Senin, 16 Maret 2020

Taqiyah (seri 4)


Oleh Ustad Sinar Agama http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/?id=224709544240516 Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juli 2011 pukul 12:55


Sabara Putra Borneo: Salam. Afwan ustad mau nanya, apakah taqiyah hanya berlaku pada saat kita dalam keadaan terancam (nyawa dan harta) saja? Lalu bagaimana dengan hadis Imam Ja'far yang mengatakan bahwa taqiyah adalah agamaku dan agama bapak-bapakku?

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

Benar demikian. Yakni taqiah itu adalah bagian agama Islam dalam pandangan syi'ah. Namun karena taqiah itu adalah melaksanakan kesalahanyang dilakukan secara terpaksa karena bahaya, maka syarat tersebut mesti ada. Persis seperti kalau dikatakan bahwa shalat itu adalah pemisah antara mukmin dan kafir. Karena shalat saja tidak cukup. Karena harus pakai wudhu'. Nah sebagaimana syarat shalat adalah wudhu', maka yang namanya taqiah itu adalah keterpaksaan yang disebabkan ancaman tersebut. Karena itu Allah berfirman dalam Qur'an bahwa Ia tidak sukakekurufan kecuali terpaksa sementara hatinya tetap dalam keadaan beriman. Jadi, kalau kita melaksanakan kebatilan karena terpaksa dinamakan taqiah, tetapi kalau tidak terpaksa, maka dinamakan munafik.

Sabara Putra Borneo: Melakukan kebatilan karena terpaksa adalah definisi taqiah, walaupun itu minum khamr, makan babi, dan lain-lain ya ustad? Syukron untuk jawabannya.

Sinar Agama: Iya benar. Jadi, kalau antum merasa bahwa kalau tidak minum akan dibunuh, maka antum bisa minum.

Seperti 'Ammar Yaasir ra yang mengakui ke-Tuhanan Lata dan 'Uzza, karena takut dibunuh seperti ayah ibunya ra yang terkapar di depan matanyaitu. Jadi, kalau antum dipaksa sujud pada berhalapun boleh antum lakukan.

Sabara Putra Borneo: Kalau yang bukan termasuk kebatilan seperti sedekap dalam shalat, gimana ust?

Kalau seperti Bilal bin Raba'ah meski sudah disiksa tetapi tetap tidak mau mengakui lata & uzza (tidak mau taqiyah) gimana tuh ustad?

Sinar Agama: Orang yang melakukan kebatilan seperti shalat dengan sedekap, tidak beda dengan makan babi. Malah, kalau shalat sedekapnya itu dibanggakan, merupakan kemunafikan yang nyata dan menentang Tuhan. Maksiat di depan Tuhan, yang serem itu bukan hanya makan babi, tetapi membuat syariat sendiri itu juga serem dan, bahkan sangat jauh lebih parah. Karena menentang Tuhan. Lihat saja orang yang makan bunga bank yang tidak merasa serem itu.

Bayangin, dalam fatwa imam Khumaini ra, dengan menukil hadits maksumin, dosa riba itu ada 60 macam. Dan dosa terkecilnya dari 60 dosa itu, sama dengan berzina dengan ibunya di dalam Ka'bah.

Karena itu, anjuranku adalah, jangan meeremehkan apapun hukum Tuhan. Seperti shalat lurus, tidak boleh taqiah kalau tidak terpaksa (dengan sebab-sebabnya yang 4 atau 5 itu). Taubatnya orang shalat sedekap itu, tidak mudah. Karena harus mengqodhonya dulu dan berhenti melakukankesombongan di muka bumi seperti meremehkan fikih-fikih Tuhan. Kalau makan babi, tinggal tobat saja sudah selesai. Tetapi kalau shalat sedekaptidak selesai sebelum mengqodhonya terlebih dahulu.

Tambahan keterangan ini mungkin dirasa tidak perlu. Akan tetapi saya hanya ingin mengatakan bahwa dosa dan melanggar hukum Tuhan (fikih) adalah suatu perbuatan yang tidak selayaknya dan memiliki kekejian tanpa pilih-pilih. Memang, ada dosa kecil dan besar. Tetapi itu kalau tidak diremehkan. Sedang kalau diremehkan, maka dosa kecilpun adalah dosa besar.

Chi Sakuradandelion dan 2 orang lainnya menyukai ini.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ


Tidak ada komentar:

Posting Komentar