Senin, 16 Maret 2020

Waktu Buka Puasa


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/?id=224696444241826 Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juli 2011 pukul 12:17

Irsavone Sabit: Nanya ustad, kalau wilayah sulawesi jam berapa harus buka puasa? Apakah buka puasanya setelah shalat atau sebelum?

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

(1). Buka puasa itu setelah hilangnya mega merah di atas kita ke timur. Ada berbagai pandangan tentang hal ini. ICC Jakarta, mengambil 15 menit setelah adzan Sunni (mengikut di Iran yang 15 menit setelah setelah matahari terbenam, mega merah sebelah timur itu hilang)..

(2). Ada yang mengambil 30 menit setelah adzannya Sunni, mengingat adzan 'Isya' itu 1 jam (atau lebih) setelah matahari tenggelam. Dan 'Isya' adalah hilangnya mega merah sebelah barat. Jadi, tengah-tengahnya, yang dengan kata lain hilangnya mega merah sebelah timur (dari atas kepala kita ke timur), adalah pertengahan antara adzan maghrib Sunni dan adzan 'Isya' Sunni. Dan yang dimaksud dengan 30 menit itu bukan 30 menit betulan, akan tetapi pertengahan antara adzan maghrib dan 'Isya' tersebut.

(3). Ada juga yang mengambil 45 menit setelah adzan maghrib Sunni. Yang ini berdasar kepada ru'yat yang bisa dikatakan cukup ahli yang saya sendiri mempercayainya. Karena mereka bukan satu orang, tetapi banyak orang dan telah dieksperimen berkali-kali. Dan menurut mereka 30 menit itu memang mega merah sebelah timur itu sudah hilang, tetapi bagian kanan dan kiri sebelah timur belum hilang. Hal itu karena kita dikatulistiwa. Karena itu bagian utara dan selatan buminya merendah yang mengakibatkan pancaran mega merah itu masih ada. Tetapi setelah 15 menit dari hilangnya mega merah belahan timur bagian atas itu, maka seluruh bagian timur menjadi gelap.

Dan yang penting mereka dalam meru'yat itu adalah benar. Karena mereka meru'yat di kala mendung barat tidak ada, dan mendung timur adanya tipis. Jadi ru'yat ini bagi saya adalah hujjah. Karena itu saya mendukung yang 45 menit setelah adzan maghribnya Sunni. Wassalam.

Mukhtar Luthfi : Sepertinya fenomena langit yang seharusnya dijadikan patokan, bukan azan ikhwan sunni. mau berapa menit pun kalo fenomena mega merah yang sudah disebutkan tadi sudah nampak hilang, ya sudah masuk wilayah maghrib syar'i, sekali lagi bukan azan....

lha kalau ada ikhwan sunni kita yang mau azan agak siangan atapun sorean kan akhirnya beda kalau tolok ukurnya menit. fikih itu gak rumit/mudah dan gak usah kita persulit, tetapi juga gak boleh kita anggap remeh... fatwa para marja' sudah jelas kok....

Sinar Agama : Tambahan: Tentu saja selain masalah di atas, yang 45 menit itu sesuai dengan kehati-hatian. Dan ukuran di Iran itu tidak bisa dijadikan ukuran karena Iran berada jauh di atas utara katulistiwa, sedang Indonesia di katulistiwa. Karena itu untuk di Iran bisa saja lebih cepat hilangnya megamerah tersebut karena memang hanya memiliki satu arah dilihat dari ukuran barat dan timurnya dan, berada di kerendahan sisiutara bumi yang bisa mempercepat hilangnya mega merah setelah tenggelamnya matahari. Wassalam.

Mukhtar: Terimakasih komentnya. Tetapi fikih itu yang jelas, bukan prakteknya. Karena itulah maka masalah ru'yat, ufuk, fajar shadiq ... dan seterusnya, terutama di daerah mendungan seperti Indonesia, dan bahkan di negara yang tidak mendung, sudah tidak lagi menjadi masalah yangjelas. Karena itulah di Iran sendiri, perlu mendengarkan ahli ru'yat. Kalau melihat belum saja seperti itu, maka mega merah yang sudah tentu lebih sulit, tidak semudah yang antum kira. Dan para marja'pun tidak mengatakan hal ini mudah. Karena itu maka setiap masuk bulan Ramadhan telepon mereka ribuan kali berdering menerima telepon para yang taqlid kepada mereka dan tidak mengatakan kepada para yang taqlid itu bahwa melihat bulan itu mudah. Di Iran sendiri sampai menggunakan pesawat untuk menunjang peru'yatan itu (bukan penentu).

Dan ukuran buka dalam Ramadhan ini sangat penting. Karena manakala seseorang keliru berbuka, walau pada beberapa kondiri tidak dosa dan tidak perlu bayar kaffarah, akan tetapi tetap saja harus qodho. Artinya,berbukanya tidak boleh keliru walau tidak sengaja. Begitu pula shalatnya, harus diqodho kalau suatu saat yakin terhadap argument yang lebih lama.

Pembahasan seperti ini, sangat perlu diadakan di Indonesia, karena memang baru menjadi syi'a. Jadi, yang menanyakan itu sangat benar menanyakannya, dan jawaban kami juga bukan mempersulit. Antum sendiri akan lihat bahwa perbedaan syi'ah di Indonesia itu bahkan lebh banyak dari 3 kelompok tadi. Saya hanya menyebut garis besarnya saja.

Nah, kalau memang mudah, maka tidak perlu dengan adanya para intelek syi'ah itu, adanya berbagai pandangan dalam waktu berbuka tersebut. Wassalam.

Untuk ukuran menit itu memang bukan segala-galanya. Ukuran di atas itu hanya sebagai pedoman yang umum. Karena itu mesti dilihat kebiasaanadzan sunni di sekitar kita masing-masing. Karena itulah, sekali lagi, hal ini perlu kepada penelitian di setiap kota, apakah kebiasaannya adzan di waktu matahari sudah benar-benar tenggelam atau masih ada tongolannya. Karena itulah saya katakan bahwa yang jelas itu adalah fikihnya, tetapi tidak dalam prakteknya.

Irsavone Sabit: tanggal berapa kita memulai puasa dan lebaran, apakah bersamaan dengan sunni atau beda?

Sinar Agama: Sabit: Untuk permulaan puasanya sama saja dengan sunni, tapi yang pakai ru'yat, bukan yang pakai hisab. Jadi, antum harus mengikuti mereka yg telah selalu mengabdi kepada masyarakat dengan meru'yat. Biasanya mereka itu adalah golongan NU.

Irsavone Sabit: Yang mana lebih baik Ustad, apakah berbuka setelah shalat atau sebelum?

Sinar Agama: Sabit: Kalau shalatnya yang dalam keadaan puasa tidak terganggu perasaannya, seperti lemah, seperti sudah kepingin makan atau minum...dan seterusnya, maka lebih bagus shalat dulu. Tapi kalau lemah, atau kepingin sekali makan (sudah kebelet makan he he), maka dianjurkan buka dulu.

Abim Dhien, Chi Sakuradandelion dan 28 orang lainnya menyukai ini.


Sinar Agama: WilayahAli: Terimakasih infonya, tapi tolong antum perhatikan bagian kanan dan kiri sebelah timur, yakni bagian utara dan selatannya. Biasanya setelah 30 menit itu masih ada dan biasanya sampai 15 menit kemudian baru jadihilang. Anjuranku tunggu saja sampai 45 menit. Karena kalau sebelum kita mati, menjadi tahu bahwa yang benar sesuai penyelidikan itu adalah 45menit, maka harus qodho lagi. Memang, kalau sampai mati kita tidak tahu, kemungkinan besar akan dimaafkan Tuhan.

Oh iya, cuaca hujan itu bisa dihitung dengan cuaca tidak hujan. Dan mungkin di kala hujan itu yang malah harus benar 45 menit kemudian. Karena matahari pas di atas kita. Tapi kalau tidak di atas kita ya mungkin bisa lain. Walhasil, lebih berhati-hati itu adalah yang lebih dianjurkan dalam agama.

Bintang Ali: Salam ustad, apakah keyakinan telah hilangnya mega merah di belahan timur itu cukup dengan kesaksian orang lain atau wajib kita sendiri yang mesti lihat?

Terus, ketika kita yakin mega merah itu telah hilang dan kita ifthar namun ketika dilihat lagi ternyata mega merahnya masih ada sedikit, kondisi inimewajibkan qodo yang tanpa kaffarah ya stad?,

Sinar Agama: Bintang: Kesaksian itu harus dari orang adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil). Dan kalau karena kesaksian salah, atau diri sendiri yang salah, lalu berbuka, maka harus segera behenti. Tapi nanti wajib diqodho. Pokoknya ketidak sengajaan atau kekeliruan dalam berbuka ini, tetap qodho. Beda sengaja dan tidaknya hanya pada dosa dan tidaknya serta keharusan membayar kaffarahnya (bagi yang sengaja).

