Minggu, 30 September 2018

Peristiwa Pengorbanan Nabi Ismail Oleh Nabi Ibrahim dalam Pandangan Filosofis


Seri Tanya Jawab Haerul Fikri dan Ustad Sinar Agama


Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 2 Juli 2011 pukul 14:13


Haerul Fikri: Salam, ustad.. Bagaimana penafsiran secara filosofis mengenai peristiwa pengor- banan yang dilaksanakan Nabi Ibrahim as dengan menyembelih anaknya, yakni nabi Ismail as. Sementara, pengetahuan para Nabi meliputi setiap kejadian tanpa batasan ruang dan waktu. Dengan begitu, apakah pengorbanan dalam kasus di atas masih bermakna? Terima kasih, ustad..

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

(1). Perlu diperhatikan dalam masalah penyembelihan itu, bukan pengorbanan yang menjadi titik beratnya. Karena pengorbanan itu adalah akibatnya, bukan sebabnya.

(2). Sebab dari terjadinya penyembelihan itu adalah perintah Tuhan. Jadi, nabi Ibrahim as. bukan berinisiatif sendiri membunuh anaknya. Kalau beliau berenisiatif sendiri, maka lebih menonjol pengorbanannya. 

(3). Karena Tuhan yang memerintahkan, maka titik beratnya adalah perintah Tuhan dan ujianNya. 

(4). Sedang titik berat yang ada di sisi nabi Ibrahim as. adalah ketaatan, ketabahan dan kesabarannya, bukan pengorbanan.

(5). Baru ketika nabi Ibrahim as dan nabi Ismail as, sama-sama taat akan perintah itu, maka pekerjaan itu disebut dengan kurban atau pengorbanan. Yakni pengorbanan yang timbul karena ketaatannya itu.

(6). Ketika kita melihat peristiwa kurban itu dengan seperti ini, maka jelas bahwa apa yang dikerjakan oleh nabi Ibrahim as itu karena perintahNya, bukan idenya sendiri. 

(7). Ketika mengikuti perintahNya, maka perintah membunuh anak itu tidak mungkin merupakan perintah yang serius dariNya. Artinya bisa saja serius tapi bisa saja tidak. Karena itu, perintah itu adalah ujian bagi nabi Ibrahim as, bukan perintah serius. Tapi ujian bagi beliau as apakah tetap taat padaNya dalam perintah itu atau tidak. Dan, sudah tentu nabi Ibrahim as lulus dalam ujian ini. 

(8). Ketika perintah itu ujian, maka sudah pasti tidak akan memiliki makna kalau yang diuji sudah tahu kalau itu hanya ujian dan tidak serius. Artinya, kalau nabi Ibrahim as. sudah tahu bahwa perintah menyembelih anak itu hanya ujian baginya dan akhirnya ia akan diperintah menyembelih kambilng sebagai gantinya, maka sudah pasti ujian itu tidak akan memiliki nilai sama sekali. 

(9). Karena itu dapat dipastikan bahwa nabi Ibrahim as tidak tahu akan hakikat ujian itu dan yang diketahuinya adalah perintah tersebut. Itu saja.

(10). Dengan uraian itu dapat dipastikan bahwa Tuhan memang menutup hakikat ujian itu dari nabi Ibrahim as. 

(11). Dari penjelasan di atas itu, dapat dipahami bahwa seberapapun hebatnya ilmu seorang nabi saww, maka bukan berarti sudah diketahui semua. Tapi tergantung ijinNya. Karena itulah maka Nabi saww sering mengatakan “dengan ijin Allah” dan semacamnya. Hal itu karena memang tergantung kepada ijinNya secara nyata. 

(12). Kesimpulannya: Ujian yang dihadapi nabi Ibrahim as itu memiliki nilai yang tinggi yang, karenanya dapat mengantarkannya ke maqam imamah untuk manusia. Semoga syafaat beliau as meliputi kita semua, amin. Wassalam. 


Haerul Fikri: Terima kasih, ustadz. Amin ya Rabb.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar