakil Tuhan dalam mengurusi semua makhluk Tuhan, hanyalah insan kamil ini.

Dan jangan lupa konsep non materi, bahwa satu tambah seribu tetap satu. Karena itu, semakin ruh manusia yang non materi itu, menjangkau malaikat-malaikat non materi itu, maka tingkatan ruh tersebut menjadi satu dengan semua malaikat tersebut. Karena itulah insan kamil dikatakan sebagai Alam-kecil. Karena dalam dirinya yang kecil itu, terbentang semua alam dengan ketiga tingkatannya itu.

Jadi, manusia bisa menjadi malaikat, tapi tidak berubah menjadi malaikat, karena ia tetap manusia yang beda dengan malaikat. Karena manusia sempurna, kalau masih di dunia, memiliki materi, barzakhi dan Akli. Jadi tidak seutuhnya malaikat, tapi lebih hebat dari malaikat.


(3). Baitu al-Ma’muur itu ada di kaki Arsy, yakni alam Barzakh paling tinggi menjelang ‘Arsy atau Akal-akhir. Di sana ada malaikatnya sendiri dan tidak akan kemana-mana (baca: tidak naik lagi). Tapi insan kamil atau yang melebihi tingkatan surga biasa atau surga mukmin yang berada di Barzakh, maka mereka bisa terus masuk ke Baitu al-Ma’muur dan terus ke Alak-satu... sampai ke Akal-akhir dimana Akal-akal itu juga dikatakan sebagai Jannatu al-Muaqarrabuun. Begitu pula kalau ada insan yang tidak kamil tapi tingkatannya melebihi surga biasa, maka iapun akan masuk ke Baitu al-Ma’muur itu, dan kalau masih lebih dari itu maka ia akan masuk ke Akal-akhir dan begitu seterusnya sesuai dengan derajat yang dicapainya di dunia.


(4). Kerajaan Mulk itu adalah kerajaan materi atau alam syahadah. Sedang kerajaan Malakuut itu adalah kerajaan ghaib atau non materi. Alam materi ini disebut Mulku atau juga Nasuut, alam

Barzakh juga disebut Malakut dan Akal disebut Jabaruut. Tapi mungkin saja dalam pemakaian global Malakuut juga dimaksudkan Akal, karena kenonmateriannya.

Allah, sebagaimana sudah sering kali diterangkan dalam catatan-catatan sebelumnya, mencipta makhlukNya secara bertahap sesuai dengan kemampuan makhluk yang akan diciptakannya. Karena itu makhluk pertama adalah Akal-satu, lalu darinya Allah mencipta Akal-dua ...dan seterusnya sampai pada Akal-akhir. Dari Akal-akhir, Allah mencipta Barzakh dan dengan Barzakh Allah mencipta Alam Materi.

Karena yang di atas adalah sebab atau sebab perantara bagi yang di bawahnya, maka jelas yang diatasnya itu mengatur yang dibawahnya. Karena itu hubungan alam Malakuut dengan alam Mulk, adalah bahwa kerajaan Malakuut itu mengatur kerajaan Mulk.

Untuk keterangan lebih rinci dan dalil-dalilnya yang lebih rinci bisa dilihat di catatan-catatan sebelumnya yang berhubungan, seperti tentang Khalifatullah, Penciptaan tiga alam, Isra’ mi’raj ... dan lain-lainnya.


Abu Zahra Al Manshur: Syukron jazakumullaah khoiran katsiron, ustadz.

Semoga Allah menambahkan keberkahan-Nya serta Rahmat-Nya kepada anda sekeluarga.

Adapun mengenai pertanyaan nomor satu itu, sebab kemunculan pertanyaan saya adalah adanya buku yang beredar dan bahkan teman saya yang syi’i juga kelihatannya ikut terpengaruh karena dibuku tersebut yang diklaim oleh penulisnya (alumni teknik nuklir UGM) sebagai kajian tasawuf modern bahwa surga dan neraka tidak kekal karena bersandar pada ayat al Qur’ah Surah Hud: 107-108.

Apa pandangan ustad mengenai hal ini? Kira - kira apa maksud dari ayat itu? Apa pandangan pak Ustad mengenai tamu Ibrahim?

Hal itu dinyatakan dalam Surah al Hijr: 51 dan seterusnya dan Az Zariyat:24 dan seterusnya.