Sinar Agama: Wilayah Ali: Ok. Tapi kalau sudah benar yang 45 menit itu, maka itu sudah bisa dijadikan pedoman. Karena biasanya ia tidak akanberubah. Dan melihatnya harus memperhatikan sebelah barat. Jangan sampai ada mendung. Karena kalau ada mendungnya, maka pancaran sinar mataharinya sudah tertangkis hingga tidak bisa menyeruak ke timur. Dan di atas kita ke timur juga tidak boleh tidak ada awan sama sekali. Karena kalau tidak ada awan, maka tidak ada yang akan ditembak oleh sinar matahari yang sudah tenggelam itu hingga menjadi mega merah. Tapi kalaulah harus ada, tidak boleh juga terlalu tebal, karena kalau terlalu tebal, ia akan mencegah bagian timurnya. Jadi, meru'yat waktu maghribitu bukan hal mudah. Dan cukup sekali yang meyakinkan. Karena itu, 45 itu sudah bagus.

Pernah sekali di Iran terjadi mendung (karena di Iran jarang mendung dan hujan) dan kalau tidak salah waktu itu tanggal-tanggal 15-an (bulan Islam atau Hijriah) dimana bulan besar dan bulat. Demi Tuhan, kala itu sudah benar-benar gelap dan malam hingga benar-benar sinar bulan itu menerangi bumi, baru terdengar adzan maghrib.

Jadi, ingatlah akhirat, dan ingatlah bahwa tidak ada yang bisa kita ke kuburan kecuali ibadah yang benar, maka kita akan lebih hati-hati untuk masalah-masalah ibadah ini.

Latifah Shahab: Terus, apakah kalau kita selama ini kurang perhatikan langit yang masih ada mega merah hanya berdasar ucapan-ucapan para a'lam yaitu 15-20 menit harus mengkodho?

Sinar Agama: shahab: Kalau Anda yakin info itu benar sampai meninggal, maka tidak wajib mengqodho. Akan tetapi kalau sampai meninggal menyadari kesalahan itu, maka setahu saya memang wajib diqodho.

Sinar Agama: Begitu pula yang memberi kabar tentang kesalahan itu, wajib mengumumkan kesalahannya itu kepada orang-orang yang telah ia beritahu sebelumnya, kalau ia menyadari dalam hatinya/akalnya terhadap kesalahannya tersebut.

Zainal Syam Arifin: Kalau menurut pendapat ana pribadi berdasarkan pengalaman, lebih aman di rukyat dulu baru di hisab, karena kadang -kadang pegangan jadwal di setiap daerah, perhitungannya tidak sama. Kalau sudah dirukyat baru dicocokan dengan data hisab yang kita pegang, dikurangi atau ditambahkan berapa menit. Barulah itu dipakai untuk hari - hari yang lain dengan berdasarkan hisab saja. Berdasarkan pengalaman, waktu magrib mesti ditambahkan sekian menit dan waktu isya mesti dikurangi sekian menit. Afwan... ikut nimbrung.

Sinar Agama: Mas Zainal: Itu juga yang saya maksud. Tapi kalau tidak sempat meru'yat, 45 menit itu sepertinya sudah ok. Memang bagus kalau bisa meru'yatnya sendiri, tapi dengan teori yang benar seperti yang sudah saya jelaskan itu. Misalnya di sebelah barat tidak bermendung dan seterusnya.

Kecukupan tersebut, karena kita bisa menjadikan adzannya sunni itu sebagai adzannya sunni. Yakni matahari tenggelam. Karena secara ‹uruf mereka melakukannya secara benar. Memang, kalau kita pas tahu bahwa adzan itu dilakukan sementara mataharinya belum tenggelam, maka ketika itulah kita wajib menambahi lagi beberapa menit dari 45 menit tersebut.

Tighor Soehady: Afwan ustad.

Zainal Syam Arifin: Syukron pak ustadz, kalau ana perhatikan, standar perhitungan setiap daerah kadang beda - beda, ada yang mesti ditambahkan45 menit seperti pak ustadz kemukakan namun ada juga yang kurang dari itu.

Kalau menurut pak ustadz kira - kira berapa menit perkiraan waktu magrib sampai mega merah itu hilang. Ana mau crosscheck dengan hitungan ana, apakah penentuan awal magrib ana keliru ataukah tidak, karena menurut perhitungan ana, waktu magrib itu sekitar 31 menit. Mohon tanggapan dan koreksinya pak ustadz.

Sinar Agama: Mas Zainal: Walhasil ukurannya itu dilihat dengan peru'yatan hilangnya mega merah itu. Jadi, antum ceklah ketika di barat tidak ada mendung, dan di atas kita sampai ke timur ada mendung yang tidak terlalu tebal hingga mendung tengah menutupi mega merah ke arah timur.

Zainal Syam Arifin: Maksud pertanyaan ana, berapa menit sejak masuk waktu magrib sampai berakhir? Menurut ana sekitar 31 menit. Kalau sama dengan pak ustadz berarti hasil rukyah ana sudah cocok. Ana melakukan rukyah berbulan-bulan pak ustdz. Syukron.

Sinar Agama: Zainal: Berarti tidak cocok, karena yang kukuatkan adalah yang 45 menit. Karena itu tgl(tinggal) antum perhatikan kondisi-kondisi yang sudah saya sebut itu sebelum meru'yat dan juga perhatikan belahan kanan kiri atau utara selatan bagian timur yang biasanya setelah 15 menit dari 31 menit itu, baru hilang mega merahnya.

Agoest Irawan: Afwan, ana juga melakukan pemeriksaan. Hasilnya relatif mendekati Mas Zainal Syam Arifin, 35 menit sudah gelap baik di ufuk barat kanan-kiri. Jadi di wilayah kami, 35 menit ustadz Sinar Agama.

Hasan Addinul Ibrahim: Mohon Ijin Copy Paste Ustadz.

Sinar Agama: Walhasil kalau sudah benar pemeriksaannya, yaitu tidak ada mendung di barat, dan di atas kita tidak bermendung tebal (karena kalau di atas atau antara barat dan timur ada mendung tebal maka bisa menutupi mega merah menjarah ke timur), lalu di sebelum timur harus ada mendung tipis-tipis untuk menangkap mega merah itu (karena kalau tidak ada awan sama sekali di timur, maka bisa tidak terlihat mega merahanya), maka kalau sudah demikian, maka peru'yatannya sudah benar.

Sinar Agama: cukup aneh juga, karena aku sendiri baik di Jawa atau di luar Jawa, tidak ada keraguan ikut melihat mega merah itu sampai hilang setelah 45 menit. Dan aku yang ikutan meru'yat itu tidak hanya melakukannya sekali atau dua kali. Coba perhatikan lagi ketinggian antum meru'yat.

Karena jangan sampai kurang tinggi.

Sinar Agama: Pokoknya kalau sudah yakin, dan ilmiah, lakukan saja, karena kalau salahpun tidak wajib kaffarah, dan hanya wajib qodho tapi tidak dosa.

Bintang Ali: Bener juga sih, syarat-syarat merukyat itu ga sembarangan,, saya tadi mencoba melihat mega merah di ufuk timur ketika 45 menit setelah azan maghrib sunni, tapi koq mega merahnya masih ada, mungkin karena saya ga paham kaidah dan pra syarat dan syarat merukyat makanya salah.. tapi di waktu yang lalu menit ke 30an mega merah diufuk udah hilang.. awan tebal, mendung dan ketinggian sangat pengaruh.Saya baru baca berita ulama UEA memfatwakan bahwa orang yang tinggal di hotel di atas lantai 80 harus menunggu buka puasa slama 2 menit, dan di atas lantai 150 harus menunggu 3 menit, alasannya mereka yang berada di tempat ketinggian lebih jelas melihat matahari dan pancarannya daripada yang tinggal di atas tanah..

Jadi memang faktor, ketinggian dan awan itu sangat pengaruh.

Bintang Ali: Tapi walaupun begitu ikhtiyat saya pilih yang lebih lama, 45 menit.

Sinar Agama: Bintang: 45 menit itu adalah hasil tercepatnya dari adzan yang benarnya sunni, yakni adzannya benar-benar setelah matahari tenggelam. Tapi kalau masih ada mataharinya sudah adzan, maka bisa saja lebih lama lagi. Walhasil, selalu waspada adalah yang lebih baik.

Bintang Ali: Syukron ustad,

Azmy Alatas: Kok patokannya jadi adzan sunni ya??? aneh...terus apa betul dan sudah dikonfirmasikan kepada ICC, bahwa patokan mereka adalah 15 menit adzan sunni,... atau itu sekedar ungkapan general, bukan kriteria penghukuman. Sinar Agama tampaknya antum musti mengkonfirmasikannya dengan lebih fair...

@Sinar Agama untuk di Indonesia ini, siapa sih orang adil yang antum maksud itu dan punya kelayakan melihat rukyat... apa kriterianya? Kayanya gakada deh... kecuali sekedar dianggap adil...

@Sinar Agama bagaimana ustad? Persoalan kesaksian yang adil itu,, apakah antum dan teman- teman antum boleh kita anggap sebagai orang yang adil? ( bebas dari dosa besar dan kecil)?

Abubakar Umar Usman: Jadi kalau matahari benar-benar tenggelam, bisa 60 menit/1 jam, baru bisa berbuka puasa & shalat maghrib.
Khommar Rudin:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ


30 Juni 2014 pukul 19:38 · Suka · 1



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ



Tidak ada komentar:

Posting Komentar