Senin, 16 Maret 2020

Mutah (bgn 7) : Cara Menikah Bagi Wanita Gadis yang Tidak Memiliki Wali


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/?id=224699520908185 Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juli 2011 pukul 12:27


Vito Balataw: Salam, afwan ustad ada hal-hal yang ingin ana tanyakan (pertanyaan ini ada di catatan antum berjudul : Mut'ah dan filsafatnya serta liku-likunya (seperti apakah sunnahnya bisa bertahan ditekan hukum wajib yang melawannya?) tapi karena belum dijawab jadi ana coba posting di wall antum), afwan kalau pernah ditanyakan oleh ikhwan/akhwat yang lain, pertanyaannya sebagai berikut :

1. Ketika Wali (ayah/kakek) sudah meninggal, hak wali jatuh kepada siapa ?

2. Untuk kondisi di Indonesia, secara umum madzhab syiah masih sering kali dipahami salah oleh masyarakat, ada kemungkinan besar ketika seseorang (ikhwan) mau melakukan nikah mut'ah dengan anak gadis (bukan janda) yang orang tuanya bukan bermadzhab syiah, akan mengalami kesulitan dalam hal ijin ke wali. Bagaimana dengan kondisi yang seperti ini ?

3. Untuk wanita non islam (kitabi), apakan ijin wali juga mutlak ? Mengingat akan sulitnya proses penyampaian maksud nikah mut'ah tersebut kepada wali.


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya dan kecerdasannya menagih disini. Karena saya memang sering sulit untuk mengecek semua pertanyaan di semua tempat, atau di semua tulisan yang telah lalu. Jadi, semoga teman-teman kalau tidak mendapat jawaban pertanyaan di tempat lain sudilah kiranya menagihnya di dinding ini. Karena itu anjuranku pada semua teman untum menanyakan masalah-masalah yang bukan pribadi di dindingku ini, bukan di group.

(1). Wanita yang tidak punya ayah dan kakek (ayahnya ayah dan begitu seterusnya), maka ia berarti sudah tidak punya wali. Karena itu tidak ada kewajiban untum meminta ijin kepada siapapun untuk kawin. Akan tetapi tetap dianjurkan bermusyawarah dengan keluarganya yang ada. Dan bagi teman-teman, yang sedikit menghargai saya, saya mau menasihati agar tidak menyakiti syi'ah dan para imam as dengan memut'ahnya.Jadi, kawinlah daim dengannya dan membangun rumah tangga yang benar. Dan teman-teman yang belum mampu kawin tetapi sudah lambat usia dimana harus melakukan mut'ah, maka mut'ahlah dengan janda. Tolong perhatikan hal ini.

(2). Kondisi apapun jelas harus ditaati. Karena hak wali itu tidak tergantung kondisi. Sudah pernah juga saya tulis bahwa anak zinapun tetap harus meminta ijin kepada ayahnya.

Emangnya antum yang syi'ah akan membolehkan anak antum yang gadis dimut'ah oleh mahasiswa konyol yang masih menyusu/bergantung kepada orang tuanya, tetapi berlagak kebapakan dan menipui gadis-gadis???!!1 seraya berkata ini dan itu, suami yang begini dan begitu? Emangnya kalau bapak syi'ah terus jadi mudah memberi ijin untuk mut'ah kepada anaknya???? Na'udzubillah.

(3). Sudah tentu bagi ahlulkitab juga seperti itu. Antum ini mau cari mut'ah yang halal dan mudah itu dimana di dunia ini. Di jaman Nabi saww dan para maksumin as saja, akan ditertawakan orang. Enaknya, minta mudah diberi ijin oleh wali orang untuk memut'ahi anaknya yang masih bukan janda.

Mut'ah ini bukan kemudahan untuk gaul bebas. Tetapi jalan keluar bagi yang jauh dari istri, atau bagi yang sudah lambat nikah karena tidak mampu. dan seterusnya. Dan sudah tentu dengan yang sebanding dengan keadaannya, yaitu janda-janda yang juga memerlukannya, bukan dengan para gadis.

Karena itu, tolong jangan lukai syi'ah dengan salah paham akan hal ini. Di Iran, atau di daerah syi'ah manapun, manakala seseorang bertanya tentang mut'ah saja (misalnya di suatu majlis), sudah akan dilihatin orang banyak di majlis itu. Karena mereka akan curiga, jangan-jangan yang bertanya ini adalah orang yang tidak kuat mental dan iman, yang tidak mementingkan perasaan wanita-wanita mulia dan harga dirinya sendiri serta mau seenaknya dalam hidup??!!!

Chi Sakuradandelion, Yusuf Kindang dan 8 orang lainnya menyukai ini.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar