Senin, 02 Desember 2019

Republik Islam Iran

Republik Islam Iran menurut Buku SMS

https://m.facebook.com/notes/abil-ghifari/republik-islam-iran-menurut-buku-sms/748826935200716/?refid=21


Anggelia Sulqani Zahra: Salam ustadz Sinar Agama, mau tanya tentang Republik Islam Iran yang termuat dalam buku Syi’ah Menurut Syi’ah pada halaman 342 – 343:

“hal penting yang kerap tidak diperhatikan ialah bahwa Republik Islam Iran tidak berarti islam telah menjadi sistem negara di Iran. Disebut Republik islam Iran, yang lebih tepat diartikan Republik Islami di Iran ( jomhouriye islami-te Iran atau Al-jumhuriyyah Al-Islamiyah Al-Iraniyyah), karena bersifat islam. “islam” objektif bukan substantif. Artinya, dalam republik (negara yang kedaulatannya dibangun dengan kontrak sosial melalui referendum) itu, islam merupakan sifat yang diprediksikan atas “Republik” sebagai subtansi, bukan islam menjadi substansi dan Republik menjadi predikat. Dengan kata lain, undang-undang negara Iran disarikan (melalui penafsiran) dari teks suci Alquran dan sunnah...

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya, yang kalau sudah sampai masalah SMS ini, jantung berdebaran mata ingin menangis dada bergemuruh karena takut salah langkah. Akan tetapi, karena saya sudah sering menjelaskan bahwa bahasan kita di fb ini, hanya dan hanya masalah keilmuan dan tidak bernuansakan politik dan saya juga tidak menghalalkannya seperti itu, terutama perpecahan umat, maka saya beranikan terus menulis setegas mungkin tanpa taqiah sedikitpun.

Hal ini perlu, karena kita baru Syi’ah yang mana kalau tidak didudukperkarakan secara benar dalam keilmuan, maka akan mengekarkan pohon yang tidak diharapkan dari tunas-tunas seperti

kita ini di masa sekarang dan terutama masa mendatang, dan juga membuat selain Syi’ah bukan hanya salah memahami Syi’ah, akan tetapi bahkan akan terombang ambing.

Karena itulah, maka ajaran harus jelas dan gamblang, sementara persatuan umat dan keutuhan bernegara, mengikuti perintah dan fatwa para ulama dan marja’ yang tidak asing dalam sepanjang sejarah mereka sampai sekarang di seantero dunia ini dimana mereka selalu mengajarkan santun pada sesama muslimin dan bahkan sesama manusia (kafirin), seperti perintah imam Ali as kepada

Malik Astar ra ketika mengutusnya untuk menjadi wakil beliau as di Mesir. Karena itu, maka jawabanku terhadap pertanyaan antum adalah:

1- Untuk mengomentari masalah yang dinukilkan di atas itu, perlu memperhatikan beberapa hal.
Tapi saya tidak akan membahas terlalu rinci, sebab di samping sebagiannya sudah dibahas di diskusi sebelumnya, juga adanya berbagai hal. Semoga saja tidak terlalu mengecewakan.

2- Sepintas, tulisan di atas, berakar pada beberapa peristilahan yang perlu diketahui bersama hanya sebagai penegasan dengan merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indoneisa –KBBI- dan Kamus Ilmiah Populer Kontemporer –KIPK-, seperti:

  • a- Ajektif. Antum menulisnya Objektif. Yang benar di bukunya yang saya juga punya, adalah Ajektif. Ajektif artinya adalah kata sifat; selalu disertai dengan sifat.
  • b- Substantif. Artinya adalah indipenden; berdiri sendiri; merdeka; hakiki; sesungguhnya.
  • c- Predikasi. Artinya adalah pendapat; pernyataan; ceramah tentang pelajaran (KPK).
  • d- Predikat. Artinya, gelar; sebutan; julukan; sifat; bagian kalimat yang menandai apa yang dikatakan oleh pebicara tantang subyek; sebutan; kehormatan; ..dan seterusnya.
  • e- Republik. Artinya bentuk negara yang pada umumnya dipimpin oleh presiden. Atau bentuk pemerintahan yang berkedaulatan rakyat dan dikepalai oleh seorang presiden.
  • f- Jumhuuriy (bahasa Parsi).

هديزگرب دودحم یارب روشک مدرم یوس زا نآ سيير هم یتموکح زا یعون :یروهمج :نيعم همان تغل -
یروهمج ،یسارکومد یروهمج ،یتسيلايسوس یروهمج ،یملاسا یروهمج :دراد فلتخم عاونا نآو دوش
هريغ و لاردف


Kamus Mu’iin: Jumhuuriy adalah bentuk pemerintahan yang pemimpinnya dipilih oleh rakyat untuk memimpin dalam waktu tertentu. Ia memiliki beberapa bentuk: Jumhuuriy Islaami; jumhuuriy Sosialis; jumhuuriy Demokrasi; jumhuuriy Federal.


ناونعب ینيعم تدم یارب مدرم فرط زا نت کي هاشداپ یاج هب هک یتموکحو ماظن -1 :ديمع همان تغل -
یروهمج :تسا مکاح نآ رد ماظن نيا هک یروشک }زاجم{ )مسا( 2 .دوش یم باختنا روهمج سيير
.ناريا یملاسا

Kamus ‘Amiid: 1- Sistem dan pemerintahan yang sebagai gantinya kerajaan, satu orang yang dipilih rakyat, untuk memimpin dalam batas waktu tertentu, dipilih sebagai presiden. 2- (nama) [majazi/tidak-hakiki] Sebuah negara yang sistem pemerintahan ini (makna no.1 di atas, yakni yang dari rakyat) berkuasa: Jumhuuriye Islaamiye Iran (Republik Islam Iran).

3- Untuk memahami makna kalimat di atas (yang dipertanyakan itu), perhatikan potongan-potongan berikut ini:

  • a- “Hal penting yang kerap tidak diperhatikan ialah bahwa Republik Islam Iran tidak berarti islam telah menjadi sistem negara di Iran.”
  • b- “ Disebut Republik islam Iran, yang lebih tepat diartikan Republik Islami di iran...karena bersifat islam”
  • c- “”Islam” ajektif bukan substantif.”
  • d- “Artinya, dalam republik .... itu, islam merupakan sifat yang diprediksikan atas “Republik” sebagai subtansi, bukan islam menjadi substansi dan Republik menjadi predikat.
  • e- “Dengan kata lain, undang-undang negara iran disarikan (melalui penafsiran) dari teks suci Alquran dan sunnah.”

4- Perkiraan makna dan maksud kalimat:

  • a- Mengingkari kesistemIslaman republik Islam di Iran. Hal itu, dapat diperhatikan melalui perakitan poin a yang jelas-jelas mengingkarinya. Dan poin d yang menerangkan bahwa Islam di Iran hanya “dipredikasikan”, artinya hanya dinyatakan dan dipendapatkan. Kasarnya, keIslamanrepublik di Iran, hanya sebagai dakwaan, pengakuan, pendapat (orang Iran) serta perkiraan dan penafsiran sesuai dengan poin e.
  • b- Mengingkari kehakikian Islam, dalam sistem yang dipakai oleh pemerintahan Iran pasca revolusi, dimana sangat tampak di poin c. Yaitu keajektifan Islam pada republik, bukan sebaliknya.

5- Perkiraan sasaran kalimat:

Melihat dari berbagai sisi di atas, maka sangat dimungkinkan bahwa kalimat itu memiliki sasaran seperti berikut:

  • a- Negara Islam di Iran itu, bukan hakiki. Karena itu, jangan dianggap sebagai suatu yang benar secara mutlak.
  • b- Apapun itu, mau hakiki kek atau tidak kek, kita orang Indonesia tidak harus mengikutinya. Karena ia adalah sebuah keIslaman yang dipredikasikan alias dipendapatkan alias dinyatakan orang Iran terhadap sistem pemerintahannya. Sementara ia adalah bukan sistem Islam yang substantif.
  • c- Meneruskan poin b, yang juga bisa menjadi sasaran penulis adalah, bahwa kalaulah substansifpun, maka itu urusan Iran dan bukan urusan kita bangsa Indonesia.
Terutama kalau dihubungkan dengan dua paragraf setelahnya yang memulai penulisannya dengan:

“Iran yang relatif homogen (terdiri dari jenis yang sama, SA) berbeda dengan Indonesia yang heterogen (terdiri dari jenis yang berbeda, SA). Karena itu, pengalaman negara Islam di Iran, tidak serta merta bisa diterapkan di Indonesia.......”

Yang kemudian dilanjutkan di paragraf ke tiga setelahnya, yaitu:

“Sebagai warga negara Indonesia ketaatan kepada wali faqih (bukan Rahbar) – yang saat ini sebagian besar percaya dipegang Ali Khamenei – adalah sebatas ketaatan dalam hal fikih atau ibadah, bukan ketaatan politis tentunya.”

6- Komentar terhadap penafsiran-penafsiran di atas:

  • a- Dalam bedah buku SMS itu, dimana lebih tepat dinamai SMTPABI (Syi’ah Menurut Tim Penulis Ahlulbiat Indonesia) yang dilakukan di UIN Jakarta, dikatakan bahwa orang-orang yang tidak tahu Syi’ah, diminta diam. Saya tahu maksud utamanya adalah wahabi-wahabi atau yang bukan Syi’ah walau, mungkin juga selain golongannya. Akan tetapi, menurut saya, obyek tergamblang dari pernyataan itu, adalah tim penulis sendiri. Karena di samping tidak tahu Syi’ah, telah menyombongkan diri dengan mengatasnamakan Syi’ah dan telah sangat tidak mengormati ulama Syi’ah di dalam sepanjang sejarahnya hanya karena mereka mengajarkan bahwa imamah Makshum itu meliputi vertikal dan horisontal, dengan diperintah-perintah dan diejek dengan gontok-gontokan, seperti yang ditulis di hal. 357:

“Selanjutnya para pemikir kedua kelompok (ulama Syi’ah dan Sunni, SA) ini harus mengubah energi gontok-gontokan menjadi energi saling mendukung dan membahu mencerdaskan akar rumput dan awamnya serta membuang semua isu elementer yang menjadi biang kebencian mutual (imbal-balik, SA).”

Perhatikan kalimat yang sangat tidak sopan di atas itu. Para ulama dan bahkan para imam Makshum as yang selalu dipenjara dan dibunuh sampai sesadis di Karbala karena mengajarkan kemencakupan imamah untuk hal-hal vertikal dan horisontal itu, disalah- salahkan dan diperintah-perintahkan serta diolok sebagai penggontok-gontokan dan, sudah tentu juga sebagai tidak mencerdaskan akar rumput. Na’uzhubillah. Semoga Tuhan menghidayahi mereka kalau masih mau menerimanya, dan mengembalikan semua ini kepada mereka sendiri, kalau tidak mau menerima hidayahNya, amin.

Emangnya para ulama kedua belah pihak, di samping tetap bersikokoh dengan pendapatnya masing-masing, selalu gontok-gontokan dan tidak bersatu dan saling toleran? Emangnya kalau kita lihat di ilmu hadits, para masyaayiikhulhadiits (guru besar, sumber perawi dan penghafal ribuan hadits) tidak saling menghormati yang sama-sama tsiqah di antara mereka.

Emangnya di dalam berabad tahun ini, para ulama dari kedua belah pihak itu saling perang?

Emangnya murid imam Ja’far as dan murid-murid pada imam Makshum as yang lain itu semuanya adalah orang Syi’ah???!!! Bukankah yang saling perang itu secara globalnya hanya wahabi yang kebiasaannya main kafir dan paksa atau para raja-raja Bani Umayyah dan Bani Abbas yang berkepentingan politis dan kekuasaan? Emangnya persahabatan para ulama itu tidak terjalin dari seribu tahun lebih itu sampai detik hari ini??? Emangnya di Iran itu ulama dan umat golongan Syi’ah dan Sunni saling berperang, begitu pula di Iraq, Pakistan, Hindia, Libanon, Mesir, Libia, Suriah, Turki, .................dan semua negara? Bukankah yang ribut memerangi itu hanya wahabi dan, segelintir ulama dan umat madzhab-madzhab yang tidak pernah merusak keutuhan mayoritas ulama dan umat masing-masing dalam seribu tahunan lebih ini???!!!

DIMANA ADA AJAKAN DAN DENGUNGAN PERSATUAN DENGAN MENGORBANKAN AJARAN MASING-MASING DALAM SEPANJANG SEJARAH MANUSIA DAN ISLAM KECUALI OLEH ORANG-ORANG TIDAK TAHU TAPI MERASA TAHU SERAYA MENYERU KEPADA KETIDAKTAHUANNYA ITU DAN MEREKAPUN TIDAK MENYERU KEPADA APA DAN DARI MANA??!! BUKANKAH LEBIH BAIK PARA PENGAJAK INI BELAJAR BAIK-BAIK HINGGA JADI ALIM DAN BARU MENYERU KEPADA YANG DIWAJIBKAN TUHAN, BUKAN KEPADA YANG DIWAJIBKAN KETIDAKTAHUANNYA DAN KEPENTINGANNYA???!!!

  • b- Mengingkari keIslaman sistem pemerintahan di Iran, sama dengan mengingkari adanya matahari di siang bolong. Dan, sudah tentu bertentangan dengan semua marja’ dan wali faqih sendiri serta para Makshumin as.
  • c- Saya sudah sering menjelaskan sesuai dengan terlalu cetek dan relatif dari informasi yang saya dapatkan dari “belajar di hauzah” bahwa mengikuti dan menaqlidi marja’ itu adalah perintah Tuhan dalam Qur an, Nabi saww dalam Hadits dan perintah para imam Makshum as dalam Hadits-hadits mereka as. Itulah mengapa dalam pendapat semua ulama sepanjang sejarahnya, dengan mengambil dari Qur an dan hadits-hadits serta akal dan ijma’ itu, selalu menfatwakan bahwa AMALAN SEORANG HAMBA YANG TIDAK SAMPAI KE TINGKAT MUJTAHID DAN MUHTAATH, KALAU TIDAK BERTAQLID, MAKA AMALNYA BATAL. AMALAN dalam fatwa mereka itu, bukan hanya ibadah-ibadah seperti shalat, puasa dan semacamnya. AKAN TETAPI MENCAKUP SEMUA KEGIATAN HIDUP BERBUDAYA, BEREKONOMI, BERSOSIAL DAN BERPOLOTIK.
KARENA ITU, YANG BERAMAL APAPUN, APAKAH IBADAH KHUSUS SEPERTI SHALAT, ATAU IBADAH UMUM SEPERTI POLITIK, KALAU TIDAK BERTAQLID, MAKA SEMUA MENJADI BATAL.

Tentu masih ada kerinciannya (taqlid) di kitab fikih. Saya hanya menukilkan pokok-pokoknya saja karena tujuannya hanya ingin menerangkan bahwa dasar keabsyahan atau kebenaran dan penerimaan Tuhan, Nabi saww dan imam Makshum as, terhadap perbuatan manusia yang bukan mujtahid dan muhtaath, adalah taqlid kepada marja’ dan tidak bisa tanpa taqlid.

KARENA ITU, MENGINGKARI KEISLAMAN SISTEM NEGARA DI IRAN DAN MENGINGKARI KEWAJIBAN SEORANG MANUSIA UNTUK MENAATI WALI FAQIH (marja’, baik mutlak atau tidak, baik marja’ atau ulama seperti di golongan Akhbariah) DALAM SEGALA HAL SEPERTI POLITIK, BUKAN HANYA MENGINGKARI DHARURIAT AGAMA (yang mudah dipahami dan bagian mesti ciri agama Islam), AKAN TETAPI JUGA MENGINGKARI –SECARA KONSEKUENSI- KEWENANGAN PARA IMAM MAKSHUM as, NABI saww DAN WILAYAH TUHAN ITU SENDIRI.

  • d- Hubungan Islam dan Negara Islam. Islam sebagai ajaran yang meliputi akidah, ibadah, fikih, ekonomi, sosial, akhlak dan politik, sudah tentu lebih luas cakupannya dibanding dengan Negara Islam yang “boleh dikata secara global” hanya mengatur secara politisnya, baik politisnya politik, politisnya ekonomi, politisnya pertanian, politisnya pertahanan, politisnya kepemimpinan, politisnya budaya, politisnya pendidikan, politisnya kenelayanan, pertanian, pertamabangan.....dan seterusnya.
Dengan demikian, maka Islam dan Negara Islam atau Sistem Kenegaraan, hubungannya adalah “Lebih Umum dan Lebih Sempit”. Yakni lebih umum Islam dan lebih sempit pemahaman Negara Islam atau Sistem Negara Islam.

Kalau kita sudah mengerti hal ini, yakni melihatnya dari ilmu logika tentang pengertian dan hubungan keduanya, maka kita sekarang bertanya, apakah keduanya adalah substansi (substantif) atau keduanya aksident (ajektif) atau salah satunya aksident dan yang lainnya substansi?!!

Sebelum menjawab hal itu, perlu diberikan isyarat, apakah setiap subyek kalimat itu berupa substantif dan predikat itu ajektif, atau sebaliknya, atau bebas-bebas saja. Dengan melihat benarnya kalimat-kalimat berikut ini:

“Manusia itu binatang rasional” + “Husain itu adalah manusia” + “Manusia itu berpendidikan” + “Yang berpendidikan itu adalah manusia” + “Berpendidikan itu adalah baik” + “Kebodohan itu jelek” + ............ dan seterusnya =

Maka subyek dan predikat itu, yakni mubtada’ dan khabar itu, keduanya bebas-bebas saja, apakah sama-sama ajektif seperti dua kalimat terakhir, atau sama-sama substantif seperti dua kalimat pertama, atau campuran seperti kalimat ke tiga dan ke empat (dengan saling bergantian posisisi dimana kalimat yang ke tiga subyeknya yang subsntantif dan di kalimat yang ke empat, predikatnya).

Sekarang mari kita lihat maksud dari Jumhuuriye Islaamiye Iran atau Republik Islam Iran.

Penulis SMS (SMTPABI, baca: bukan semua anggota ABI) menuliskan bahwa Republik yang menjadi obyek dan dipredikati dengan Islam, dipahaminya bahwa Islam di sini, adalah ajektif dan Republiknya adalah subtantif.

Padahal bisa saja keduanya adalah substantif, yaitu kalau dilihat dari bahasa Indonesianya, Republik Islam. Dan bisa juga satu substantif dan lainnya adalah ajektif sebagaimana dikatakan tim penulis, yaitu manakala melihat ke bahasa Parsinya.

Keduanya tidak penting, karena tidak membawa kepada esensi masalah. Sebab inti masalahnya adalah apakah keIslaman sistem negara di Iran itu hakiki atau tidak.

Sebagaimana saya sudah pernah menulis sebelum ini, tim penulis sepertinya tidak fokus dalam beberapa atau banyak tulisannya. Alur tata arugmentasinya agak tidak teratur. Seperti yang sekarang ini. Karena tim penulis ingin membuktikan bahwa di Iran itu bukan bersistem negara Islam, lantara Islam di sini, adalah ajektif. Padahal, tidak ada hubungannya antara keajektifan Islam di sini atau kesubstantifannya.

Karena ketika menjadi ajektif dan sifat sekalipun bagi nizhaam atau sistem atau pemerintahan negara di Iran, maka tidak serta merta menjadikannya relatif dilihat dari sisi keIslamannya atau kepastian Islamnya.

Saya sudah sering menjelaskan bahwa kalau yang dimaksudkan relatif itu, selain makshum, maka tidak ada pemerintahan atau ilmu siapapun, yang tidak relatif dan tidak predikatif.

Artinya, walaupun belajar kepada Makshum atau sedang menjalankan pemerintahan Makshum, maka akan tetap bersifat predikasi atau penafsiran.

Kalau maksud penulis adalah mentidakhakikatkan Islam pada sistem negara di Iran lantaran Islam pada penyebutan negara Islam itu predikasi dan penafsiran, di hadapan Islam substantif yang makshum, maka jelas tidak hanya di Iran sekarang, akan tetapi di jaman Nabi saww dan para imam Makshum as serta pada pemerintahan imam Mahdi as sekalipun, yang memahami dan mengikuti Islam substantif.

Kehakikatan Islam itu, bukan hanya dilihat dari kemakshuman pemahamannya. Akan tetapi, bisa dilihat dari beberapa sisi sebagai berikut:

    • d-1- Dari sisi kewajiban memahaminya dan mengaplikasikannya sekalipun pada hal-hal yang bersifat relatif atau predikasi (pendapat, penafsiran). Saya sudah sering menerangkan bahwa belajar agama itu wajib kifayah untuk jadi panutan umatnya kalau sudah menjafi faqih (maksudnya bab taqlid dan umat tidak mesti umat tertentu dan faqihnya mesti a’lam sebagaimana dirincikan dalam hadits-hadits dan akal sehat serta gamblang), sebagaimana yang ada di QS: 9:122:

“...mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”


Nah, di sini, yang belajar dan ditaati, atau yang menaatinya, jelas merupakan nash Qur an yang gamblang dan muhkamaat. Tidak ada keraguan sedikitpun. Sementara dari satu sisi, Islam juga menerangkan bahwa yang makshum dalam ilmu dan amal itu (ilmunya tentang Islam lengkap dan benar seratus persen) hanya Nabi saww dan Ahlulbait as beliau saww.

Ini berarti, bahwa belajar sampai pada tingkatan faqih/mujtahid dan mengeluarkan pengajaran dan perintah serta fatwa, serta mengikuti mujtahid dan faqih, adalah hakikat Islam sekalipun mujtahidnya tidak makshum alias relatif dan predikasi serta penafsiran. Persis seperti kalau belajar ke Makshum as atau menerima perintah dalam pemerintahan Makshum as. Sebab bagaimanapun, yang namanya tidak makshum, ilmu dan kepahamannya untuk dijadikan pedoman taatnya dalam suatu pelajaran dan pemerintahan Makshum as, tetap bersifat tidak makshum dan tetap bersifat relatif dan penafsiran serta predikasi.

ITULAH MENGAPA SAYA KATAKAN BAHWA YANG MENGINGKARI KEHAKIKATAN ISLAM DI PEMERINTAHAN IRAN, YANG APALAGI DITAMBAHI DENGAN MENGINGKARI KEWAJIBAN TAAT PARA MARJA’ WALI FAQIH (baik mutlak atau tidak, baik marja’ atau ulama seperti di Akhbari) DALAM POLITIK LANTARAN BEDA NEGARA DAN SEMACAMNYA, ADALAH MENGINGKARI YANG SANGAT JELAS DAN MERUPAKAN CIRI YANG TIDAK BISA TIDAK, DARI AGAMA ISLAM. KALAULAH PENGINGKARNYA MUNGKIN TIDAK SAMPAI KE TINGKAT NAJIS, AKAN TETAPI, SUDAH SAMPAI KE TINGKAT SANGAT BERBAHAYA.

AKAN TETAPI KALAU TENTANG WALI FAQIH YANG MUTLAK, MAKA MENGINGKARI KETAATAN PADANYA, DARI SEORANG YANG BUKAN MUJTAHID YANG JUGA BUKAN KARENA TAQLID PADA MARJA’ YANG TIDAK MEWAJIBKAN TAQLID MUTLAK (dalam segala urusan seperti politik) KEPADA SEORANG WALI FAQIH, MAKA SANGAT BISA MASUK KE DALAM MURTAD DARI AGAMA DAN MENJADI NAJIS. PERHATIKAN FATWA BERIKUT INI:


اديلقت وا اداهتجا اهب داقتعلاا مدعف هيلعو ‘لقعلا هديؤي يدبعت يعرش مكح هيقفلا ةيلاو :71 ةلأسم

ملاسلاا نع جورخلاو دادترلاا بجوي لا


MASALAH KE 17 (dari kitab fatwa Rahbar hf, Muntakhabu al-Ahkaam):


“WALI FAQIH ITU (yang mutlak/muthlaq) ADALAH HUKUM SYARI’AT YANG BERSIFAT KETAATAN (kepada agama) YANG JUGA DIDUKUNG AKAL. KARENA ITU, BAGI YANG TIDAK MEYAKININYA SECARA IJTIHADI (bagi yang sampai ke ijtihad dan sudah menjadi mujtahid) ATAU TAQLID KEPADA MUJTAHID YANG TIDAK MEWAJIBKAN HAL ITU (taat mutlak dalam segala bidang kepada wali faqih), MAKA TIDAK MENYEBABKAN KEMURTADAN DAN KELUAR DARI AGAMA ISLAM.”

ITU TANDANYA, KALAU TIDAK MEWAJIBKAN TAAT PADA WALI FAQIH DAN DIA BUKAN MUJTAHID DAN TIDAK TAQLID PADA MUJTAHID YANG TIDAK MEWAJIBKAN TAAT MUTLAK KEPADA WALI FAQIH TERSEBUT, MAKA BISA DIANGGAP DAN DIHUKUMI, MURTAD DAN TELAH KELUAR DARI AGAMA ISLAM.

    • d-2- Dari sisi banyaknya hukum Islam yang bersifat nash yang muhkaamaat atau gamblang atau jelas. Dari sisi ini, maka sistem negara Iran yang telah dirumuskan oleh marja’ dan bahkan dibantu oleh para mujtahid-mujtahid yang lain, setidaknya di dalam masalah-masalah yang muhkam dan gamblang ini, seperti wajib mengikuti mujtahid adil, wajibnya qishaash (hukum rajam), cambuk bagi penzina, keadilan uang negara, dan ribuan hukum lainnya, adalah pasti merupakan hakikat Islam.
    • d-3- Kalau dalam yang tidak muhkaamaat sekalipun, tetap bisa dikatagorikan hakikat hukum Islam. Hal itu karena di samping dilihat dari kewajiban berusaha tahu sampai mencapai faqih dan kewajiban memimpin umat dan kewajiban taatnya umat seperti yang sudah dijelaskan di atas itu, juga dari sisi bahwa seringnya, para marja’ itu, mengambil jalan yang paling hati-hati yang mana maknanya adalah dapat diyakini sebagai kepastian benarnya. Misalnya, kalau tidak jelas apakah membaca dzikir dalam rukuk itu tiga atau cukup satu, maka dihati-hatikan tiga. Hal ini, jelas merupakan kepastian benarnya. Sebab satu itu dikandung dalam tiga. Sementara pentigaannya, tidak dikatakan wajib, sehingga kalau salah dikatakan bid’ah dan menambah hukum, melainkan dikatakan hati-hati atau ihtiyath. Begitu pula dalam hukum-hukum pemerintahan. Seperti tidak memerangi kafirin kecuali kalau diperangi mereka.
    • d-4- Saya tidak mau berkata bahwa sistem di Iran sudah sempurna seperti yang dipahami dan dibuat Makshum as. Akan tetapi saya hanya mau berkata bahwa sistem pemerintahan Islam di Iran itu, sekalipun ia berupa tafsiran dan predikasi serta relatif, akan tetapi ia adalah hakikat Islam yang wajib dihormati, dicintai, dibelai dan ditaati. Sebab, sekalipun kelak imam Mahdi as sudah keluarpun (semoga dipercepat keluarnya beliau as, amin), tetap saja pemahaman kita dari pengajaran beliau as dan perintah beliau as dalam pemerintahan dan sistemnya, adalah predikasi, relatif dan tafsiran. Karena itu, kehakikatan Islam itu, tidak melulu apa yang dipahami dan diamalkan secara makshum.
    • d-5- Jangan lupa, bahwa yang saya bicarakan di sistem pemerintahan Iran, adalah sistemnya, bukan pelaksanaanya. Sebab dalam pelaksanaannya, sebagaimana di jaman Nabi saww, imam Ali as, imam Hasan as, imam Husain as, dan kelak di jaman imam Mahdi as, bisa saja ada kekurangan, kesalahan atau bahkan pelanggaran. Hal seperti ini, akan selalu ada kecuali kelak di surga.
7- Penutup:

Sekali lagi, tulisan ini hanya dalam rangka menjawab pertanyaan dan merupakan tanggapan keilmuan saja. Tidak ada hubungannya dengan sisi lainnya, seperti politisnya. Tulisan saya ini, tidak mewakili siapa-siapa dan bisa saja telah terjadi kesalahan yang kalau nampak dengan jelas di kemudian hari, apakah kesalahan tulisan atau materinya, in syaa Allah akan dirubah.