Bahwa ternyata Ibrahim as sampai tidak dapat mengenali tamunya itu dan beliau tidak mengira bahwa tamunya itu adalah malaikat, sehingga disangka sebagai manusia. Padahal hal ini tidak menjadi hal yang wajar bagi seorang nabi, mana mungkin tidak bisa mengenali malaikat? Ibrahim bahkan secara diam-diam keluar untuk menyuguhkan daging kambing.

Pertanyaan saya, apakah ada jenis malaikat yang berjasad seperti manusia ataukah malaikat yang diciptakan dari nur yang menampakkan diri sebagai manusia? (Sebagai tambahan informasi, kalau tidak salah ingat, namun saya lupa dibuku mana, tetapi seingat saya terdapat dalam catatan tersebut bahwa ketika terjadi pembinasaan kaum nabi Luth, konon katanya ada sejenis benda angkasa besar melayang di udara, itulah sebabnya dilarang menoleh/melihat kebelakang. Allaahu a’lam, terlepas dari kebanaran berita ini, bagaimana bisa ada orang selamat menceritakan hal ini?)

Memang ada hadis di kalangan sunni yang mengisahkan Jibril yang menjelma sebagai sosok manusia yang bisa dilihat oleh sahabat, namun menurutku hal yang aneh jika nabi sampai tidak bisa mengenali malaikat dari Nur. Bahkan kedatangan malaikat itu tidak langsung memperkenalkan diri sebagai malaikat, perkenalan itu terjadi setelah melewati beberapa waktu yaitu setelah tamu tersebut tidak menjamah suguhan Ibrahim sehingga Ibrahim merasa takut. Ketakutan itu kalau kita tinjau dari sudut manusiawi kita bisa memperkirakan bahwa Ibrahim kuatir tamu tersebut “bermaksud jahat” kepada Ibrahim dan keluarganya apalagi tamu tersebut berjumlah lebih dari satu orang (dua malaikat = malakaini).

Kalau kita baca ayat tersebut sampai selesai maka akan kita dapati bahwa bahkan Nabi Luth pun tidak mengenalinya sebagi malaikat, bahkan mempersilahkan tamu tersebut “menginap/ bermalam” dirumahnya sebagaimana layaknya tamu dari jenis manusia sehingga mengundang perhatiankaumlaki- laki Nabi Luth yanghomoseks. Barulah setelah tamu tersebut memperkenalkan dirinya, maka Luth pun mengenali “utusan” tersebut sebagai malaikat (malakaini = dua malaikat).

Ini pertanyaan ana sebenarnya dari kisah panjang ini adalah apakah ada malaikat yang bukan diciptakan dari Nur? Saya dapati dalam Qur’an bahwa ada dicantumkan tentang asal muasal “Generally” penciptaan Adam dari Tanah, Iblis dari Api namun tidak ada tentang asal muasal penciptaan malaikat. Kalau Jibril dari Nur itu memang ada di hadis, namun penyebutan secara “Generalitas” penciptaan malaikat tidak disebutkan dalam Al Qur’an?

Syukron, ustad, semoga ustad diberikan tambahan kekuatan dan tidak bosan/lelah dengan pertanyaan saya.

Jazakumullaah khoiron katsiron.


Sinar Agama:

(1). Ayat 107-108 yang ada di surat Hud itu berbunyi sebagai berikut:

“Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali ketika Tuhanmu menghendakinya (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap yang Ia kehendaki.”

“Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain), sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.”

Keterangan:

(a). Sebagian orang-orang mengira bahwa surga neraka tidak kekal karena dalam ayat ini dijelaskan bahwa kekekalan keduanya disyarati dengan adanya langit dan bumi dimana langit dan bumi ini jelas tidak kekal. Yang ke dua, karena ada kata-kata “kecuali kalau Tuhanmu menghendaki.” Karena kalau tidak dikehendaki, maka tidak abadi dimana memang tidak abadi.

(b). Ketahuilah, bahwa Khuluud itu dalam bahasa arab artinya adalah “lama”. Tapi kadang bermakna “kekal”. Dalam pandangan Qur'an pun jelas adanya ayat yang menjelaskan kekekalannya itu, yakni khuluud yang bermakna kekal, baik untuk surga atau neraka. Yang untuk ahlusurga seperti surat Taubat:100; surat al-Thalaaq: 11; surat al-Taghaabun: 9, dimana pada ayat-ayat ini, ketika Tuhan mensifati orang-orang yang masuk ke surga itu memakai kata-kata Khuluud yang diiringi dengan kata-kata Abadan, yakni selama-lamanya:

خالدين فيها أبداً

Dan untuk yang ahluneraka, seperti: surat al-Nisaa’: 169; surat al-Jin: 23, yang juga memakai kata Khuluud yang dibarengi dengan Abadan:

خالدين فيها أبداً

Dengan ini dapat dipastikan bahwa surga dan neraka itu adalah abadi alias kekal.

(c).Kekekalan keduanya tentu saja bi al-Aradh alias secara aksidental dan bukan mandiri/ substansial. Artinya, kekekalannya dikarenakan pemberian Tuhan, bukan karena dirinya sendiri. Persis seperti wujudnya kita yang menyamai wujud Tuhan dari sisi makna wujud, bukan dari derajatnya. Begitu pula dari sisi ilmu, hidup ...dan seterusnya. Akan tetapi hal itu tidak menyebabkan penyerupaan atau persaingan dengan Allah, karena KekalNya, IlmuNya, HidupNya, WujduNya ...dan seterusnya adalah mandiri dan tidak diberi. Jadi, kekalnya surga neraka, sama sekali tidak bertentangan dengan ketauhidan sedikitpun.

(d). Sekarang, ketika kita sudah tahu bahwa surge neraka itu abadi dan memasuki keduanya abadi, setidaknya bisa abadi bagi yang di neraka, maka mari kita lihat ayat yang dimaksudkan dan yang dipertanyakan itu.

(e). Dalam ayat itu pembuat syubhat atau keraguan terhadap kekekalan keduanya adalah syarat “selama ada langit dan bumi” dan “kecuali kalau Tuhanmu menghendaki”.

Kata-kata “selama ada langit dan bumi” adalah kata-kata kiasan (bisa juga dilihat di keterangan terjemahan Depag). Maksudnya, baik dalam bahasa arab atau bahasa lainnya, kata-kata seperti ini sering dipakai dalam kiasan yang artinya adalah abadi atau selama-lamanya. Misalnya, “Aku mencintai Nabi saww sampai mati”, “Aku mencintai Nabi saww seluas samudera” dimana maksud keduanya adalah “abadi” dan “tidak terbatas”, padahal mati dan samudra itu jelas- jelas terbatas. Jadi, pemakaian seperti ini dalam sastra, sangat umum dipakai. Jadi, kata-kata Tuhan yang berbunyi “Selama ada langit dan bumi”, maksudnya “selama-lamanya”. Apalagi sebelum masuk surga dan neraka itu keduanya (langit-bumi) telah hancur terlebih dahulu.

Sedang kata-kata “Kecuali kalau Tuhan menghendakinya”, yang berarti “Kecuali kalau Tuhan menghedaki yang lain”, maka memiliki dua makna. Kalau surga neraka itu dikatakan tidak abadi, maka kecuali Tuhan menghendaki yang lain bermakna “kecuali kalau Tuhan ingin mengekalkan keduanya.” Tapi kalau arti yang sudah saya tulis dan tafsirkan itu benar dimana memang ahli tafsir menerangkan seperti itu, maka berarti kata-kata “Kecuali kalau Tuhan menghendaki lain” berarti memiliki dua makna:

Pertama: Surga-neraka itu kekal kecuali Tuhan menghendaki lain, memiliki maksud bahwa Tuhan tidak bisa dibatasi oleh siapapun. Artinya, apapun kehendakNya adalah terlaksana. Jadi, kalau Tuhan menghendaki keduanya hancur dan begitu pula yang ada di dalam keduanya, maka hal itu akan terjadi pula. Jadi, KuasaNya tetap ada dan langgeng, sekalipun Tuhan tidak akan menghancurkan keduanya, karena Tuhan telah berjanji untuk memasukkan sebagian orang ke neraka secara abadi karena keterlaluan, dan sebagian ke neraka secara tidak abadi dan sebagian lainnya ke surga yang selalu abadi.

Ke dua: Yang masuk ke neraka itu, bisa saja dikeluarkan Tuhan dan kemudian dimasukkan ke surga. Yakni yang ke neraka adalah abadi kecuali yang dikehendaki untuk keluar dan kemudian dimasukkan ke surga. Yaitu orang-orang pendosa yang tidak keterlaluan dan tidak kafir secara sengaja dan menentang dan semacamnya.


Abu Zahra Al Manshur: Syukron jazakumullaah, ustad. Semoga saja jawaban pak ustad ini bisa dibaca oleh teman-teman saya.

Abu Zahra Al Manshur: Bagaimana dengan pertanyaan saya berikutnya (Tamu Ibrahim) yang ada di atas, ustadz Sinar Agama? Bahwa Ibrahim membawakan daging anak sapi gemuk bukan anak kambing. Dan ibrahim mengindentifikasi mereka sebagai kaum yang tidak dikenal (51:25). Mohon maaf kalau telah merepotkan. Itu semata-mata lahir dari keingintahuan saya. Saya sudah diskusi dengan beberapa teman syi’i namun mereka hanya mengangkat bahu. Juga tidak ada sebutan malaikaini (dua malaikat) di ayat itu. Afwan saya keliru. Tetapi kenapa mereka dalam tafsir disebutkan sebagai malaikat?

Barakallaahu fiikum.

للَُّهَّم َصِّلَعلَىُمَحَّمدوآلُمَحَّمدوَعِّجْلفـََرَجُهْم

Sinar Agama: Tentang tamu malaikat kepada nabi Ibrahim as dan Luth itu, maka penjelasan ringkasnya sebagai berikut:

(2). Surat QS: 15: 51-53, itu berbunyi seperti ini:

“Beritahukanlah tentang tamu nabi Ibrahim -as. Ketika mereka masuk ke rumahnya dan mengucap ‘salam’. Ia -Ibrahim as- berkata: ‘Sesungguhnya kami merasa takut kepadamu.’ Mereka berkata: ‘Jangan takut, sesungguhnya kami membawa berita gembira akan kelahiran putramu yang pandai.’“

Penjelasannya:

(a). Kedua nabi tersebut sudah tentu tahu siapa yang datang itu, bahwa mereka itu adalah malaikat. Dan kemalaikatan dari tetamu itu dapat diketahui dari beberapa ayat yang menjelaskan hal yang sama tersebut. Jadi, Tuhan tidak hanya menjelaskannya sekali. Lihat di QS: 51: 24 dimana di ayat itu disifati dengan al-Mukramin, atau yang mulia yang mengisyaratkan kepada malaikat. Lagi pula di ayat yang anda tanyakan itu juga menunjukkan malaikat, karena mereka tidak menyentuh makanan dan juga mengatakan diutus Tuhan untuk mengazab kaum nabi Luth as.

(b). Nabi Ibrahim as yang tidak pernah takut dari sejak muda itu, dimana melawan raja lalim sendirian dan bahkan pernah diletakkan di tumpukan menggunung kayu bakar dan juga dibakar, tapi tidak pernah takut. Jadi, takut di ayat ini bisa dimaknai dengan berbagai keterangan yang diantaranya sebagai berikut:

(b-1). Seperti yang dijelaskan oleh Allaamah Thaba Thabai ra, bahwa takut itu bukan perasaan tercela. Karena ia adalah pemberian Tuhan, seperti marah, cinta, benci ...dan seterusnya. Jadi yang jelek itu adalah kalau peletakannya tidak benar. Nah, takut kepada Tuhan sudah pasti benar. Tapi takut kepada selainNya, juga bukan merupakan kecelaan, seperti cinta atau marah. Yang jelek adalah menurutinya. Jadi, kalau takut itu dituruti dan tidak dibarengi dengan usaha mengatasinya dan melawannya, maka itulah yang jelek yang dikatakan “Penakut”. Jadi, takutnya nabi Ibrahim as itu merupakan takut permulaan yang biasa ada di hati manusia, tapi tidak disertai lari dan semacamnya yang bisa masuk ke dalam cela “Penakut”.

Rasa takut ini, muncul karena para malaikat itu tidak menyentuh makanannya sedikitpun dimana hal tersebut sebagai tanda tidak bersahabat sebagaimana lahiriah pergaulan yang

ada di antara manusia. Hal ini bisa dilihat di ayat lainnya yang menjelaskan tentang rasa takut itu bahwa ia datang setelah mereka tidak menyentuh makanan nabi Ibarahim as sama sekali. Jadi, sikap kurang bersahabat itu terbawa dari pengazaban kaum nabi Luth as yang, mungkin masih terbawa sampai ke rumah nabi Ibrahim as.

(b-2). Ketika nabi Ibrahim as tahu bahwa mereka itu adalah malaikat, dan tidak bersahabat, maka sangat bisa dipahami bahwa takutnya nabi Ibrahim as kembali kepada Allah swt. Artinya, takut ada murka dan azab yang dibawa mereka kepada nabi Ibrahim as. Nah, takut seperti ini jelas bukan hanya tidak jelek, akan tetapi bahkan terpuji.