Apalagi saya sering tidak memeriksanya lagi, karena di samping seringnya kelelahan, juga mengandalkan mas Daris yang selalu setia mengedit dan memeriksa tulisan-tulisanku dengan sabar.

Saya tidak rela, kalau tulisan saya yang ditujukan secara ilmiah ini, atau setidaknya ingin ilmiah ini, dipergunakan di jalan-jalan politis yang terutama kalau membuat perpecahan di tengah-tengah umat muslimin atau bangsa tercinta Indonesia. Wassalam.

Irsavone Sabit “WALI FAQIH ITU (yang mutlak/muthlaq) ADALAH HUKUM SYARI’AT YANG BERSIFAT KETAATAN (kepada agama) YANG JUGA DIDUKUNG AKAL. KARENA ITU, BAGI YANG TIDAK MEYAKININYA SECARA IJTIHADI (bagi yang sampai ke ijtihad dan sudah menjadi mujtahid) ATAU TAQLID KEPADA MUJTAHID YANG TIDAK MEWAJIBKAN HAL ITU (taat mutlak dalam segala bidang kepada wali faqih), MAKA TIDAK MENYEBABKAN KEMURTADAN DAN KELUAR DARI AGAMA ISLAM.”

ITU TANDANYA, KALAU TIDAK MEWAJIBKAN TAAT PADA WALI FAQIH DAN DIA BUKAN MUJTAHID DAN TIDAK TAQLID PADA MUJTAHID YANG TIDAK MEWAJIBKAN TAAT MUTLAK KEPADA WALI FAQIH TERSEBUT, MAKA BISA DIANGGAP DAN DIHUKUMI, MURTAD DAN TELAH KELUAR DARI AGAMA ISLAM.

......................................

Afwan Ustadz, saya belum paham betul antara paragraf pertama dan kedua diatas meskipun saya membacanya berulang-ulang takutnya saya salah memahaminya, apakah bisa diuraiakan dan dijelaskan lagi...kalau saya bisa memahami nya, paragraf pertama dan kedua diperuntukkan pada tingkatan orang yang berbeda, atau bagaimana?

Sinar Agama:

I.S, kalau antum baca atau ingat catatan-catatan sebelumnya, maka wali fakih itu setidaknya dibagi dua, mutlak (yang meliputi semua hal) dan tidak mutlak (seperti yang tidak memasukkan hal-hal politik dan semacamnya). Nah, wali faqih sebelum dua paragraf yang antum tanyakan itu, mencakup keduanya dan bahkan ditambah sosok keulamaan di Akhbariah yang tidak mayakini ijtihad dan hanya memakai sosok keulamaan.

Akan tetapi, di dua paragraf yang antum tanyakan itu, maka keduanya membaha wali faqih muthlaqah atau mutlak saja. Yang hukumnya, kalau tidak mengimaninya, sementara ia bukan mujtahid yang berpandangan lain (tidak wajib adanya dan menaati wali faqih yang umum seperti politik) tentang wali faqih mutlak ini, atau dia bukan mujtahid dan tidak taqlid pada mujtahid yang berpandangan lain tersebut, maka bisa terancam murtad dan kafir.

Sinar Agama: Jadi, paragraf pertama itu fatwanya, yang menuturkan tentang tidak murtadnya orang yang tidak mayakini wali faqih mutlak (bagi yang Syi’ah tentunya) kalau disebabkan karena ia sendiri mujtahid dan berpandangan tidak adanya wali faqih mutlak dan tidak wajibnya taat pada yang diangkat dan dianggap wali faqih mutlak, atau disebabkan ia taqid kepada mujtahid yang beda ini.

Nah, kalau ketidakmurtadan itu disyarati dengan ijtihad dan taqlid, maka konsekuensinya, bagi orang Syi’ah yang tidak meyakini wali faqih mutlak ini, sedang dia bukan mujtahid dan juga bukan karena menaqlidi mujtahid yang beda tersebut, maka ia murtad. Tapi saya, menghaluskan konsekuensi ini dengan mengatakan “bisa terancam murtad”.

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=860827723968198&set=a.427089434008698.120077.100001229357851&type=1




Artikel Lainnya:
=================

Hubungan Antara Tuhan Yang Mutlak dan Suci dengan Manusia (5)

5. Hubungan Antara Tuhan Yang Mutlak dan Suci dengan Manusia (5)

https://m.facebook.com/notes/abil-ghifari/hubungan-antara-tuhan-yang-mutlak-dan-suci-dengan-manusia-5/750247881725288/?refid=21


Surya Hamidi: Ga pake kayaknya, ini post yang sudah jelas arah dan tujuannya. Begitu juga post di wall kamu. Kalian memang suka menyulut perpecahan.

Hendy Laisa: Surya Hamidi, Bener-bener kasyaf, beliau tau sekali ya mata ana dah tertutup kebencian mendalam kepada tim pengarang buku tersebut.. but you make big mistakes brotha.. that’s wrong!!!

Surya Hamidi: Up to you lah mau ngomongin ana apa, yang jelas ana gak pernah musuhi antum.

Azmy Alatas: Hahahahaha... Ta pikir sughulnya emang bikin kritikan mas Abu Alief Al Kepri.

Surya Hamidi: Kalau kalian tidak benci, dan ingin bahu membahu dalam kemajuan Syi’ah di Indonesia ini, datangi kantor ABI atau datangi Rumah Ustadz Muhsin Labib. Kalau kalian tidak tau alamatnya, biar aku antar sampai ke depan pintu rumahnya.

Hendy Laisa: Azmy Alatas> Baiknya antum cari nukilan seperti yang di komen ustadz.

Surya Hamidi: Membedah buku tanpa pengarangnya padahal pengarangnya masih hidup, alamatnya jelas, organisasinya jelas, kantornya jelas... Intinya kalian hanya tim sorak yang sorakan kalian adalah bomb-bomb waktu yang suatu saat akan meledakkan rumah sendiri.

Azmy Alatas: Hendy Laisa, Bukunya jelas, tim nya jelas, penerbitnya jelas, kantornya jelas, organisasinya jelas, maksud dan tujuan penulisan jelas, sasarannya jelas, harapannya jelas. --->tanpa menunggu keterangan dan respon dari keseluruhan yang jelas tersebut muncul nukilan yang bersandarkan pada fatwa: Haram dan Sesat.

Padahal antara penyeru dan yang diseru sama-sama tak punya otoritas dalam keagamaan.

So, cobalah pakai metode akademik yang lazim dalam membangun kritik otokritik. Sama-sama di bidang akademik dan pengajaran, bukan? Sama-sama kelas terdidik, bukan? Buatlah ruang berbantah yang adil...

Hendy Laisa: wah kayaknya Surya Hamidi gak baca penjelasan ustadz soal kritik mengkritik karya ilmia.

Surya Hamidi: Siapa ustadz? Bagiku yang dinamakan ustadz itu yang mendidik, bukan yang menjerumuskan dan berlindung di akun bodong.

Hendy Laisa: Seperti antum gak pernah punya akun bodong aja.

Azmy Alatas: Hendy Laisa, Hihihi..ana tau maksud antum supaya membuktikan bahwa ana punya bukunya..lalu ana supaya nukilkan...karena antum lagi ga pegang buku, secara di yayasan itrah cuma ada 1 buat barengan semua umat kan...

Males banget menukil, wong saya peserta diskusi kok, ada fasilitator buat apa...ini kan lagi penyidangan dan penghakiman sepihak tanpa dihadiri pihak yang diadili... Mestinya kalian punya tim fasilitator yang menyiapkan data lengkap dong... Masak cuma menukilkan saja kok susah amat....atau ga pake data? Ah, ga mungkin... Heheeheehe... Piss..

Hendy Laisa: Bagi antum bodong tapi bagi ana itu gak jadi soal, yang jelas penyampaiannya argumentatif, mendidik, logis bagi ana yang goblok ini...

Azmy Alatas> Owh gak seperti dugaan antum, punya bukunya tau gak itu bukan urusan ana besok antum juga bisa beli kok.

Surya Hamidi: Aku pernah punya akun bodong tapi bukan untuk mengkritik Syi’ah dan menciptakan benih-benih perpecahan. Akun pertamaku dengan nama asli ini juga dan diblok oleh admin. Sekarang akunku ya ini.

Hendy Laisa: Iya iya mas ana tau akun-akun antum kok. Sekali lagi itu pendapat antum soal ciptakan benih-benih perpecahan, bagi kami di sini gak begitu kok.

Said Hasnizar: Surya Hamidi dan Azmy Alatas, Ada yang minta agar diadakan diskusi panel di Ithrah Institude. Saya hanya tolong menyampaikan dan mungkin hanya sebagai pemerhati soalnya buka fb paling cuman sekali seminggu. Saya rasa ini ide bagus, diskusi tentang buku SMS, dari pada di bahas di sebarang dinding.

Surya Hamidi: Ini juga bagian dari sembarang dinding Abu Alief Al Kepri..!! Siapa yang menjadikan ini dinding resmi yang disepakati?

Azmy Alatas: Abu Alief Al Kepri, Hah..ngapain cuma di itrah? Roadshow dong, setiap kota dan basis kita buat! Tentunya setelah ustadz SA melakukan dan menyampaikan tabayun, apakah mungkin...??? Bukankah ustadz SA itu tokoh fiksi, mana mungkin akan terjadi panel. Kalau dia di panel, ya mustahil yang di panel adalah SA. Bukti bahwa yang di panel adalah SA apa.

Hendy Laisa: Azmy Alatas> ide bagus tuh..ente head to head dengan kami..hitung-hitung sebagai warming up.

Azmy Alatas: Hahahaaaha....sama-sama interpretator ngapain menjadi sok tahu atas konten buku...

Mau bikin tambah kabur dan kagak jelas jluntrungannya? Semua yang berkaitan dengan buku SMS adalah JELAS dan wujud. Penerbitnya, teballnya, halamannya,, penulisnya, alamatnya, dan sebagainya. Bisa antum sentuh dan bisa didengar suaranya.

Lantas bagaimana dengan ustadz SA ?

Apakah beliau nya juga siap?!
Bagaimana mewujudkan yang samar itu?

Pake hijab, pake asap, awan, kabut, topeng atau bagaimana pas kelak di panel...
Hhaahahajahahahaha....seru nih...

Hendy Laisa: kita berdua aja dulu, gak usah libatkan orang lain..SIAP GAK???

dr

Said Hasnizar: Surya Hamidi, Ini juga bagian dari sembarang dinding Abu Alief Al Kepri..!!

Siapa yang menjadikan ini dinding resmi yang disepakati?

========================

Kok jadi ga nyambung ya brey?

Azmy Alatas: Abu Alief Al Kepri, Hah..ngapain cuma di itrah? Roadshow dong, setiap kota dan basis kita buat! Tentunya setelah ustadz SA melakukan dan menyampaikan tabayun, apakah mungkin...??? Bukankah ustadz SA itu tokoh fiksi, mana mungkin akan terjadi panel.

Kalau dia di panel, ya mustahil yang dipanel adalah SA. Bukti bahwa yang di panel adalah SA apa.

=========================

Kok bisa dua-duanya ga nyambung nih.

Azmy Alatas: Yang saya maksud diskusi antara antum berdua dengan tim Ithrah Institude, saya ga bilang ada ustadz SA-nya.

Ongen Amq: Man arafa nafsahu, faqad arafa rabbahu. Mudah-mudahan bisa tau diri masing-masing aja.

Azmy Alatas: Hendy Laisa, Ya sama lah..ga penting situ tau ana bukunya atau enggak, yang pasti di hal.269 paragraf terakhir tertulis:

4. Imam Ahmad meriwayatkan hadis berasal dari Jabir bin Samurah tentang dua belas khalifah/ amir....dan seterusnya.

Silakan dicek...hehehehe...pisss..

;-D

Andika Karbala: Mas Surya di balik akun walaupun nama disamarkan bukan berarti tanpa tanggung jawab. Saya jadi saksi bahwa Ustadz- SA adalah seorang terpelajar yang selalu berhujjah dengan dasar ilmu bukan hujatan dan cacimaki dengan kata kotor tanpa dalil. Justru saya melihat orang yang kata-katanya kotor itulah yang bodong karena tidak sadar bahwa setiap ucapannya walaupun di dunia maya ini akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Saya sependapat dengan Ustadz-SA bahwa Imamah itu merupakan Usuludin dalam keyakinan Syi’ah kalau ada pihak Syi’ah yang meragukan kemakshuman Imam as, lah.. apalagi yang kita banggakan bagaimana kita bisa meyakini marja/ulama kita padahal ulama itu wakil dari Imam Mahdi afs. Ini bukan masalah benci atau tidak benci, hasad atau tidak hasad tapi masalah Usuludin dalam keyakinan kita.

Azmy Alatas: Abu Alief Al Kepri, Ajiiibb...antum mau panel ana dan Surya Hamidi yang tidak terkait dengan bagaimana buku SMS itu terbentuk?

Tujuannya apa?

Apakah tim itrah tidak bisa mengundang tim ABI?

Bukankah antum-antum di sana butuh kejelasan maksud dari buku SMS tersebut?

Atau punya tujuan lain?

Said Hasnizar: Azmy Alatas, Saya hanya menyampaikan saran teman.

Azmy Alatas: Andika Karbala, Emang menurut SMS bukan ushuludin.... Atau menurut arahan dari penjelasan ustadz atas nukilan tersebut sehingga anda berpersepsi bahwa dalam SMS imamah bukan ushuludin? Hehehe...

Azmy Alatas: Abu Alief Al Kepri, Tanya sama Hendy Laisa itu yang dekat dengan orang-orang ABI untuk bisa mempertemukan itrah sama ABI... Hahaha.. Jangan repot-repot..

Said Hasnizar: Azmy Alatas, Mungkin teman itu bermaksud baik dengan mengajak anda dan om Surya Hamidi buat diskusi. hemmm

Hendy Laisa: Nih ada saran nih, saya ga ngerti yang ginian.. Maaf saya mau istirahat. Salam.

SatriaPmlg: Bikinaturanitugampang,,yangsusahitusportifitasdalammelaksanakannya,,,,,khusus buat ,,bang azmiy,,afwan akhiy,,,,

Sang Pencinta: Saya tidak suka menulis ini, tapi karena bahasa ikhwan yang satu ini sudah tidak normal lagi, maka terpaksa saya tulis, ‘Apakah ia pernah bertanya pada Tuan Guru Sinar Agama di wall kami tentang hukum waris’. Kok bisa orang yang dikatai ‘sampah’ dijadikan tempat bertanya!!!. Raksyih. Memang ketika emosional, daya hewaniah membalut akal, maka kebencian begitu mudah menyambar.

Kamal AvicenNa: Jadi betul kalau orang sedang terbawa emosional terlihat sperti orang bodoh..

Sang Pencinta: Perlu dicatet, apa-apa yang terpampang di sini akan kami dokumentasikan sebagai arsip dan khalayak luas ratusan bahkan ribuan pasang mata bisa menyaksikan..

Azmy Alatas: Satria Pmlg, Sudah dibuka halaman bukunya?

Azmy Alatas: @satria pmlg: Anda kasih dong teguran ke akademisi yang sudah puluhan tahun belajar... tapi ga paham gimana kritik ilmiah itu berlaku....

Ini lagi kritik ilmiah atau galang umat buat sepaham sana subyektifitas seseorang? Hehe..piss

Hendy Laisa: Azmy Alatas, Bener-bener gagal paham ckckckck ahsan antum gak usah komen lagi.

Azmy Alatas: Hendy Laisa oh... Hahahaha...

Azmy Alatas: Hendy Laisa, Oh, antum minta di panel diskusi sama ana? Emang nya elu siapa, dan ane siapa? Tujannya kan bredel buku? Anu, bukannya antum punya kontak orang-orang ABI ya?

Kenapa itrah tidak berani datangkan tim ABI sekalian sebagai narasumber, entar Sinar Agama pake teleconference ya juga gapapa seperti yang biasa dilakukan temen-temen via onlen..... tapi ahsan datengkan Sinar Agamanya entar dipakein topeng biar ga ketauan, ...ada fulusnya kan?!

Hehehe...piss...

Hendy Laisa: Azmy Alatas,

Ali Assegaf sedang saya coba undang ABI dari salah satu ormas NU dan semoga mereka diberi hak bicara ... tidak boleh kita dzalim padanya ... walau ormas dzalim ABI tidak berlaku keadilan ...

Ada bentuk yang jelas ... semoga punya rasa malu itu ormas ABI ... tidak terputus rahmat ALLAH yang menyeretnya pada golongan yang dikutuk ALLAH SWT.

https://www.facebook.com/photo.php?fbid=854952831222354&set=a.427089434008698.120077.100001229357851&type=1




Hubungan Tuhan Yang Mutlak dan Suci dengan Manusia (4)

4. Hubungan Tuhan Yang Mutlak dan Suci dengan Manusia (4)

https://m.facebook.com/notes/abil-ghifari/hubungan-antara-tuhan-yang-mutlak-dan-suci-dengan-manusia-4/750247438391999/?refid=21


Sinar Agama: Teman-teman, saya sudah memberikan paparan yang panjang lebar, kalau ada yang tidak benar, maka itu saja yang dibahas. Kalau bisa, hindari kata-kata yang tidak berhubungan, terlebih kata-kata yang tidak diajarkan Ahlulbait as. Malu pada Tuhan, Nabi saww, Ahlulbait as dan tetangga kita.

Biasakan untuk tidak menyempitkan dada. Jangan hanya kalau mengkritik saja bersemangat, tapi tidak mau dikritik. Saya dulu sudah pernah mengatakan bahwa kadang kita yang sudah jadi Syi’ah, kembali kepada yang sebelumnya. Dulu aktif kritik, tapi sekarang aktif menolak kritik.

Kalau diskusi ilmu, maka itu hal yang dianjurkan agama. Niat masing-masing, maka diserahkan pada Allah, toh sebentar lagi kita akan pada mati. Nanti di sana baru akan melihat amal kita masing-masing, semoga kita semua selamat di dunia dan di akhirat kelak, amin.

Dan siapa saja yang masih menghubungkan paling hinanya manusia ini, yakni saya Sinar Agama, dengan orang lain, maka dengan sangat terpaksa saya akan delete dari pertemanan.

Sekali lagi, diskusi ilmu itu, tidak boleh bermuatan politik. Sebab kalau sudah politik, maka akan keluar dari keilmuannya.

Kritik buku, di dunia manapun, sejak jaman Amirulmukminin as, sampai sekarang, tidak harus ke orangnya atau penerbitnya. Kritik tulisan itu, di mana saja, selalu bisa dilakukan di mana saja.

Syaratnya menukil dengan benar yang mau dikritiki. Jadi, tidak ada syarat untuk mendatangi orangnya. Di mana ada undang-undang atau akhlak seperti itu?

Kalau seseorang tidak ingin dikritiki, maka jangan menulis buku atau tulisan di media umum, seperti majalah, koran dan semacamnya.

Buku yang menulis dengan terang-tarangan bahwa marja’ dikatakan konsultan dan tidak wajib ditaati, sudah jelas merupakan buku yang menyesatkan. Sebab semua mujtahid mengatakan bahwa amal orang yang tidak taklid/taqlid itu adalah batal. Karena itulah, maka dengan sangat terpaksa saya tuliskan pernyataan di atas. Belum lagi masalah imamah dan khilafah seperti yang sudah kita diskusikan sebelumnya.

Sinar Agama: @Surya, kalau benar komentar antum itu, bahwa saya sampah, maka semoga Tuhan mengampuniku, dan kalau salah, semoga Tuhan mengampunimu, demi kesyahidan imam Ridha as yang bertepatan dengan hari ini, amin.

Oh iya, seandainya antum membawa bukti tulisanku yang sama dengan tulisan di buku SMS itu, maka saya akan ucapkan terimakasih. Sebab saya yakin tidak pernah menulis seperti itu. Kalau memang ada, tunjukkan buktinya, jangan hanya berimej saja.

Satria Pmlg: Nyimak ustadz,,,,teruskan ustadz,,,,sportiflah hai kawan semua dengan keilmuan ,,jangan mentang-mentang punya organisasi jadi buat sombong,,,, kepada sesama,,,,, tidak ada gunanya,,, jangan jadikan oraganisasi sebagai beaking kaya anak kecil aja,,, mandiri jangan kroyokan,,

Azmy Alatas: Sinar Agama, Afwan, mungkin dinukil dari hal.16-29...biar utuh..

Sinar Agama: @Azmy, Silahkan nukil. Atau nukil seluruh kitabnya biar sangat utuh.

Sang Pencinta: Azmy, Kalau perlu foto seluruh halaman buku dan tampilkan di sini, supaya yang belum baca bisa baca, supaya yang belum utuh menjadi utuh banget.

Sinar Agama: @Azmy, Kalau mau sehat diskusi, maka nukilkan yang beda dengan persepsi lawan bicara atau teman diskusi antum. Jangan menglobalkan masalah, seperti saya membaca di antara halaman ini dan itu, maka saya beda pahaman. Lah....bok disebutkan bagian mana yang membuat beda dengan pahaman kami-kami. Itu baru benar cara diskusianya. Ingat, jangan membuat rabaan dan persepsi tanpa bukti nukilan, karena saya tidak akan menanggapinya sama sekali. Wong kita diskusi buku kok, bukan diskusi dengan pandangan antum. Jadi, harus bersumber kepada buku, baru pahaman antum tentang bukunya itu. Nah, kalau bukunya berhalaman-halaman, maka nukilkan yang antum maksud dimana membuat antum berpersepsi tertentu yang, katakanlah membuat antum beda dengan kami itu.

Azmy Alatas: Fasilitatornya siapa tuh? Bukannya dari awal memang diskusi ini sudah tak sehat, bahkan dari bulan oktober kemaren.

Azmy Alatas: Justru karena diskusi buku, bukan diskusi 1 cuil nukilan buku...

Satria Pmlg: Ikut bertnya,, pada azmiy,,, kalau menurut buku sms,,, mengatakan bahwa,,,yang mutlaq suci tidak langsung berhubungan dengan yang relatif,,, karna ketika berhubungan lansung akan menciderai dari pada kemutlakan yang suci,,, maka untuk menjembatani hubungan keduanya itu apa,,,??? Wong selain TUHAN, itu tidak mutlaq,,,, afwan akhiy Azmy tolong jawab,,,

Azmy Alatas: Satria Pmlg, Baca buku SMS bab iman mutlak dan iman relatif hal.16-29....
Akan ketahuan jembatannya...

Satria Pmlg: Bang Azmiy,,,, Antum tau ga PENJABARANNYA bahwa NABI MUHAMMAD adalah sayyidil wujud,,,dan penyebab terciptanya mahluq,,,, coba antum kaitkan dengan masalah di atas,,,,,,

Azmy Alatas: Satria Pmlg, Antum sudah baca buku itu atau belum?
Terutama hal 16-29?

Muhammad Wahid: Sekedar me-refresh.. bagi yang bingung mengikuti diskusi ini: https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-1/10152453504393937

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-2/10152453555563937

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-3/10152453570878937

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-4/10152453662393937

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-5/10152453769278937

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-6/10152453831143937

https://www.facebook.com/notes/teguh-bin-suhedi/imamah-khalifah-menurut-buku-syiah-menurut-syiah-bagian-7/10152455316408937

Azmy Alatas: Saya kutipkan catatam bagus nih:
Yuk belajar dari tabloid NOVA bagaimana cara mengkritik yang baik dan benar:

Tidaklah mudah melontarkan kritik. Salah-salah, kritik yang kita ucapkan bukannya berdampak membangun, tetapi malah permusuhan yang kita dapat gara-gara rekan yang kita beri kritikan tidak terima atas kritik membangun yang kita beri.

Berikut ini beberapa tips untuk memberikan kritik membangun agar kritikan Anda tidak percuma dan juga tidak melukai perasaan orang yang Anda kritik, serta membuat orang tersebut memberikan respon serta dengan senang hati mau memperbaiki kekurangannya.

Mengabaikan karakter.

Bila ingin kritikan Anda mencapai sasaran yang tepat, usahakan untuk tidak mengungkapkan kekurangan diri rekan yang Anda kritik di dalam kritikan Anda. Bila Anda mulai membicarakan kekurangan dirinya, dia akan menginterpretasikan komentar Anda sebagai sebuah serangan dan hal ini akan menggagalkan tujuan Anda semula. Memang tidak selalu mudah untuk memisahkan seseorang dari pekerjaannya, tetapi di dalam memberikan kritikan Anda harus dapat memilahnya.

Gunakan bahasa yang tepat.

Setiap kata yang Anda ucapkan dapat memberikan arti yang berbeda. Gunakan terminologi yang berhubungan dengan masalah yang ingin Anda sampaikan secara profesional.

Usahakan jangan mencela. Bahkan kritikan yang sangat tajam pun dapat Anda sampaikan dengan bahasa yang halus. Agar tidak tampak arogan ataupun kasar, Anda dapat memulai kritikan Anda dengan: “Menurut saya, kelihatannya kamu….” Atau “Mungkin saya salah, tetapi …”.

Berikan fakta yang sesuai.

Kemujaraban dari kritik yang membangun adalah dengan meyampaikannya sesuai dengan porsinya. Sebaliknya hal-hal kecil yang tidak perlu disampaikan dapat menggagalkan usaha Anda. Bila Anda melihat kritikan tidak mungkin diberikan, lebih baik Anda diam.

Kendalikan emosi.

Memberikan kritikan yang efektif menuntut Anda untuk dapat menetralisir emosi Anda agar tidak mengungkapkannya secara blak-blakan. Untuk situasi tertentu Anda harus memperhitungkan perasaannya dan tidak mempermalukannya. Pada saat yang sama, perasaan Anda pun harus diperhitungkan agar tidak memihak dan dapat membuat Anda menjadi tidak dapat dipercaya.

Fokus.

Pusatkan pada apa yang dapat dilakukan, dan bukan pada apa yang telah dilakukan. Untuk perbaikan, arahkan pada kesempatan yang spesifik dan hindari membeberkan kekurangannya.

Jaga agar kritikan Anda merupakan kritikan yang positif serta bijaksana dan berguna. Seseorang tidak akan merasa diremehkan bila dia diberi kesempatan dan bukannya dikatakan bahwa pendapatnya tidak kompeten atau kurang baik.

Empati.

Salah satu langkah yang paling manjur yang dapat Anda lakukan sebelum memberikan kritikan adalah dengan menempatkan diri Anda pada posisi orang yang akan Anda kritik.

Tidak semua orang senang dikritik dan biasanya seseorang akan merasa diserang dan bila hal ini yang terjadi, sangat wajar bila orang yang dikritik menjadi bersikap membela diri.

Bersikap objektif.

Berikan alasan yang dapat diterima, bukan pandangan yang subyektif. Semua jenis kritikan dapat mengandung berbagai prasangka tetapi Anda dapat mengatasinya dengan menyadari bahwa komentar yang benar dan didasari dengan alasan yang kuat lebih dapat diterima.

Tidak mudah bagi seseorang untuk membela diri terhadap kritikan yang beralasan tetapi sangat mudah mencampur adukkan kritikan yang didasari atas perasaan suka ataupun tidak suka. Kemahiran Anda hilang dalam sekejap bila Anda memberikan komentar yang tidak beralasan dan sembarangan.

Berikan kesempatan.

Beri kesempatan kepada bawahan atau rekan yang Anda beri kritik untuk merespon. Secara psikologis sangat penting adanya jeda antara saat Anda memberikan kritikan dan saat lawan bicara Anda memberikan penjelasan dari sisinya.

Sikap menawarkan penjelasan memberikan kepuasan intelektual dan membantu orang tersebut mempertahankan egonya. Lebih jauh lagi Anda memberikan kesan adil dan memiliki wawasan yang terbuka, meningkatkan kredibilitas Anda dan mengurangi kesempatan komentar Anda diabaikan atau dilupakan.

Sumber : Tabloid Nova

Sinar Agama: Teman-teman, Azmy ini kelihatannya suka muter aja. Halaman-halaman mulu yang diomongin. Sudah dibilang kalau ada hal nukilkan yang mau dijadikan bantahan, kok malah teruuuuusss aja ngomongin halaman. Ana benar-benar ragu, jangan sampai ia tidak punya bukunya. Dan ingat, kalau dia nukilkan panjang lebar yang tidak ada to the poin pada maksudnya, sayapun tidak akan membuang waktu melayaninya. Dakwaan kita sudah jelas seperti ini buku ini menyesatkan karena diantaranya menganggap marja’ itu hanya tempat konsultasi dan tidak wajib ditaati. Nah, Azmy bisa mengambil nukilan selain ini, dan to the poin, baru saya akan layani.

Afwan, hal ini ana harus ambil keputusan karena banyak sekali pekerjaanku dan sudah kita kasih peluang untuk Azmy beberapa kali. Jadi, kalau masih seperti itu, maka tolong jangan gugat ana kelak di akhirat kalau tidak memberikan arahan atau jawaban atau tanggapan. Afwan.

Satria Pmlg: Bang Azmy kira-kira dari komentar antum yang sesuai dengan tabloid nova,,yang mana,,,? Bang Azmy ini kayanya mau bikin aturan cara memberi kritikan,,,terima kasih kawan,,cuman coba antum koreksi lagi komen-komen antum.

Anggelia Sulqani Zahra: Aduuuh gimana mau diskusi kalau akunnya tertutup untuk umum..

Azmy Alatas: Anggelia Sulqani Zahra, Coba dibaca etika kritik yang saya kutipkan...agar elegan dan indah....

Azmy Alatas: Satria Pmlg, Saya orang awam yang tak terdidik dan tak tahu etika mengkritik. Baru saja tahu lewat tabloid Nova barusan.

Namun, bagi mereka yang telah menempuh pendidikan tinggi, berpuluh tahun dan memang berkecimpung di ruang akademik, rasanya tak pantas jika tak tahu atau tak mau tahu mengenai etika kritik tersebut.

Apalagi jika ruang diskusinya berkaitan dengan agama. Kalau saya lahir dari jalanan dan berandalan, sangat tak pantas meletakkan perbandingan ketakbersantunan saya dengan mereka yang menjadi panutan yang setiap saat bersentuhan dengan risalah etik.

Azmy Alatas: Anggap saja saya tak punya bukunya ustadz, berarti pihak moderator yang sudah dipastikan punya buku dan bahkan membedahnya bisa diminta untuk menukilkannya.

Saya menganggap halaman-halaman yang berurutan tersebut, terutama bagi saya yang awam dan bodoh ini cukup clear dan bisa memberikan penjelasan.

Memang benar, jika kita cuma nukil bait kalimat yang ada di status tersebut akan memberikan kesan tak lengkap.

Setidaknya itu yang saya tangkap dari penjelasan buku tersebut.

Idea Abdul Majid: Pembahasan pendek jadi panjang atas usulan kepongahan dan keangkuhan.
Membosankan.

Said Hasnizar: Surya Hamidi, Beberapa tahun lepas, tatkala baru kenal di Dumay, saya respek anda. Menurut saya, anda adalah seorang Syi’i yang pintar dalam berdebat/dialog di Dumay.

Seiring berjalan waktu, respek itu berkurang separuh, melihat rajinnya anda apdet status (kualitasnya semakin menurun dengan meningkatnya kuantitas statemenmu).

Sampai kemaren, saya juga masih respek.

Namun sedetik setelah anda mengucapkan “SAMPAH” kepada manusia yang banyak menuntun manusia lain yang jahil, respekku padamu jatuh ke titik NOL.

Maaf ya Surya Hamidi, ini ucapan ikhlasku.

Azmy Alatas: Hihihihi....makanya nih, buat yang pinter-pinter di sini....pake etika kritik dan diskusi...ga usah pake kitab 20 jilid...cukup baca nukilan artikel dari tabloid Nova itu loh...udah ku tulis di komen....

Surya Hamidi: Terima kasih... aku pun tidak berharap respek dari siapapun disini. Aku tidak melihat adanya orang yang berakhlaq disini. Semua sudah diboncengi iblis dengan hasad membara untuk memecah belah Syi’ah nusantara.

Surya Hamidi: Mengkritik dengan bahasa preman, mafi akhlaq, berlindung di akun bodong. Yang dikritik orangnya jelas, pakai nama asli, ada organisasi resmi yang bisa didatangi oleh akun-akun bodong disini.

Surya Hamidi: >>>> Yang mau melakukan kritik, saran, diskusi atau apapun namanya, mengenai buku itu dapat langsung ke alamat penerbit yang sudah tertera dalam buku. InsyaAllah kalau tidak bisa memahami akan dipahamkan. Kalau gagal paham itu tergantung pribadi masing-masing.

Jangan cuma jadi banci yang berlindung di akun bodong dan menyulut pertikaian sesama syi’i.

Azmy Alatas: Jleb!!!

Bener juga ya...organisasi jelas, tim penulis jelas, penerbit jelas, tokoh-tokoh yang nulis pasti terdata, daftar pustaka jelas, bukunya sudah wujud jelas juga.....baru ngeh!!!

Lalu pengkritiknya, yang belum pernah baca tabloid Nova itu, asal usulnya bagaimana ya?Ajiiibbb....syukron Surya Hamidi bikin melek mata ane...

Said Hasnizar: Kritik muncul karena yang nulis ngaku-ngaku mewakili Syi’ah tapi terbukti isinya jauh dari apa yang difahami orang Syi’ah. Hatta meski benar sekalipun tulisan yang ada di dalam buku SMS, mereka tak punya hak sedikitpun merasa mewakili Syi’ah, marja bukan, kok bisa mengatakan fahamnya mewakili Syi’ah???

Andai saja judulnya Syi’ah menurut ABI, atau Syi’ah menurut Muhsin Labib, mungkin tak ada yang mau peduli, toh itu faham mereka. Tapi karena judulnya seolah-olah menunjukkan bahwa itu faham Syi’ah secara keseluruhan, maka baik secara langsung atau tidak langsung banyak yang mengkritik.

Masa kritik buku bisa dituduh pemecah belah....sentimentil bingit dah.

Hendy Laisa: Azmy Alatas> Baiknya antum baca baik-baik pernyataan ustadz “Ingat, pernyataan ini, dan diskusi ini atau yang sebelumnya serta yang berikutnya, sama sekali tidak bermuatan politis, tapi benar-benar hanya bermuatan ilmu dan keilmuan. Karena itu, pernyataan dan semua diskusi saya di fb ini, tidak ada hubungannya dengan ormas ABI sama sekali, karena yang saya soroti dan niati, benar-benar hanya buku tersebut yang, kebetulan ditulis oleh penulis-penulis yang kebetulan dari Tim ABI “

Azmy Alatas: Abu Alief Al Kepri, Udah dibahas kemaren di bab judul...baca noh komen ane.. gamblang seterang matahari...

Anggap aja SMS ini, mereka mewakili aliran sesat, nah, kalau mau bantah dan kritik ya pakai metode yang sesuai sama ajaran tabloid Nova itu loh di atas....mau ku kutipkan lagi?

Hendy Laisa: Azmy Alatas> Antum ini lucu banget, mau ngajari orang cara kritik, antum paham siapa yang antum mo ajari kritik? ilmu antum yang berdasar tabloid Nova kok dipake mo ngajar orang yang sudah lama belajar di hauzah.

Said Hasnizar: Azmy Alatas, santai aja kalee.

Saya bukan wahabi yang suka menganggap yang tak sefaham sebagai aliran sesat bro.
Pro dan kontra itu biasa, asal jangan ngaku-ngaku wakili madzhab....hahaha.

Azmy Alatas: Hendy Laisa, Huahahahaha.....saya kritik baju nya bukan kritik yang pakai baju....?
Saya kritik orangnya bukan bajunya? Atau saya kritik bajunya setelah dipakai oleh orang itu?

Eh, Sang Pencinta coba ente kutip lagi link yang bantahan Sinar Agama pada bulan oktober itu.... biar mas Hendy Laisa bisa menilainya, apakah sesuai metode tabloid Nova atau tidak..

Hehehe...piisss...

Surya Hamidi: Kritik aja langsung ke kantor ABI. Kenapa kalian begitu pengecut di sini?

Syi’ah menurut Syi’ah itu sebagai jawaban bagi pandangan umum orang yang menyesatkan Syi’ah dan buku terbitan MUI. Apakah kalian sudah membuat bantahan terhadap buku tersebut? Emilia aja sudah berani membantah, kenapa ga kalian kritik juga buku bantahan yang ditulis emilia yang sok mewakili Syi’ah tersebut?

Sebenarnya bukan bukunya yang jadi persoalan disini. Yang jadi persoalan itu adalah sosok di belakang buku itu yang menurut Sinar Agama jadi pesaing dia dalam keilmuan. Dia hanya ingin dirinya sebagai satu-satunya orang yang dianggap berilmu di Indonesia. Jadi marja tunggal untuk Indonesia.

Hendy Laisa: Azmy Alatas> Gak penting bagi ana metode tabloid nova yang dikarang siapa, yang penting bagi ana kritik ilmunya kena, pas, masuk akal ana yang cetek... daripada ente udah dijelasin ulang-ulang kali masih gak paham-paham juga... bener kata ustadz jangan-jangan antum gak punya bukunya.

Azmy Alatas: Hahaha...wah, ada yang belajar puluhan tahun di hauzah to? Atau ngaku-ngaku, kaya penulis buku SMS yang menurut sebagian orang bisa dibilang ngaku-ngaku Syi’ah?

Said Hasnizar: Sebenarnya bukan bukunya yang jadi persoalan di sini. Yang jadi persoalan itu adalah sosok di belakang buku itu yang menurut Sinar Agama jadi pesaing dia dalam keilmuan.

Dia hanya ingin dirinya sebagai satu-satunya orang yang dianggap berilmu di Indonesia. Jadi marja tunggal untuk Indonesia.

======================

Surya Hamidi kelihatannya anda ini sudah ma’rifat ya,,, bisa baca hatinya Ustadz,SA.

Hendy Laisa: Surya Hamidi> Komen antum terlalu subjektif..di penjelasan ustadz jelas MURNI SOAL ILMU DAN KEILMUAN, SAMA SEKALI TIDAK BERMUATAN POLITIS.

Surya Hamidi: Coba anda yang berkarya biar dikritik orang juga. Jangan cuma mampu mengkritik dengan menyemai bibit-bibit perpecahan.

Said Hasnizar: Surya Hamidi, Dengan komentar anda terakhir, respek saya jadi turun lagi nih... minus.

hahahaha

Azmy Alatas: Hahaahaha...Hendy Laisa kok sekarang antum yang politis?

Hendy Laisa: Jangan berwilayah AB kalau gak mau dikritik.

Azmy Alatas: Makin banyak bicara makin kelihatan muter-muternya ente.

Surya Hamidi: Giliran komentku anda anggap subjektif, tapi koment kalian termasuk akun bodong Sinar Agama pun subjektif tapi kalian tidak bisa melihatnya.

Hendy Laisa: Subjektifnya dimana??? Yang ustadz SA kritik kan ILMU DAN KEILMUAN tanpa nyebut organisasi atau person.

Azmy Alatas: Abu Alief Al Kepri, Tampaknya antum dan Hendy Laisa sudah kasyaf sehingga tahu kalau ustadz tidak politis...hehehehe...

Surya Hamidi: Abu alif, soal respek... aku ga berharap tuh. Siapapun sudah tau kalau aku ga butuh penghargaan siapapun. Emangnya aku butuh penghargaan manusia?

Hendy Laisa: Azmy Alatas> kasyaf sih gak tapi masih ma’rifat.

Said Hasnizar: Azmy Alatas dan Surya Hamidi, Rasanya ga perlu kita saling ejek ya bro dan brey, dengan wahabrot saja saya ga suka saling ejek saling sindir, inikan lagi dengan Syi’i. Maaf ya.

Hiduplah mereka yang selalu objektif. Shalawat.

Azmy Alatas: Hendy Laisa, Alhamdulillah masih bisa muter-muter mas... kalau enggak, saya ga bakal dapat nukilan tabloid Nova itu....hehehe...

Said Hasnizar: Surya Hamidi, Respekku tak pernah aku ucapkan bertahun-tahun bro, kecuali saat respek itu jatuh ke angkan minus....sekarang ini.

Hendy Laisa: bagi-bagi dung ma’rifatnya..

Surya Hamidi: Hendy Laisa... haha.

Sudahlah, mata anda sudah tertutup dan yang ada hanya kebencian yang mendalam kepada tim pengarang buku tersebut.

Ketika Syi’ah disesatkan oleh MUI, kalian hanya bisa terkentut. Namum ketika orang lain berkarya, kalian kebakaran bulu.

Azmy Alatas: Abu Alief Al Kepri, Nasehati juga dong ustadz SA agar kalau kasih kritikan ke orang ada tempat dan metodenya, mestinya mikirin gimana biar para asatid di Indonesia pada bisa duduk bareng dan satuin pikiran, ini malah jadi tim sorak kedengkian dan tendensi.

Said Hasnizar: Azmy Alatas, Sudah bisa ngetik di jam segini aja sudah syukur, saya ga punya waktu buat seperti yang anda katakan. Sibuk cari nafkah.

Hendy Laisa: Surya Hamidi, Ah itu perasaan antum aja, kami di sini sering kok ketemu tim ABI yang datang kemari.. biasa aja tuh, di luar diskusi ilmu pertemanan tetap dijaga... kalau antum kayaknya gak gitu deh...

Surya Hamidi: Ga pake kayaknya, ini post yang sudah jelas arah dan tujuannya. Begitu juga post di wall kamu.



=========

((Bersambung ke : Hubungan Antara Tuhan Yang Mutlak dan Suci dengan Manusia (5).))

Nishfu Al-Sya’baan (kelahiran Imam Mahdi as tahun 255 HQ) dan Amalannya


by Sinar Agama (Notes)  on June 22, 2013 June 22, 2013 at 4:41pm
seri tanya jawab AB Saliem dengan Sinar Agama

AB Saliem mengirim ke Sinar Agama: 16 Juni, Shalawat...salam wa rahmah...semoga keluarga kita selalu dalam naungan hidayah-NYA, afwan ustadz (kadang ana risih mau bertanya dengan segudang kesibukan antum menjawab pertanyaan yang masuk)..ana mau minta pencerahan tentang nishfu sya-ban dan amalannya...syukron...shalawat.   

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Coba tunggu dulu nukilan Pencinta, karena sepertinya saya sudah pernah menuliskannya. Kalau belum, in'syaa Allah nanti akan dituliskan.  

Sang Pencinta: Di arsip berlangganan gak ada ustadz.  

Sinar Agama: Kalau kelamaan, bisa managihnya lagi di dinding yang baru, karena takut tidak terlihat karena sudah mulai ke bawah.  

Sang Pencinta: Begitu juga di note ustadz.   

Sinar Agama: Yang Khusus di hari ini adalah:  



Rosihan Anwar: fatwa aneh... Rasulullah tak satupun mengeluarkan dalil.. imam Mahdi lahir di 15 sya’ban.. aneh..anehh. Kepiting Takkan berhenti-Melawan Dunia iya, dalilnya mana pak? 

Ammar Dalil Gisting: Syukran Ustadz, Jazakallahu khaeran katsir. Oh, aduhai indahnya malam kelahiran manusia agung.. malam yang penuh berkah, menu hidangan tersaji alangkah sempurnanya. Semoga  Allah Swt mengaruniakan kekuatan untuk bisa mengamalkannya. Amin. Inilah salah satu keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari ajaran Ahlul bayt Nabi Saww, yang tidak terdapat pada selain-nya (Ahlul bait as).  

Lm Irawansyah: afwan, ijin copas ustadz. Syukran.. 

Nur Cahaya: 77:50 Maka kepada hadis apakah selain al Qur'an ini mereka akan beriman? Kisah-kisah Imam Mahdi Mereka mendustakan Allah, berita-berita itu haram 7:33. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua jempol dan komentarnya. 

Apriyano Oscar S: Ustadz Sinar Agama, saya dengar ada shalat sunnah malam nishfu syaban. Mohon uraian ustadz atas shalat tersebut. Terima kasih ustadz.

Sinar Agama: Rosihan:  

1-  Emangnya kamu hafal seluruh hadist-hadist Sunni? 

2-  Kalau berkata hafal, maka sudah pasti dusta. Karena 12 imam yang semuanya dari Ahlulbait as ada di Bukhari dan Muslim. Lah, siapa imam-imam 12-mu itu??? Ingat, imam harus makshum karena kalau tidak, maka dilarang untuk ditaati, QS: 76: 24: 

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِمًا أَوْ كَفُورًا


Maka sabarlah kamu dengan hukum Tuhanmu, dan jangan taati orang-orang yang memiliki dosa dan orang-orang yang kafir!” 

Sementara taat pada imam ini, sudah ada sejak jaman Nabi saww, QS: 4: 59:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan pemimpin diantara kalian (yakni sesama manusia, yakni imam manusia dan bukan imam kitabullah)!!” 

Karena itu, imam itu sejak di jaman Nabi saww yang wajib ditaati seperti nabi Harun as yang wajib ditaati di samping nabi Musa as. 

Hal ini tidak melahirkan dualisme kepemimpinan karena sama-sama makshum dan, yang satu ketua satunya atau imam satunya, serta yang lain imam ke dua-nya, mirip dengan presiden dan wakilnya. 

3-  Kalau tentang kelahiran, seperti tanggal dan lahirnya, maka kalau kamu tidak pernah belajar sejarah asli, dan hanya belajar sejarah yang diterjemahkan dimana dari awal sudah dipilih oleh pendahulu-pendahulumu, maka jelas tidak akan tahu kelahiran tersebut. 

Kelahiran imam Mahdi as itu, bukan hanya disaksikan kitab-kitab Syi’ah, tapi kitab-kitab Sunni, kitab-kitab syajarah/silsilah dari kitab-kitab Sunni, juga banyak meriwayatkan kelahiran imam Mahdi as ini. 

Hanya saja Sunni, karena tidak meyakini kemakshuman 12 imam, maka mereka sering menganggapknya sebagai imam yang berarti penghulu orang-orang taqwa, alim ulama dan semacamnya. 

4-  Mungkin kamu belum kenal siapa Ahlulbait atau Aalu Muhammad yang kamu shalawati tiap hari dalam shalat-shalatmu. Mereka itu adalah keluarga Nabi saww yang makshum as, QS: 33:33:

 إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا

Sesungguhnya Allah HANYA ingin menghindarkan SEGALA DOA dari kalian AHLULBAIT dan MEMBERSIHKAN kalian sebersih-bersihnya.” 

‘Aisyah menyaksikan bahwa turunnya ayat ini hanya untuk Ahlulbait yang khusus, yaitu hdh Faathimh as, imam Ali as, imam Hasan as dan imam Husain as. 

Tentu saja ‘Aisyah tidak mengatakan sebagai imam, tapi mengatakan bahwa sebab turun ayat tersebut untuk mereka, lihat di shahih Muslim, 2/368; Mustadrak Hakim, 3:147; dan lain-lain. 

Sedang kesaksian istri yang lain Nabi saww, yaitu Ummu Salamah, bisa dilihat di: Turmudzi, 5/31, 328 dan 361; Syawaahidu al-Tanziil, 2/24 dimana ia menukil sktr 33 hadits; Tafsir Ibnu Katsiir, 3/484-485; dan lain-lain. 

5-  Jadi, kalau di shahih Bukhari (hadits ke: 7222 dan 7223) dan shahih Muslim (hadits ke: 3393, 3394, 3398) hadits Nabi saww mengatakan bahwa pemimpin itu 12 orang yang semuanya dari Quraisy, maka mereka itu adalah makshum dan mereka itulah Ahlulbait yang disebutkan di ayat di atas itu dan, yang kita shalawati tiap hari itu. 

6-  Setelah kita tahu bahwa imam 12 itu makshum, maka lihatlah hadits-hadits Rasul saww tentang imam Mahdi as berikut ini, tentu saja, saya hanya akan menyebutkan sedikit saja hadits-hadits Sunni dari yang menyebutkan bahwa imam Mahdi as itu dari Nabi saww, Ahlulbait, akan ghaib lama sekali hingga membuat umat kebingungan, dimakmumi nabi Isa as dan akan meratakan keadilan Islam di seluruh dunia sesuai dengan janjiNya yang sampai sekarang belum terwujud (QS:9:33; 48:28 dan 61:9). 

Hadits-hadits itu sebagai berikut: 

a- Kanzu al-'Ummaal, 7/186:
ما في كنز العمّال ( ج7 ، ص186 ) ،عن حُذيفة ، قال ، قال رسول الله ( صلّى الله عليه وآله وسلّم ) : (( المهدي رجلٌ من وُلدي ، وجهه كالكوكب الدرّي )) من مسند الرُوْياني .
المؤلِّف :آخر الحديث في الصواعق المحرقة لابن حجر ( ص100 ) ، ولفظه يساوي ما يأتي من إسعاف الراغبين سنداً ومتناً .


"Mahdi itu dari keturunanku, wajahnya seperti bintang yang menyala"

Dan hadits-hadits Sunni yang serupa dengan hadits di atas dimana selain yang menerangkan keturunan Nabi saww, juga ada yang menjelaskan bahwa:
- Akan meratakan keadilan (Islam) di dunia setelah dunia dipenuhi kezhaliman,
- atau yang menerangkan bahwa dunia tidak akan kiamat sebelum keluarnya imam Mahdi as itu,
- atau juga dilengkapi dengan penjelasan nama dan julukannya yang sama dengan nama dan julukan Nabi saww,
- atau dimakmumi nabi Isa as .......dan seterusnya, bisa dilihat di:
al-'Urfu al-Wurdaa, 66 yang meriwayatkan dari al-Ruuyaanii dalam musnadnya dan Abu Na'iim dalam kitabnya Shifatu al-Mahdi;
Is'aafu al-Raaghibiin, 124 yang berkata bahwa riwayat ini dari al-Ruuyaanii dan Thabrani dan lain-lain-nya; Nuuru al-Abshaar, 153; 'Aqdu al-Durar, bab ke 3, hadits ke 46 dimana ia juga menjelaskan bahwa Abu Na'iim dan Thabrani juga meriwayatkan hadits ini, dan di bab 10, hadits ke 310 menerangkan bahwa nabi Isa as bermakmum kepada imam Mahdi as dimana Abu Na'iim juga meriwayatkannya.
al-Fushuulu al-Muhimmah karya Ibnu al-Shabbaa' al-Maaliki, hal 275-276; Dzakhaairu al-'Uqbaa, karya Thabari al-Syaafi'ii dimana di bab 1, hadits ke 9 meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, begitu pula di hal. 136 meriwayatkan dari Hudzaifah; al-Kanji dalam kitabnya al-Bayaan, bab 13 dari Hudzaifah yang dihasankan olehnya, begitu pula di bab 2, hadits ke: 42 dari Abdullah bin Umar; Tadzkiratu al-Khawaaash, 377 dimana ia juga mengatakan bahwa riwayat ini juga diriwayatkan Abu Daud; Sunan Abu Daud, 2/422;
Shawaaiqu al-Muhriqah, 98; Arjahu al-Mathaalib, karya Syaikh Abdullah Amrtusrii al-Hindii al-Hanafii, 378; Faraaidu al-Simthain, jld 2, hadits ke: 19; Ghaayatu al-Maraam, 704; al-Jaami'u al-Shaghiir, karya Suyuuthii, hadits ke: 9244; Mishbaahu al-Sunnah, 2/134; Mustadraku al-Haakim, 4/557.

Catatan: Alamat-alamat hadits di atas, bukan berarti di kitab-kitab itu hanya satu atau dua hadits, tapi banyak hadits. Tapi karena sekedar mencontohkan, maka disebutlah satu dua hadits di atas dari kitab-kitab tersebut.
b- Hadits-hadits Sunni yang menerangkan bahwa imam Mahdi as itu adalah Ahlulbait as dimana berarti makshum sebagaimana di QS 33:33 itu. Artinya, bahwa imam 12 itu semua Ahlulbait yang makshum sampai ke imam Mahdi as. Ini jelas merupakan penjelasan Nabi saww terhadap penerapan Ahlulbait yang makshum di Qur an itu. Dan hal ini, jelas merupakan hak Nabi saww sebagai penjelas Qur an dan maksudnya.

Hadits - hadits Sunni yang menerangkan bahwa imam Mahdi as itu dari Ahlulbait as, sebagai berikut:

المهدي مِنّا أهل البيت ، رجل مِن أمّتي، أشمّ الأنف ، يملأ الأرض عدلاً كما مُلئت جوراً
"Al-Mahdi itu dari kami Ahlulbait, seorang lelaki dari aku, peka penciumannya dan meratakan keadilan di bumi setelah dipenuhi dengan kezhaliman (seperti wahabi, Israel, Amerika dan Eropa, penj.)."

Hadits-hadits seperti itu bisa dilihat di kitab-kitab berikut yang mana akan disebutkan satu hadits saja dari kitab-kitab itu seperti hadits-hadits sebelumnya: 'Aqdu al-durar, bab 3, hadits ke: 44; al-Malaahim wa al-Fitan, karya Abu Na'iim, bab. 19; Al-Bayaan karya al-Kanjii al-Syaafi'ii, 312; Shawaaiqu al-Muhriqah, 100; Kanzu al-'Ummaal, 7/166; Sunan Ibnu Maajah, 2/269 yang juga dari Abu Daud; Muntakhab Kanzu al-'Ummaal, 6/30 yang diambil dari Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Maajah; Al-Jaami'u al-Shaghiir, karya Suyuuthi, hadits ke 9243; Ibnu Maajah dalam Sunannya, 269; Ahmad bin Hanbal, 1/84; Kanzu al-'Ummaal, 7/166; Dzakhaairu al-'Uqbaa, 44; Sunanu al-Daaru al-Quthnii yang dinukil dalam Arjahu al-Mathaalib, 385; Sunan Abu Daud, 2/208; Tadzkiratu al-Khawaash, bab 6, imam Ali as yang mengatakan: "
Mustadraku al Haakim, 4/557; dan lain-lain yang seambrek jumlahnya di hadits-hadits Ahlussunnah.

7- Sedang periwayatan tentang lahirnya imam Mahdi as di Ahlussunnah bahwa beliau as lahir di th 250-an di Samarraa' dan merupakan putra dari al-Hasan al'Askari as (imam ke 11 Syi’ah), sebagai berikut:
a- Ahmad bin al-Huasain al-Baihaqi al-Nisaaburi (458 H), dalam kitabnya Syu'abu al-Iimaan. Ia berkata bahwa ada dua pandangan tentang imam Mahdi as. Pertama dari keturunan Faathimah yang akan diutus kapan saja yang Allah kehendaki. Ke dua, yang lahir di tahun 255 H di hari Jum'at pada tanggal15 Sya'baan. Dan Baihaqii sendiri mengatakan bahwa panjangnya umur al-Mahdi ini tidak mustahil seperti nabi Isa as dan nabi Khidhr as. Baihaqi juga berkata banyak orang-orang Kasyaf/wali dari ulama Sunni yang meyakini hal tersebut.
b- 'Allaamah Abu Muhammad 'Abdullah bin Ahmad al-Khasysyaab (567 H) dalam bukunya Taariikhu Mawaaliidi al-Aimmah Wa Wafiyaatihim.
c- Sayikh Kamaaluddiin Abu Saalim Muhammad bin Thalhah al-Halabii al-Syaafi'ii (562 H) dalam kitabnya Mathaalibu al-Suaal, 88.
d- Syahaabuddin Abu 'Abdillah Yaaquut al-Humawi al-Ruumii al-Baghdaadi (626 H) dalam kitabnya Mu'jamu al-Buldaan, 6/175.
e- Syaikh Fariiduddin 'Aththaar (627 H) dalam kitabnya Mazhharu al-Shifaat.
f- Syaikh Muhyiddin Muhammad yang dikenal dengan Ibnu al-Haatimi al-Thaa-ii al-Andalusii al-Syaafi'ii atau Ibnu 'Arabi (638 H) dalam kitabnya Futuuhaatu al-Makkiyyah, bab 366. Dia berkata mirip dengan yang lain-lainnya:

اعلموا أنّه لابد من خروج المهدي ( عليه السلام ) ، لكن لا يخرج حتى تمتلئ الأرض جوراً وظلماً ، فيملأها قسطاً وعدلاً ، ولو لم يكن من الدنيا إلاّ يوم واحد لطوّل الله تعالى ذلك اليوم ، حتى يَلِي ذلك الخليفة ، وهو من عِترة رسول الله ( صلّى الله عليه وآله وسلّم ) ، مِن وِلد فاطمة ( رضي الله عنها ) ، جده الحسين بن علي بن أبي طالب ، ووالده الحسن العسكري ، ابن الإمام علي النقي ( بالنون ) ابن محمّد التقي ( بالتاء ) ابن الإمام علي الرضا ، بن الإمام موسى الكاظم ، بن الإمام جعفر الصادق ، بن الإمام محمّد الباقر ، بن الإمام زين العابدين ، بن الإمام الحسين ، بن علي بن أبي طالب ( رضي الله عنهم ) ، يواطي اسمه اسم رسول الله ( صلّى الله عليه وآله وسلّم ) ، يبايعه المسلمون بين الركن والمقام ، يشبه رسول الله ( صلّى الله عليه وآله وسلّم ) في الخَلق ـ بفتح الخاء ـ ، وينزل عنه في الخُلق ـ بضمّها ـ ، إذ لا يكون أحدٌ مثل رسول الله ( صلّى الله عليه وآله وسلّم ) في أخلاقه ، والله تعالى يقول : ( وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ ) ، هو أجلى الجبهة ، أقنى الأنف ، أسعد الناس به أهل الكوفة ، يقسِّم المال بالسّوية ، ويعدل في الرعيّة ، يأتيه الرجل فيقول : يا مهدي ، أعطني ـ وبين يديه المال ، فحيثي له في ثوبه ما استطاع أن يحمله

"Ketahuilah bahwa keluarnya al-Mahdi as itu merupakan kemestian. Akan tetapi beliau tidak akan keluar kecuali setelah dunia ini dipenuhi dengan kezhaliman dan kemungkaran. Setelah itu beliau keluar untuk memenuhi dunia dengan keadilan. Kalaulah dunia ini tinggal sehari (meniru hadits-hadits Nabi saww di atas), maka Allah akan memanjangkannya sampai ke hari tersebut (meratanya keadilan oleh imam Mahdi as itu) dan hingga datangnya khalifah tersebut. Beliau adalah keluarga/itrah nabi saww, dari anak Faathimah ra dari arah Husain bin Ali bin Abi Thaalib. Ayah beliau as adalah al-Hasan al-'Askari bin al-imamm 'Ali al-Naqii bin Muhammad al-Taqii, bin imam 'Ali al-Ridhaa, bin imam Musa al-Kaazhim, bin imam Ja'far al-Shaadiq bin imam Muhammad al-Baaqir, bin aimam Zainu al-'Abidiin, bin imam al-Husain bin Ali bin Abi Thaalib ra. Nama beliau sama dengan nama Rasul saww, beliau akan dibaiat muslimin antara Rukun dan Maqaam, mirip Nabi saww dari sisi rupa dan sedikit di bawah Nabi saww dari sisi akhlak karena tidak ada yang menyerupai Nabi saww dan Allah berfirman 'Dan sesungguhnya kamu -Muhammad- berada di derajat akhlak yang agung.' Beliau as berdahi terang dan tulang hidungnya agak menonjol, orang-orang Kufah yang paling mengambil keuntungan dengan beliau as. Beliau as membagi harta dengan rata dan adil dalam kepemimpinan. Datang padanya seorang lelaki dan berkata: 'Ya Mahdi, berilah aku-uang- maka beliau memberinya sekuat ia membawa uang itu di bajunya." (kata Ibnu 'Arabi ini mengambil dari hadits-hadits Nabi saww, yakni tentang sifat-sifat imam Mahdi as itu dan tentang kesaksian kelahirnanya, mengambil dari berbagai sandaran ulama-ulama sebelumnya selain mengambil dari hadits-hadits tentang imam 12 juga) dan seterusnya.

g- Syaikh Muhammad bin Yuusuf al-Kanji al-Syaafi'ii (658 H) dalam kitabnya al-Bayaan, hal 336 bab. 25.
h- Syaikh Jalaalu al-Diin Muhammad al-'Aarif yang dikenal dengan Maulawii (672 H) dalam Diwaan Kaabir-nya,
i- Syaikh al-Kaamil Shalaahuddin al-Shafdi (764 H) dalam kitabnya al-Daairah.
j- Syaikh Jamaalu al-Diin bin Ahmad bin 'Ali bin al-Husain bin 'Ali bin Muhanna (828 H) dalam kitabnya 'Umdatu al-Mathaalib, hal. 186-188.
k- Syaikh Abu 'Abdillah As'ad bin 'Ali bin Sualimaan 'Afiifu al-Diin al-Yaaf-'ii al-Yamanii al-Makki al-Syaafi'ii (768 H) dalam kitabnya Mir-aatu al-Jinaan, 2/107.
l- 'Allaamah Sayyid 'Ali bin Syahaabu al-Diin al-Hamadaani al-Syaafi'ii (786 H) dalam kitabnya al-Mawaddatu al-Qurbaa dalam al-Mawaddah ke 10.
m- Syaikh Syahaabu al-Diin al-Daulah Abaadii (849 H) dalam kitabnya Hidaayatu al-Su'adaa'.
n- Dzhabi al-Syaafi'ii (804 H) dalam kitabnya Duwalu al-Islaam, 1/122
o- Syaikh 'Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Maaliki al-Makki yang dikenal dengan Ibnu al-Shabbaagh (855 H) dalam kitabnya al-Fushuulu al-Muhaimmah, hal 273, bab 12.
p- Ibnu Jauzi (654 H) dalam kitabnya Tadzkiratu al-Khawaash, hal 88.
q- Syahaabu al-Diin Ahmad bin Hajar al-Haitamii yang dikenal Ibnu Hajar (993 H) dalam kitabnya al-Shawaaiqu al-Muhriqah, hal 127
r- Syaikh 'Abdullah bin Muhammad bin 'Aamir al-Syiirawii al-Syaafi'ii (1154 H) dalam kitabnya al-Ittihaaf Yuhibbu al-Asyraaf, hal 178.
s- Syaikh Abu al-Mawaaahib 'Abdulwahhaab bin Ahmad bin Ali al-Sya'raanii ( 973 H) dalam kitabnya al-Yawaaqiit wa al-Jawaahir, hal 145.
t- Al-Sya'raani dalam kitabnya Lawaaqihu al-Anwaal fi Thabaqaati al-Akhbaar, jld 2.
u- Syaikh Nuuru al-Diin 'Abdurrahmaan bin Ahmad yang dikenal dengan Jaami al-Syaafi'ii dalam kitabnya Syawaahidu al-Nubuwwah.
v- Maulawi dalam kitabnya al-Mukaasyafaat.
w- Syaikh 'Abdurrahmaan dalam kitabnya Mir-aatu al-Asraar.
x- Syaikh 'Abdullah al-Baari' al-Syaafi'ii dalam kitabnya al-Riyaadhu al-Zaahirah.
y- Syaikh Abu al-Ma'aalii dalam kitabnya Shahaahu al-Akhbaar Fii Nasabi al-Saadati al-Faathimiyyati al-Akhyaar.
z- Syaikh Miir Khaand (903 H) dalam kitabnya Rasudhatu al-Shafaa jilid 3.
aa- Syaikh Muhaqqiq Buhluul Bahjat Afandi dalam bukunya al-Muhaakatu Fii Taariikhi Aali Muhammad.
bb- Syakih Syamsu al-Diin Yuusuf al-Zarandii dalam kitabnya Mi'raaju al-Wushuul Ilaa Fadhiilati al-Rasuul.
cc- Syaikh Husain bin Mu'iinu al-Diin dalam kitabnya Syarhu al-Diiwaan.
dd- Syaikh Muhammad bin Muhammad bin Mahmuud al-Najjaar yang dikenal dengan Khaajeh Paarsaa tokoh besar Nakhsyabandii (822), dalam kitabnya Kasyfu al-Zhunuun.
ee- 'Allaamah Sulaimaan al-Qunduuzii al-Hanafii dalam kitabnya Yanaabii'u al-Mawaddati.
ff-Syaikh al-Jaliil 'Abdu al-Kariim al-Yamaanii dalam syairnya.
gg- Syaikh 'Abdurrahmaan al-Busthaamii, dalam kitabnya Durratu al-Ma'aarif.
hh- Syaikh al-Muhaadits al-Faqiih Muhammad bin Ibrahim al-Juwainii al-Jumawaini al-Syaafi'ii dalam kitabnya Faraaidu al-Simthain.
ii- Syaikh Ahmad al-Jaami dalam syairnya dan 'Aththaar juga dalam syairnya.
jj- Syaikh Husain bin Muhmmad al-Dayyaar al-Maaliki (966 H) dalam kitabnya Taariikhu al-Khamiis, 2/321.
kk- Syakih Mukmin bin Hasan al-Syablanji al-Syaafi'ii (1298 H) dalam kitabnya Nuuru al-Abshaar

8- Tambahan:
Walaupun yang disebutkan di atas itu hanya sebagian dan dengan menyebutkan kitabnya, maka di lain pihak, masih terlalu banyak ulama Ahlussunnah yang mengakui kelahiran imam Mahdi as yang sebagai putra dari imam Hasan al-'Askari as itu. Saya akan menyebutkan sebagiannya, seperti:
1 - العلاّمة الشيخ أبو بكر أحمد بن الحسين بن عليّ النيسابوري ، الفقيه البيهقي الشافعي (المتوفّى سنة 458 هـ )
2- العلاّمة أبو محمّد عبد الله بن أحمد بن محمّد بن الخشّاب ( المتوفّى سنة 567 هـ ) .
3- العلاّمة الشيخ كمال الدين أبو سالم محمّد بن طلحة الحلبي القرشي الشافعي ( المتوفّى سنة 652 هـ )
4 - العلاّمة الشيخ شهاب الدين أبو عبد الله الرومي الحموي البغدادي ( المتوفّى سنة 626 هـ ) .
5- العلاّمة الشيخ العارف الشيخ فريد الدين العطار ( المتوفّى سنة 627 هـ )
6- العلاّمة الشيخ محيي الدين ، أبو عبد الله محمّد بن علي بن محمّد ، المعروف بابن الحاتمي الطائي ، الأندلسي ، الشافعي ( المتوفّى سنة 638 هـ ) .
7- العلاّمة الشيخ أبو عبد الله محمّد بن يوسف بن محمّد الكنجي القرشي الشافعي ( المتوفّى سنة 658 هـ )
8- العلاّمة الشيخ جلال الدين محمّد العارف البلخي الرومي ، المعروف بالمولوي ( المتوفّى سنة 674هـ )
9- العلاّمة الشيخ الكامل صلاح الدين الصفدي ( المتوفّى سنة 764هـ )
10- العلاّمة الشيخ جمال الدين أحمد بن علي بن الحسين بن علي بن مهنّا ( المتوفّى سنة 828 هـ )
11- العلاّمة الشيخ أبو عبد الله أسعد بن علي بن سليمان عفيف اليافعي ، اليمني ، المكّي ، الشافعي ( المتوفّى سنة 768 هـ )
12- العلاّمة السيد علي شهاب الدين الهمداني الشافعي ( المتوفّى سنة 786 هـ )
13- العلاّمة الشيخ شهاب الدين الدولة أبادي ( المتوفّى سنة 849 هـ )
14- العلاّمة الشيخ شمس الدين أبو عبد الله محمّد بن أحمد الذهبي ، الشافعي ( المتوفّى سنة 804 هـ )
15- العلاّمة الشيخ علي بن محمّد بن أحمد المالكي المكّي ، المعروف بابن الصبّاغ ( المتوفّى سنة 855هـ )
16- العلاّمة الشيخ شمس الدين أبو المظفر يوسف بن قزاوغلي الحنفي، ابن عبد الله المعروف بسبط بن الجوزي ( المتوفّى سنة 654 هـ )
17- العلاّمة الشيخ شهاب الدين أحمد بن حجر الهَيْتَمي الشافعي ( المتوفّى سنة 993 هـ )
18- العلاّمة الشيخ عبد الله بن محمّد بن عامر الشبراوي الشافعي ( المتوفّى سنة 1154 هـ )
19- العلاّمة الشيخ عبد الوهاب بن أحمد بن علي الشعراني ( المتوفّى سنة 973 هـ )
20- العلاّمة الشيخ حسن العراقي ، المدفون فوق كرم الريش ( المتوفّى سنة )
21- العلاّمة الشيخ نور الدين عبد الرحمان بن أحمد بن قوام الدين ، المعروف بجامي الشافعي ( المتوفّى سنة 892 هـ )
22- العلاّمة الشيخ المولوي علي أكبر أسد الله المؤذن الهندوستاني ، مؤلف كتاب المكاشفات ( المتوفّى سنة هـ )
23- العلاّمة الشيخ عبد الرحمان الصوفي ، مؤلف كتاب مرآة الأسرار ( المتوفّى سنة هـ )
24- لعلاّمة الشيخ الفاضل البارع عبد الله بن محمّد المطيري المدني الشافعي ( المتوفّى سنة هـ )
25- العلاّمة الشيخ أبو المعالي محمّد سراج الدين الرفاعي المخزومي ، مؤلف كتاب صحاح الأخبار في نسب السادة الفاطمية الأخيار (المتوفّى سنة هـ )
26- العلاّمة الشيخ مير خواند محمّد بن خاوند شاه بن محمود ، مؤلّف كتاب روضة الصفا ( المتوفّى سنة 903 هـ )
27- العلاّمة الشيخ المحقق بهلول بهجت أفندي ، مؤلف كتاب المحاكمة في تاريخ آل محمّد ( المتوفّى سنة هـ )
28- العلاّمة الشيخ جمال الدين محمّد بن يوسف الزرندي ، مؤلّف كتاب معراج الوصول إلى فضيلة آل الرسول ( المتوفّى سنة 750 هـ )
29- العلاّمة الشيخ حسين بن معين الدين الميبردي ، شارح ديوان الأمير ـ عليه السلام ـ ( المتوفّى سنة 870 هـ )
30- العلاّمة الشيخ محمّد بن محمّد محمود النجار ، المعروف بخواجه يارسا ( المتوفّى سنة 822 هـ )
31- العلاّمة الشيخ سليمان القندوزي الحنفي ، فإنّه أخرج في كتابه ينابيع المودّة ، أحوال الإمام المهدي مفصّلاً من كتب عديدة ، وكان وفاه الشيخ ( سنة 1291 هـ )
32- العلاّمة الشيخ عبد الكريم عبد اليماني ( المتوفّى سنة هـ )
33- العلاّمة الشيخ عبد الرحمان البسطامي ، مؤلف كتاب درّة المعارف ( المتوفّى سنة هـ )
34- العلاّمة الشيخ المحدِّث الفقيه محمّد بن إبراهيم الجزيني الحمويني ، الشافعي ( المتوفّى سنة 722 هـ )
35- العلاّمة الشيخ أحمد النامقي الجامي ( المتوفّى سنة هـ )
36- العلاّمة الشيخ العطار ( المتوفّى سنة هـ )
37- العلاّمة الشيخ سعد الدين الحمويني ( المتوفّى سنة هـ )
38- العلاّمة الشيخ صدر الدين القونوي ، مؤلف كتاب صحاح الأخبار في نسب السادة الفاطمية الأطهار ( المتوفّى سنة هـ )
39- العلاّمة الشيخ حسين بن محمّد الحسن الديّارـ بكري المالكي ( المتوفّى سنة 966 هـ )
40- العلاّمة الشيخ مؤمن بن حسن بن مؤمن الشبلنجي ، الشافعي ( المتوفّى سنة 1298 هـ
41- منهم ، العلاّمة أبو المجد عبد الحق الدهلوي ، البخاري ( المتوفّى سنة 1053 هـ ) . ذكر ذلك في كتابه المناقب ، وهو كتاب جمع فيه مناقب أهل البيت ( عليهم السلام )
42- ومنهم : العلاّمة المعروف ابن الوردي ، وقد نقل عنه ذلك في نور الأبصار للشبلنجي الشافعي
43- ومنهم : العلاّمة الشيخ محمّد بن الصبّان الشافعي ، المصري ( المتوفّى سنة 1206 هـ )
44- ومنهم : العلاّمة الشيخ جلال الدين السيوطي الشافعي ( المتوفّى سنة 911 هـ ) ، فإنّه أخرج ذلك في إحياء الميت وغيره من كتبه
45- ومنهم : العلاّمة الشيخ حسن العدوي الحمزاوي ( المتوفّى سنة 1305 هـ ) ، أخرج ذلك في مشارق الأنوار في فوز أهل الاعتبار
46- ومنهم : العلاّمة ابن الأثير الخدري ( المتوفّى سنة 630 هـ ) ، أخرج ذلك في كتابه المعروف بتاريخ الكامل ( ج7 ، ص90 )
47- ومنهم : العلاّمة أبي الفداء إسماعيل بن علي بن محمود الشافعي ( المتوفّى سنة 732 هـ ) ، أخرج ذلك في تاريخه المعروف بتاريخ أبي الفداء ( ج2 ، ص52 )
48- ومنهم : العلاّمة الشيخ محمّد أمين البغدادي أبو الفوز السوري مؤلف كتاب سبائك الذهب في معرفة قبائل العرب ، ذكر ذلك في ( ص77- 78 ، من الباب 6 ) من كتابه
49- ومنهم : العلاّمة الشيخ ابن خلّكان ( المتوفّى سنة 681 هـ ) ، في كتابه المعروف بـ ( وفيّات الأعيان )
50- ومنهم : العلاّمة الشيخ علي الهروي القاري ( المتوفّى سنة 1014 هـ ) ، ذكر ذلك في كتابه الموفّاة في شرح المشكاة
51- ومنهم : العلاّمة الشيخ موفق بن أحمد الخوارزمي الحنفي ( المتوفّى سنة 568 هـ ) ، ذكر ذلك في كتابه المناقب
52- ومنهم : العلاّمة الشيخ عامر بن عامر البصري ( المتوفّى سنة هـ ) ، ذكر ذلك في قصيدته التائية المسمّاة بذات الأنوار في المعارف والحِكم والأسرار والآداب ( في النور التاسع )
53- العلاّمة الشيخ جواد الساباطي ، مؤلّف كتاب البراهين الساباطية ، فإنّه ذكر اختلاف الناس في الإمام المهدي ( عليه السلام ) ثمّ رجّح قول الإمامية بولادته ووجوده
54- العلاّمة الشيخ نصر بن علي الجهضمي البصري ، وهو من أعلام أهل السنّة ، صرّح بولادة الإمام المهدي ( عليه السلام ) وذكر اسمه واسم أُمّه واسم بوّابه ، ونضرٌ هذا ، هو الذي ذَكرَ للحسين ( عليه السلام ) فضيلة في محضر المتوكل فأمر المتوكل أن يُضرَب ألف سوط ، فتوسّط له أبو جعفر فَعُفى عنه
55- العلاّمة الشيخ حسين بن علي الكاشفي ، مؤلِّف جواهر التفسير ( المتوفّى سنة 906 هـ )
56- الخليفة العبّاسي ، الناصر لدين الله أحمد بن المستضيء بنور الله ( المتوفّى سنة هـ ) ، وهو الذي أمر بعمل الخشب الذي على الصُفَّة في السرداب في سامراء
57- العلاّمة الشيخ أحمد الفاروقي النقشبندي ، المعروف بالمجدِّد ( المتوفّى سنة هـ )
58- العلاّمة أبو الوليد محمّد بن شحنة الحنفي ، قال : في تاريخه المسمّى بـ ( روضة المناظر في أخبار الأوائل والأواخر ) المعروف بتاريخ ابن شحنة ، وقد طُبع في هامش تاريخ الكامل مع مروّج الذهب ، وقد توفي ابن شحنة ( سنة هـ )
59- القاضي فضل بن روزبهان ، شارح الشمائل للترمذي ( المتوفّى سنة هـ )
60- العلاّمة الشيخ علي الخوّاص المتوفّى سنة ( هـ) . ذكر تاريخ حياته الشعراني في الطبقات
61- العلاّمة الشيخ أبو الفتح محمّد بن أبي الفوارس ( المتوفّى سنة هـ ) ، ذكر ذلك في أربعينه ، في الباب الثامن من الفصل الأول
62- العلاّمة الشيخ شمس الدين التبريزي ، أستاذ المولوي جلال الدين الرومي ( المتوفّى سنة هـ )
63- العلاّمة الشيخ حسين بن همدان الخصيبي ( المتوفّى سنة هـ )
64- العلاّمة الشيخ عماد الدين الحنفي ( المتوفّى سنة هـ )
65- العلاّمة الشيخ ولي الله الدهلوي ( المتوفّى سنة 1172 هـ ) ، والد مؤلف التحفة الاثني عَشَرية ، ذكر ذلك في كتابه النزهة
66- العلاّمة الشيخ الفاضل رشيد الدين الدهلوي الهندي ، ذكر ذلك في كتابه إيضاح لطافة

Catatan:
Yang ditulis di atas itu terlalu sedikit dibanding yang ada. Di perpustakaan alfakir banyak kitab tentang imam Mahdi as dimana sebagiannya berupa ensiklopedia/mausuu'ah dan salah satunya ada yang sampai 8 jilid. Yakni hanya memuat tentang hadits imam Mahdi as dan nama-nama kitab dan ulamanya. Semoga saja yang sangat tidak seberapa di atas itu, bermanfaat bagi teman-teman dan kita semua di dunia ini atau di akhirat kelak, amin.
Wassalam.

Riani Azri: Salam ustadz saya ikut nyimak. Dari sekian riwayat dimana letak bid’ah yang sering mereka lontarkan jadi keliatan gak jelas mereka ni ngerti atau sulit akalnya menerima kebenaran? 

Khommar Rudin: ْ اللهم صل على محمد وال محمد وعجل فرجهم

Sinar Agama: Riani: Bid’ahnya di dalam persepsi mereka saja yang sudah kecanduan membid’ahkan orang lain.
Ammar Dalil Gisting: Mantap dan sangat memuaskan dalil-dalil dari ustadz..Betapa serius dan mengagumkan cara ustadz dalam memberikan hujahnya, sehingga bukan lagi hanya tertuju pada si penanya tapi malah sekaligus memberi angin segar pada lainnya. Bagi ana pribadi, tidak ada sesuatu yang lebih mantap dan meyakinkan hati, kecuali dengan adanya suatu keyakinan akan kemakshuman manusia makshum, dan ini merupakn nikmat teragung yang ana rasakan sepanjang hidup ini.. Afwan wa salam.