(c). Tentang mengapa nabi Ibrahim as itu menyajikan makanan pada malaikat, maka hal itu disesuaikan dengan kepenjelmaan mereka itu. Artinya, ketika mereka menjelma sebagai manusia yang berjalan pakai kaki dan berbicara pakai mulut dan melihat-lihat pakai mata, maka sudah tentu tidak mustahil juga untuk makan. Hal itu sesuai dengan hukum kebertajalliannya ke alam materi tersebut. Artinya, tergantung ijin Allah sampai sejauh mana hukum kebertajalliannya itu. Jadi, nabi Ibrahim as, sama sekali tidak salah menyajikan makanan karena sudah selayaknya menjamu tamu yang datang walaupun malaikat, tapi yang menjelma sebagai manusia.

(d). Malaikat itu sebagaimana sudah diterangkan, memiliki dua golongan. Dan yang menjelma ke materi itu, hanyalah malaikat Barzakh. Karena kalau akal, mereka tidak berhubungan sama sekali dengan materi kecuali melalui barzakh. Dan tentang mungkinnya non materi barzakhi itu bertajalli dengan materi, karena mereka jelas merupakan sebab materi, jadi bisa hal itu terjadi, seperti malaikat Jibril as yang menjelma manusia di jaman Nabi saww. Jangankan mereka, manusia yang ruhnya sudah kuatpun, bisa melakukan hal serupa. Semua itu, karena non materi, terutama barzakhi, kedudukannya ada di atas derajat materi dan berfungsi sebagai sebabnya. Karena itulah maka ketika mereka bertajalli ke materi, tidak salah kalau nabi Ibrahim as menghadapi mereka dengan hukum materi. Dan mereka as, sesuai dengan tugas dan ijin tajalli mereka as, maka tidak boleh melebihi ijin tajalli tersebut, karena itu mereka tidak makan, karena tdk ada ijin.

Saya teringat pada dua malaikat yang bertajalli dengan manusia, dan diberi ijin Tuhan untuk melakukan apa saja yang mereka maui sesuai dengan kehidupan manusia dimana akhirnya dua malaikat itu, mabuk, berzina dan membunuh.

Semua ini, bukan hanya tidak mustahil karena ada di Qur'an, tapi secara filsafatpun, tidak menjadi hal yang repot untuk dimengerti. Yakni penjelamaan non materi barzakhi kepada materi dan mengikuti hukum-hukum materi sesuai dengan ijinNya.

Abu Zahra Al Manshur: Sedikit mengomentari tulisan ustad di atas. Berarti sejak awal Ibrahim sudah mengetahui mereka adalah malaikat ataukah beliau mengetahui setelah Ibrahim menyuguhkan makanan? Karena di Qur’an disebutkan bahwa mereka (para utusan itu) menyebutkan siapa diri mereka “setelah” Ibrahim merasa takut dengan mereka.


Sinar Agama: Nah, untuk komentar anda ini, seperti-nya anda kurang konsen terhadap penjelasan di atas. Kan sudah diterangkan bahwa perasaan takut itu muncul setelah para tetamu itu tidak mau mengambil makanan yang disuguhkan. Karena tidak mengambil makanan tanda permusuhan. Karena itu muncul perasaan takut itu. Yakni takut, jangan-jangan malaikat itu sedang membawa misi Murka Tuhan. Karena itu mereka segera mengatakan: “Jangan khawatir, kami malah membawa kabar gembira bagimu, tentang kelahiran anakmu yang pandai.” Ini bahasa akrabannya dari saya, tapi isi pesan itu memang seperti itu.

Kemudian kan sudah juga diterangkan bahwa nabi Ibrahim as itu memiliki ilmu tentang melihat dimensi malakuutnya alam semesta. Jadi, jangankan malaikat yang menjelma, yang tidak menjelmapun beliau as tahu.

Dengan dua hal ini, kan sudah dapat dipahami bahwa nabi Ibrahim as memang tahu dan takut itu tidak ada hubungannya dengan kebertajallian mereka as, karena yang ditakuti bukan kemalaikatan mereka atau apa saja, tapi yang ditakutinya adalah kepembawaan (membawa) mereka atas murka Tuhan. Tentu saja, disamping bahwa takut di perasaan yang tidak dibarengi perbuatan pengecut dan semacamnya hingga menjadi Penakut, adalah hal yang tidak buruk sama sekali.


Abu Zahra Al Manshur: Syukron, ustadz. Penjelasannya sudah jelas seterang mentari di siang hari, semoga kami mendapatkan manfaat dari ajaran pak ustadz.

Barakaallaahu fiikum. Jazakumullaah khoiron katsiron.

Chi Sakuradandelion, Al Aulia dan 3 orang lainnya menyukai ini.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar