Senin, 06 Mei 2019

Urgensi Penilaian Mukmin dan Kafir dengan Dalil dan Tanpa Pemaksaan


Seri Tanya jawab Ais dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on April 3, 2013 at 1:07 am

Pengkafiran dengan dalil Syar’i, by Sang Pencinta (Catatan) on 6 Maret 2013 pukul 0:17 

Ais: Assalamualaikum..USTADZ bukankah hanya Allah yang berhak menentukan kafir/ berimannya seseorang hamba.. ? 

Sinar Agama: Ais: Jangankan kafir, muslim dan mukmin juga hanya hak Allah. Begitu pula hak membuat undang-undang hidup dan peraturan hidup serta hak ketaatan dimana kita tidak menerima seutuhnya aturan-aturanNya itu (karena kita meminuskan hukum-hukum sosialpolitik) dan dimana kita sering menentangNya dengan melakukan maksiat dan tidak melakukan wajib-wajibNya itu. 

Kehakan itu, bukan berarti sekaligus pemberitaannya. Karena kita, bisa dan diperkenankan oleh akal dan Allah dalam agamaNya, untuk memberitakan apapun sesuai dengan yang kita ketahui dan yakini dan dengan bukti (bukan mengada-ada dan fitnah yang tidak dibolehkan dalam agama serta akal). Karena itu, kita bisa mengatakan bahwa si fulan itu muslim. Begitu pula mengatakan bahwa si fulan itu kafir. 

Pemberitaan kita itu, tidak sama dengan pemberitaan Allah tentang muslim atau kafirnya seseorang. Karena kalau beritaNya, pasti benar dan kalau berita kita, belum tentu benar. 

Kebenaran beritaNya itu, karena Ia Maha Tahu dan Maha Benar, sementara ketidakpastian berita kita itu, karena ketidakmaha-an kita dalam ilmu dan kebenaran. Akan tetapi, bukan berarti kita tidak boleh bicara dan mengabarkannya. Akal dan agama, hanya melarang kita memfitnah dengan sengaja atau memberitakan apa-apa yang belum berdasarkan hujjah atau dalil yang kuat. Itu saja. 

Jadi kita, sebagaimana dibolehkan mengabarkan tentang kemusliman seseorang dengan dasar lahiriahnya atau dalil lahiriahnya yang jelas, maka begitu pula dibolehkan mengabarkan tentang kekafiran seseorang dengan hujjah lahiriah yang sama. Jadi, yang tidak boleh hanya pemfitnahan dan kebohongan. 

Jadi, kalau kita percaya kepada Allah dan agamaNya, maka kita harus menaati apa-apa yang diajarkanNya dalam agamaNya. Dan karena pemberitaan itu tidak dilarangNya dan tidak pula dikecam akal, dan hanya fitnah yang dilarang, maka kita tidak bisa membatasi pemberitaan itu kepada kemusliman seseorang saja dan bisa juga tentang kekafiran seseorang. 

Tentu saja, kafir dan muslimnya seseorang itu, harus dilihat dalam ajaranNya yang menggariskan tentang dua hal ini dan beda keduanya. Artinya, Tuhan dalam agamaNya sudah mengajarkan apa itu Islam dan muslimin dan apa itu ingkar dan kafir. 

Nah, kalau kita menerapkan ajaranNya itu kepada diri kita atau kepada orang lain, baik tentang kemuslimannya atau kekafirannya, maka jelas tidak dikecam akal dan tidak dilarangNya dalam agamaNya. 

Yang diajarkan akal dan agama adalah, harus dengan argumentasi yang jelas dan juga harus dengan penuh kehati-hatian. Karena itulah Nabi saww bersabda: 

“Siapa yang mengkafirkan seorang muslim, maka ia sendiri yang kafir.” 


Artinya, Nabi saww tidak melarang pemberitaan tentang kafirnya seseorang itu, tapi hanya 

melarang memberitakan yang ceroboh dan apalagi emosional hingga jatuh pada pengkafiran seorang muslim. Persis seperti yang dilakukan para wahabi yang tidak tahu apa arti tauhid itu hingga penerapan kafirnya juga ngawur. Enak banget mereka kalau diskusi. Kalau mengkafirkan orang, maka lancar. Tapi kalau melihat Syi’ah mengafirkan seseorang dimana hanya dalam masalah imamah sekalipun, mereka sok menjadi wali-wali Allah dan berkata bahwa hanya Allah yang berhak mengkafirkan. Lah, emangnya hanya pengkafiran yang hak Allah tapi pembid’ahan dan pemusyrikan hak para wahabi itu. Bahkan lebih dari itu, mereka sangat-sangat dengan mudah mengkafirkan orang lain hanya karena beda akidah dan informasi dengan mereka. 

Coba pemberitaan kafir itu dilarang dari awal, mestinya Nabi saww bersabda: 

“Jangan sesekali mengatakan si fulan itu kafir, karena pengkafiran itu hanya hak Allah.” 


Karena itu, di samping mengatakan kafir tanpa dalil yang nyata dan benar itu dilarang agama, juga melarang orang mengatakan kafirnya seseorang itu, juga dilarang agama. Dan sebagaimana mengatakan kafir pada seorang muslim itu dilarang agama, maka melarang orang berkata kafir itu juga dilarang agama. Hal itu karena hak membuat ajaran itu hanya Allah dan Allah tidak melarang pengkafiran itu dan hanya melarang kecerobohan tanpa dalil tersebut. 

Wassalam. 

Sang Pencinta: BA: 1110. Kafir Dalam Kamus Syi’ah dan Sunnah Oleh Ustad Sinar Agama =http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/486549254723209/ 

Illa Meilasari: Love it ....lantas apa sih urgensinya pemilahan identitas mukmin dan kafir? 

Sang Pencinta: Illa: saya di sini hanya merangkum dialog. Kalau mau jawaban yang kredibel, silahkan merujuk langsung ke ust sinar. Afwan. 

Illa Meilasari: Bagaimana caranya? Ust sinar tidak masuk daftar teman saya...jadi tak bisa kirim pesan langsung...saya sudah 2x ajukan pertemanan, tapi gak masuk list, hanya setiap ust. Sinar post...pasti saya dapat lihat. 

Sang Pencinta : Ok, nanti saya bawakan ya. 

Illa Meilasari: Bawakan apa ya? ....syukron ya akhi. 

Sang Pencinta: Bawakan ke ust mbak, sudah saya catat nama antum di pertanyaannya. 

Illa Meilasari: Iya barusan saya lihat....baru ngerti maksud bawakan ....syukron ya akhi. 

Sinar Agama: Illa: Saya memang sudah tidak bisa menambah pertemanan karena sudah melebihi 5000. 

Untuk masalah urgensinya ini jelas sekali. Karena
  • 1- Manfaat pada diri sendiri. Karena tanpa mengerti beda keduanya, lalu bagaimana kita bisa beriman dengan baik. Kalau tidak tahu benar dan salahnya, kafir dan mukminnya, lalu bagaimana kita bisa menjadi mukmin dan mukmin yang baik?? 
  • 2- Kalau kita tidak tahu keduanya, lalu bagaimana kita bisa mengajar keluarga dan anak-anak kita serta lingkungan yang memerlukan pengarahan kita? 
  • 3- Kalau kita tidak tahu beda keduanya, lalu bagaimana mau mengambil sikap dalam sosial kita? Bukankah nanti akan menjadikan taman sebagai musuh dan musuh sebagai teman? 
  • 4- Tuhan sendiri memerintahkan untuk menyampaikan ajaranNya walau satu ayat (yang sudah dipahami dengan benar tentunya). Nah, kalau yang benar tidak disampaikan dan tidak dikatakan benar, lalu yang salah tidak dikatakan salah, lalu apakah kita sudah bisa dikatakan mengamalkan perintahNya? 
  • 5- Terjerumusnya banyak muslimin ke perangkat barat, yaitu liberalism, karena mereka tidak mengerti beda keduanya dan konsekuensi dari beda keduanya itu. Dan liberalism ini, jelas merupakan alat keluar dari Islam dengan cara yang sangat cepat melebihi cepatnya cahaya. 
Wassalam. 


Illa Meilasari: Syukron ustad atas penjelasannya.... Sebelumnya saya pernah tahu kalau mukminun dalam alquran itu bermakna ahlubayt dan pecintanya....tapi ternyata tidak sekedar itu. 

Afwan....saya ini sedang banyak belajar tasyayu’... Berusaha mentasyayu’kan paradigma saya ustad. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 05 Mei 2019

Fikih Adalah Hiriz/Ajimat Untuk Keselamatan Dunia-Akhirat


Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 11:00 am

Sang Pencinta: 8 Maret 2013, Salam, mohon penjelasan. Sebelum mandi, setiap anggota tubuh yang hendak dibasuh harus disucikan terlebih dahulu, akan tetapi tidak ada kewajiban bagi seseorang untuk mensucikan seluruh tubuhnya sebelum mandi, oleh karena itu bila anggota tubuh telah disucikan sebelum mandi, maka mandinya dihukumi benar. 

(Ajwibah al-Istifta’at, no.179, dan Istifta’ dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 93). terimakasih ust. — bersama Sinar Agama. 

Nou-zel ‘uyunalmuha Arrushafah: Salam,, kalau dalam Fikih Sistani,, sesuatu yang najis dan yang berbatasan/berdekatan dengan najis teresebut,, akan seketika menjadi suci ketika proses pensucian berakhir. 

Seperti orang yang memandikan jenazah,, dia juga akan menjadi suci ketika dia selesai mensucikan jenazah ... 

Untuk fikih Ali Khamene’i,, saya menunggu ustadz Sinar Agama 

Sang Pencinta: Nou-zel ‘uyunalmuha Arrushafah: kalau punya fikih Sistani format PDF Indonesia, tolong share ya. Terimakasih. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Maksudnya adalah, yang wajib disucikan sebelum mandi itu, adalah anggota yang mau dibasuhnya. Jadi, kalau kakinya najis, tidak wajib disucikan kalau masih mau membasuh bagian pertama (kepala dan leher) atau bagian tubuh yang masih di bagian atasnya. Nah, baru setelah kepala leher dan tubuh bagian atasnya itu sudah dibasuh dengan basuhan yang diniatkan mandi besar itu, maka baru kakinya disucikan dari najis sebelum mandi-besarnya. 

Sinar Agama: Nou: Saya tidak melihat hubungan komentar antum dengan yang ditanyakan Pencinta dan saya tidak dapat memahami pertanyaannya. Dan saya mengira bahwa antum salah memahami fatwa tersebut karena yang biasanya dimaksudkan adalah, kesucian bittaba’ atau kesucian dengan mengikuti. Seperti jenazah yang najis dan menajisi tempat pemandiannya dimana ketika jenazah sudah selesai dimandikan dan menjadi suci, maka tempat pemandiannya itu juga menjadi suci. 

Sang Pencinta: Nou: Ketika seseorang menyentuh mayat/memandikannya, ia wajib untuk mandi menyentuh mayat’ jika ingin sholat dan amalan yang memerlukan kesucian. 

Nou-zel ‘uyunalmuha Arrushafah: @ sang pecinta : afwan,, kalau memakai pc,, bisa ke http://sistani.org 

Seseorang yang menyentuh mayat yang belum dimandikan,, memiliki hukum yang berbeda dengan orang yang memandikan jenazah,, 

@ ustadz sinar : afwan,, mungkin memang saya salah memahami ... Dalam Risalah Amaliah Ali Sistani masalah 378. 

378. It is not necessary that the entire body of a person should be Pak before Irtimasi and Tartibi Ghusl. So, if the body becomes Pak while diving in water or pouring water over one’s body with the intention of the Ghusl, the Ghusl will be in order. 

Terjemah

378. Tidak perlu mensucikan seluruh tubuh seseorang sebelum mandi Irtimasi and Tartibi. Jadi, jika badan menjadi suci ketika menyelam dalam air, atau menyiramkan air ke tubuh dengan niat Ghusl, maka mandinya sah. 

Dalam hal ini, ada sedikit perbedaan fatwa antara Rahbar dengan Ali Sistani. Mungkin ustadz bisa sedikit menambahkan penjelasan ... Syukran. 

www.sistani.org 

Sang Pencinta: Nou: Seseorang yang memandikan jenazah, apabila hendak shalat, maka (setelah mandi menyentuh jenazah) dia harus berwudhu, karena tidak sebagaimana mandi janabah, mandi menyentuh jenazah tidak mencukupi kewajiban wudhu. 

(Istifta’ dari Kantor Rahbar, Bab Thaharah, masalah 104) 

Nou-zel ‘uyunalmuha Arrushafah: benar,, wajib berwudhu,, tapi tidak wajib mandi menyentuh jenazah. 

Nou-zel ‘uyunalmuha Arrushafah: untuk fikih Ali Sistani,, link rujukan 

http://www.almujtaba.com/malay/Al-Shia.Com%20Indonesian%20Page/Al-Shia.Com%20Indonesian%20Page/www.al-shia.com/html/id/islamic-laws/65.html 

afwan,, saya belum membuat terjemahnya. 

Ghusl for touching a dead body 

www.almujtaba.com 

Sang Pencinta: Coba perhatikan kalimat di atas (setelah mandi menyentuh jenazah)), di sini terlihat wajib pemandi jenazah wajib mandi. 

Nou-zel ‘uyunalmuha Arrushafah: hmm ... 

Tolong bantu penjelasan kalimat berikut 

532. If a person touches a dead body after it has been given three obligatory Ghusls, Ghusl for touching will not be wajib. However, if he touches any part of the dead body before the completion of 3 Ghusls he should do Ghusl for touching the dead body, even if the 3rd Ghusl of that part which he has touched may have been done. 

219. When a person washes something with water to make it Pak, his hands washed along with that thing, will be Pak when the thing is Pak. 

Sinar Agama: Nou: Belajar fikih itu tidak bisa sekali baca. Kalau antum memang taqlid pada Rahbar hf seperti yang antum katakan di inbox, maka tolong baca fikih Rahbar hf itu secara berulang kali supaya tidak terjadi kekeliruan. 

Beberapa kali saya melihat antum ada kesala pahaman memahami fatwa yang antum nukil itu. Perlu antum ketahui bahwa hal ini wajar. Saya yang puluhan tahun di hauzah dan sudah dibimbing para guru, masih saja kadang salah memahami fatwa. Oleh karena itu, jangan tambah beban lagi. Pelajari satu fatwa dari marja’ antum itu dengan seksama dan berulang kali, karena ia adalah ajimat atau hiriz menuju keselamatan dunia-akhirat. 

Kalau memang antum mau cari pelarian dari ihtiyath-nya Rahbar hf, untuk bisa memakai fatwa Sistani hf itu, maka cari yang ihtiyath-ihtiyath wajib yang punya Rahbar hf dan bandingkan dengan fatwa Sistani hf, supaya kalau ada perbedaan, antum bisa nukilkan ke diri antum dan orang lain (kalau antum mau). 

Contoh ke dua yang sempat ana lihat dari kekeliruan tentang tidak mandi junubnya orang yang memandikan mayit di atas itu. Kalau dari fatwa lain, mungkin saja seperti yang antum katakan. 

Tapi kalau dari fatwa yang antum nukil itu, jelas tidak ada hubungannya sama sekali. Karena fatwa itu mengatakan bahwa wajib mandi ketika menyentuh mayat (yang sudah dingin walau tidak disebut di nukilan fatwa antum itu) yang belum dimandikan dengan tiga pemandian sebagaimana yang sudah diatur dalam bab memandikan mayat. Dan di fatwa itu dikatakan bahwa kalaupun sudah dimandikan, tapi belum lengkap tiga kali (dengan air campur bidara, dengan air yang dicampur kafur dan dengan air murni) dan sekalipun yang ke tiga itu sudah diperkirakan sudah dilakukanpun, maka tetap wajib mandi kalau menyentuhnya. 

Saya juga tidak ada waktu dan tidak merasa perlu untuk menyimak pemahaman-pemahaman terhadap fatwa Sistani hf itu karena tidak diperlukan bagi yang taqlid pada Rahbar hf. 

Anjuranku, bacalah dengan seksama fatwa marja’ antum dan fokuskan pada hal itu karena biar sudah puluhan tahun belajar agama dengan guru sekalipun, masih bisa terjadi salah paham dan semacamnya. Kalau antum lihat ana sendiri beberapa kali meralat informasi fikih ini, maka antum akan lebih merasakannya. Lah, kalau kita kira-kira sama dalam kecerdasan, lalu yang puluhan tahun belajar spesifik masih bisa melakukan kesalahan, apalagi yang baru mempelajari fikih secara otodidak dan hanya bermodal bahasa. 

Menyentuh mayat yang tidak wajib mandi itu dalam tiga kondisi (mayat): 

1- Yang mayatnya berupa mayat syahid dan matinya di medan perang (bukan mati syahidnya di rumah sakit setelah luka di medan perang, misalnya). 

2- Yang badan mayatnya masih hangat. 

3- Yang sudah dimandikan tiga kali (sebagaimana yang sudah diterangkan di atas). 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Shalat Sunnah-Khusus dan Sunnah-Mutlak / Umum


Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:54 am


Sang Pencinta mengirim ke Sinar Agama: 8 Maret 2013, Salam, ada yang bertanya, jika melakukan sholat pengampunan mampunya membaca 40x surat al-Ikhlash, apakah boleh/mencukupi? Terima kasih ustadz. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: Shalat sunnah atau sunnah-sunnah lainnya yang sudah diatur caranya itu, harus dilakukan sesuai dengan cara-cara tersebut, baik aturan waktu atau pelaksanaannya sendiri. Keharusan ini, untuk mencapai pahala khusus kesunnahan tersebut dan juga efeknya yang sudah dijanjikan agama. 

Ibadah-ibadah sunnah yang sudah diatur caranya itu, diistilahkan dengan Sunnah-khusus atau Sunnah-tertentukan atau Sunnah-mu’ayyan. 


Akan tetapi ada lagi ajaran agama yang mengajarkan secara umum dan secara global dimana kita sendiri yang mengatur waktu dan cara-caranya. Ibadah-ibadah sunnah ini diistilahkan dengan Sunnah-mutlak. 

Ajaran agama yang bersangkutan dengan Sunnah-Sunnah mutlak ini, hanya membolehkan pekerjaannya, menjanjikan pahalanya, kalau shalat tidak boleh melebihi dua rokaat setiap kali shalatnya (harus salam dalam dua rokaat), tidak boleh membaca surat atau ayat yang ada sujudnya dalam shalat sunnah mutlaknya itu, kalau shalat tidak boleh memiliki dua rukuk dan tidak dua sujud dalam setiap rakaatnya ............ dan seterusnya. 

Shalat-shalat dan sunnah mutlak itu, selain bisa dilakukan, juga dijanjikan pahala. Dan kebolehan tersebut, juga diatur dari niatnya. Jadi, bisa dilakukan dengan niat taubat, niat syukur, niat hajat, niat pengampunan untuk orang lain yang masih hidup atau sudah meninggal, niat untuk lancarnya usaha, niat ............... dan seterusnya. Jadi, bisa dilakukan dengan niat ibadah itu sendiri dan hanya untuk mendapatkan pahalanya dan bisa diniatkan sebagai tawassul dan perantaraan doa kepada Allah untuk pengampunan dan hajat-hajat lainnya. 

Dengan semua penjelasan itu, kalau pelaku shalat taubat yang mesti membaca suratnya sekian kali, tapi dibaca lebih sedikit dari aturannya tersebut, maka ia akan tetap saja syah. Tapi akan masuk ke dalam shalat sunnah mutlak dan tidak masuk dalam sunnah-khusus itu. Jadi, pahala dan efeknya tetap saja ada walau, tidak sama dengan pahala dan efek manakala dilakukan sesuai dengan aturannya itu. 

Tentu saja, karena setiap amalan itu tergantung niatnya, maka kalau membaca yang lebih sedikit atau tidak sesuai aturannya itu, diniatkan sebagai shalat-sunnah-khusus itu, maka ia bukan tidak saja tidak berpahala, akan tetapi bahkan akan terhitung dosa, yaitu dosa bid’ah. Tapi kalau dilakukan karena tidak tahu hukum, karena kelelahan atau karena mengira bahwa hal itu dibolehkan agama (yang membaca tidak sesuai dengan jumlah yang ditentukan itu), maka ia tetap syah dan tetap berpahala dan berefek sekalipun tidak termasuk pahala dan efek khusus dengan seluruh tingkatannya itu. Jadi, hanya akan mendapat pahala kesunnahan umum dan efek umum yang juga tidak bisa diremehkan. Artinya tetap berpahala dan menyebabkan turunnya efek itu (seperti pengampunan) walau tidak sederajat dengan pahala dan efek dari sunnah-khusus di atas. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 04 Mei 2019

Islam dan Kekerasan, Tuhan dan Iblis


Seri tanya jawab Muhammad El’Baqir dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:53 am

Muhammad El’Baqir mengirim ke Sinar Agama: 7 Maret 2013, Salam ustadz. Kenapa Nabi Muhammad SAW suka perang?

Kalo alasannya demi membela Allah SWT, apa mungkin Allah mengajarkan umatNya berperang? Sebab mana ada perang yang baik, walaupun untuk membela agama. Buktinya Allah SWT saja tidak pernah ‘BERPERANG” dengan IBLIS, sekalipun iblis selalu menggoda seluruh umat ALLAH. Apakah Allah SWT pernah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhhammad untuk berperang? Lalu, kenapa seseorang yang sering berperang masih layak di sebut NABI? Afwan.

Sang Pencinta: Salam, sekilas saya pernah baca, tapi belum ketemu linknya.

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya:

1- Perang itu bukan tidak baik, secara hakikat dan substansinya.

2- Damai itu juga bukan berarti baik, secara hakikat dan substansinya.

3- Pekerjaan-pekerjaan lainnya, seperti makan dan minum, tidur dan jaga,...dan seterusnya, bukan berarti baik atau tidak baik, secara dzat/hakikat dan substansinya.

4- Baik dan buruk di sini, bukan baik dan buruk yang bisa dibahas di filsafat dimana melihat dari sisi wujud naturalnya. Akan tetapi, pertanyaan antum dan jawabanku ini, dalam masalah baik dan buruk secara karakteristik atau akhlak atau perbuatan atau sosial, hingga karenanya, keduanya sama-sama ada, baik itu yang baik atau yang buruk.

5- Semua contoh-contoh di atas itu, seperti perang-damai, makan-minum, tidur-jaga,...dan
seterusnya...merupakan suatu perbuatan atau karakter diri atau sosial, yang bisa disifati
dengan baik dan buruk.

6- Kebaikan dan keburukan dari contoh-contoh itu, tidak mengidentikkan perbuatan-perbuatan tersebut secara dzat dan hakikat, tapi secara sifat dan aksidental. Artinya, ia bisa baik dan bisa juga buruk.

7- Contohnya makan: Kalau makannya di waktu kenyang atau makannya tidak bersih, maka ia akan menjadi pekerjaan yang buruk. Sebaliknya, kalau di waktu lapar (baca: sudah waktunya makan) dan makanannya bersih bergizi, maka ia akan menjadi baik. Begitu pula dengan tidak makan, tidur atau terjaga...dan seterusnya.

8- Contohnya juga, perang: Kalau perang melawan penyerbuan yang akan menghancurkan
diri, keluarga, negara atau agama, maka perang ini jelas baik. Tapi kalau untuk menjajah, memaksa, merampas kemerdekaan orang/bangsa lain, maka jelas akan menjadi buruk.

9- Dengan semua penjelasan di atas itu, maka yang antum tanyakan, yaitu perang, bukan
perbuatan buruk. Tapi merupakan perbuatan yang bisa baik dan bisa juga buruk. Jadi, tergantung mengapa berperangnya, bukan esensi perangnya itu sendiri.

10- Perang Nabi saww dan para nabi as sebelum beliau saww, semua dari jenis yang baik.
Karena sebabnya, yakni mengapa perangnya, selalu hal-hal yang baik. Seperti menahan serangan yang biasa dikatakan perang difensif atau pertahanan. Artinya, bukan penyerbuan dan penyerangan.

11- Ada lagi sebab dari perang Nabi saww dan para nabi as sebelum-sebelum beliau saww
yang menjadikannya perang yang baik. Yaitu, perang dalam mengangkat penghalang bagi sampainya agama Tuhan. Artinya, kalau di suatu tempat atau kota atau negara, tidak bisa diajarkan agama Tuhan kepada masyarakatnya secara bebas dan tidak memaksa, yang ketidakbisaan ini karena dilarang dan dihalang-halangi oleh kelompok tertentu, yakni bukan
masyarakatnya itu sendiri yang tidak mau, maka akal dan agama menyuruh kita mengangkat penghalang tersebut. Tapi mengangkat penghalang itu, tidak boleh langsung dengan berperang. Tapi harus dikabari dulu bahwa agama Tuhan mesti disampaikan ke masyarakat secara bebas dan masyarakatpun bebas mendengarkannya atau tidak mendengarkannya, dan diberitahu juga bahwa kalau mereka tetap mau menghalangi maka akan dilawan dengan kekerasan. Nah, kalau setelah diberitahu itu, mereka tetap menghalanginya, maka kita wajib menerjangnya. Dan kalau mereka menghalanginya dengan tentara dan persenjataan lengkap, maka kita wajib memeranginya.

12- Dengan semua penjelasan di atas itu, dapat dipahami bahwa perang Nabi saww dan para nabi as yang lain, adalah perang yang baik karena kalau bukan pertahanan berarti pemberantasan penghalang bagi sampainya kebenaran agama Allah kepada seluruh manusia. Jadi, ia bukan peperangan yang buruk, karena tidak memaksa siapapun untuk menganutnya atau menerimanya. Karena itu, maka Islam tetap bisa damai dan duduk serta hidup berdampingan dengan agama-agama lain sekalipun kalau agama-agama ini tidak mengganggu/menyerang dan tidak menghalangi sampainya kebenaran Islam kepada masyarakat.

13- Tuhan, bukan hanya membolehkan perang yang baik itu, akan tetapi bahkan mewajibkannya. Terlalu banyak ayat-ayatNya yang mewajibkan hal ini dan menjanjikan surga bagi mati di jalan ini yang dikatakanNya sebagai syahid dan bahkan mengecam bagi penakut yang cinta dunia, takut mati dan takut menderita. Salah satu contohnya ayat di QS: 9: 24:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَ
يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

”Katakan: ‘Kalau ayah-ayah dan anak-anak kalian, dan saudara-saudara kalian, dan istri-istri kalian, dan keluarga-keluarga kalian, dan harta-harta yang kalian kumpulkan, dan dagangan yang kalian takutkan tidak lakunya, dan rumah-rumah yang kalian merasa nyaman di dalamnya, lebih kalian cintai dari Allah dan RasulNya dan berperang di jalanNya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan adzabNya, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik/rusak.”

Terdapat puluhan ayat perintah perang ini, tentang fadhilahnya dan pahalanya sampai sampai dikatakan bahwa yang mati di jalan jihad ini, tidak akan pernah mati dan akan tetap
hidup dengan mendapat rejeki dari Tuhannya (QS: 2: 154; 3: 169). Ayat-ayat perintah perang ini sangat banyak, begitu pula tentang tidak boleh berlebihan dalam membunuh (yakni kalau mereka sudah tidak menyerang lagi atau tidak menghalangi sampainya penjelasan agama kepada masyarakat lagi), begitu pula tentang kecaman bagi yang tidak perang karena takut atau karena cinta dunia seperti di atas itu. Ayat-ayat ini seperti QS: 2: 190; 2: 218; 2: 244; 3:13; 3: 146; 3: 157; 3: 167; 4: 74; 4: 75; 4: 76; 4: 84; 4: 95; 5: 54; 8: 72; 8: 74; 9: 19; 9: 20; 9: 38; ...................dan seambrek lagi ayat-ayat tentang perintah perang dan keutamaannya ini serta kecaman bagi yang tidak mau berperang di jalan Allah, yakni di jalan kebenaran itu, yakni yang merupakan perang pertahanan atau pembersihan penghalang itu.

14- Kalau syethan, memang tidak perlu diperangi karena ia hanya bisa membisikkan saja dan tidak bisa memerangi kebenaran. Jadi, sebenarnya, yang ikut syethan, ia lebih jahat dari syethan itu sendiri. Karena syethan hanya membisikkan tapi manusia melakukan. Karena itulah di akhirat syethan berlepas diri dari semua perbuatan manusia. Perhatikan QS: 59: 16:

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلِْنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ

“Sebagaimana syethan ketika berkata kepada manusia ‘kafirlah!’, lalu ketika manusia itu kafir, ia- syethan- berkata: ‘Saya berlepas diri darimu –perbuatanmu- sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan Semesta Alam.”

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الَْمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ
سُلْطَانٍ إِلَّ أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلَ تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي
كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Dan berkatalah syethan tatkala perkara telah diselesaikan (telah kiamat): ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kalian janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepada kalian tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadap kalian, melainkan sekedar aku menyeru kalian dan kalian mematuhi seruanku. Oleh karena itu, janganlah kalian mencerca aku dan cercalah diri kalian sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolong kalian dan kalianpun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu’. Sesungguhnya orang-orang yang zhalim itu mendapat siksaan yang pedih.”

Tambahan:

Memang ada golongan yang sejak kemunculannya pada sekitar th 1110 Hijriah, yaitu orang arab yahudi yang bernama suku Aalu Sa’uud (keluarga Sa’uud). Keluarga cukup besar dan berdomisili di kota Madinah, salah satu kota dari negara Jazirah Arab. Karena ingin meluaskan perdagangannya sampai ke daerah utara, seperti Iraq dan lain-lainnya, maka mereka pindah ke daerah lain di utara Jazirah Arab itu yang bernama Najd. Di Najd kala itu, terdapat tujuh kabilah muslimin yang ratarata Sunni. Keluarga yahudi ini, karena tidak ingin sulit berkomunikasi dan tidak ingin diganggu oleh muslimin, maka mereka menyamar sebagai muslim.

Ketika keluarga ini bertemu dengan Muhammad bin Abdu al-Wahhab yang karena aliran sesatnya telah diusir oleh orang tuanya yang Sunni dan juga dipenjara dan diasingkan, dan tentu setelah keluarga tersebut kuat posisinya, mulai menyerang satu persatu di sekitarannya. Membantai suku-suku itu dan merampas apapun yang dimilikinya serta membantai seperti kambing orangorangnya yang tidak mau meninggalkan madzhab Sunninya.

Alasan yang dipakai untuk memerangi kaum muslimin atas nama Islam itu, adalah, karena
semua muslimin selain yang taat pada pendapat Muhammad bin Abdu al-Wahhaab itu, dianggap ahli bid’ah, ahli taqlid kepada imam-imam madzhab, ahli madzhab yang bid’ah, ahli kubur (suka beribadah di kuburan), musyrik dan kafir. Aliran dan pengikut Muhammad bin Abdu al-Wahhaab ini, dikenal di dunia sebagai aliran Wahabiah, yakni pengikut ibnu wahhaab atau pengikut Muhammad bin ‘abdu al-Wahhab. Akan tetapi diri mereka ini menamakan diri sebagai Ahlussunnah (Tapi beda dengan Sunni yang bermakna pengikut madzhab Sunni yang bermakna madzhab dan mengikuti atau taqlid pada imam-imam Sunni seperti imam Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali. Karena mereka menamakan diri seperti ini untuk menipu umat dan juga memaknai Sunnah dengan Sunnatullah –Qur'an- dan Sunnatunnabi –Hadits.)

Jadi, ahlussunnah bagi mereka adalah mengikuti Qur'an dan Hadits. Yakni secara langsung
tanpa melalui ulama karena hal itu taqlid dan bid’ah), Salafi (pengikut orang-orang terdahulu), Muhammadiah (pengikut nabi Muhammad tanpa embel-embel lainnya seperti taqlid, madzhab, tawassul, doa di kubur, ...dan seterusnya dari hal-hal diyakini bid’ah dan syirik), Anshaaru al-Shahaabah (penolong shahabat), Thaalibaan, al-Qaaidah, ........dan banyak lagi nama-nama yang dipakai mereka. Semuanya berujung kepada kerajaan Saudi sebagai sumber, imam, khalifah, pemimpin dan pusatnya.

Setelah menguasai Najd, yakni setelah menundukkan semua tujuh kabilah/suku itu, maka mereka semakin banyak pengikutnya. Karena yang tidak ikut dari umat Sunni yang dijajahnya itu, langsung dibunuh di depan umum lebih hina dari binatang. Setelah itu menyerang daerah-daerah lain Hijaz atau Jazirah Arab itu, terutama Makkah dan Madinah. Ribuan Sunni digorok seperti binatang kalau tidak mau meninggalkan madzhab yang dianggap wahabi sebagai bid’ah itu, atau tawassul dengan para nabi dan wali yang dianggap musyrik itu, atau beribadah di kuburan yang dianggap syirik itu, ..........dan seterusnya.

Dengan semua penjelasan ini, maka muslim dari aliran Wahabi ini saja yang suka perang dan haus darah, terutama memerangi muslimin. Tentu saja tujuan dedengkot mereka memang membantai muslimin dengan tangan muslimin sendiri, supaya muslimin tidak sempat damai, bersatu, maju dan menyerang yahudi dimanapun berada terutama di negaranya yang bernama Israel itu. Karena itulah, perang Wahabi ini dengan muslimin, dan tidak perang dengan kafirin yang terutama yahudi jahat yang memerangi dan menjajah kaum muslimin seperti Israel.

Mereka bukan hanya menggorok, mengebom tempat-tempat umum seperti pasar dan masjid dan lain-lain, dan menjarah kaum muslimin, tapi juga membuat berbagai makar seperti mengubah kitab-kitab Sunni dan Syi’ah sesuai mau mereka, mengadu domba Sunni dan Syi’ah, mengarang kitab dengan mengatasnamakan ulama Syi’ah seperti imam Khumaini ra, ayatullah Makaarim Syiraazi hf dan ayatullah Ja’far Subhaani hf,..............dan lain-lain dari makar-makar kejinya.

Semoga umat muslimin segera menyadari kekejian wahabi ini, dan melihat kenyataannya dengan mata terbuka dimana di jaman sekarang inipun mereka terang-terangan bersatu padu dengan masehi dan Israel serta kafir Amerika dalam membantai muslimin Sunni dan Syi’ah di Suriah dan tempat-tempat lainnya. Amerikapun terang-terangan di depan sorotan tv mengumumkan dukungannya kepada mereka dan bahkan terang-terangan telah mengumumkan bantuannya seperti yang sekitar dua hari lalu mentri luar negeri Amerika mengatakan bahwa telah memberibantuan 60 juta dollar untuk wahabi-wahabi itu. Belum lagi senjata dan pendidikan perang yang selalu dikirim oleh Amerika dan Israel dan dengan dana terbesar dari raja-raja negara Arab yang wahabi itu. Amin ya Rabba al-‘Aalamin.
Wassalam.

Muhammad El’Baqir: Hmmmm... Salam dan terima kasih ustad sudah berkenan menjawab pertanyaan saya, semoga antum selalu dalam lindungan Allah swt beserta rasul dan ahlul baytnya...amiiin.

Muhammad El’Baqir: Na’am ustadz.. Oh ya ustadz.. Saya meyakini kalau agama islam itu agama yang benar dan sempurna, tetapi kalau saya mengatakan Saya beragama Islam & saya tidak pernah merasa agama lain salah & masuk neraka...saya enjoy saja jika Nasrani, Yahudi, Buddha, Hindu dll masuk Surga..apakah itu salah ustadz? Syukron.

Muhammad El’Baqir: Karena menurut saya pemeluk agama yang sudah dewasa adalah mereka yang jauh dari ANGKARA MURKA...& tidak membuat statement yang mencederai hubungan antar agama.. dan ketika masing-masing pemeluk agama saling memperbaiki akhlak/etika/attitude kepada sesama pemeluk..

Sinar Agama: Muhammad: Kalau agama Islam itu mengikut kepada yang antum yakini, maka memang akan seperti itu. Tapi kalau Islam itu mengikut kepada Allah dan Nabi saww melalui Qur'an dan Hadits, maka antum sama tidak boleh memikirkan apapun tentang hal-hal seperti di atas itu kecuali dengan dalil, baik dalil akal atau Qur'an-hadits itu.

Ketika antum sendiri mengatakan bahwa Islam benar, maka otomatis yang lain pasti salah. Begitu yakin bahwa madzhab tertentu yang benar, maka sudah tentu madzhab lainnya itu salah. Begitu pula tentang kebaikan, akhlak dan seterusnya. Apa itu baik, apa itu akhlak, .... dan seterusnya, semuanya harus pakai dalil dan Qur'an-hadits. Yakni bagi orang berakal dan bagi orang muslim.

Karena itulah, maka orang berakal, sudah pasti tahu bahwa dirinya tidak tahu apa-apa hingga bisa mengatakan menurutku begini dan begitu. Kecuali kalau ia menguasai semua ilmu politik, sosial, seni, fisika, psikologi, ....dan seluruh ilmu alam dan akhirat, materi dan non materi....dan seterusnya...dan itupun harus sampai ke tingkat lengkap (mencakup semua bab dalam masingmasing ilmu tersebut) dan harus benar secara pasti seratus persen.

Karena itulah, maka tidak ada orang berakal yang berani membuat nilai-nilai hukum, politik,
akidah ...dan seterusnya hingga terangkum dalam satu susunan yang dikatakan agama. Karena itulah, maka kita sebagai orang berakal, harus memeluk agama yang dibuat oleh Yang Maha Tahu, yakni Tuhan.

Itulah mengapa ketika agama sudah terbukti kebenarannya bahwa ia dari Tuhan, maka kita harus menerima dan mengamalkannya. Memahaminya dengan benar dan argumentasi gamblang serta mengamalkannya dengan penuh ketawadhuan (karena dari Yang Maha Tahu), kekudu-an (sangat patuh dan tunduk takut) dan keikhlashan.

Nah, ketika kita menerima Islam dengan semua argumentasi gamblang terhadap kebenarannya itu, maka konsekuensinya, adalah bahwa agama lain sudah pasti salah. Mana ada tauhid yang kita katakan benar, lalu trinitas juga benar. Kalau kita terima Islam yang benar, lalu bagaimana mungkin liberalisme juga dibenarkan?

Semua itu, kalau ditambah ratusan ayat Qur'an dan hadits yang mengatakan bahwa setiap
amalan itu harus berdasarkan hukum Islam, dan harus didasari oleh keimaman Tauhid Islam (bukan berhala dan kemusyrikan) dan kenabiannya.... dan seterusnya....serta juga harus ikhlash dan bukan karena untuk uang dan jabatan atau pujian....dan seterusnya...dari syarat-syarat diterimanya amal, maka sudah pasti yang tidak sesuai dengan semua itu, akan batal. Itulah mengapa Tuhan sering mengatakan bahwa amalan mereka itu tidak berarti. Karena dasar nilai baik-buruknya saja mengikuti akal ceteknya/dangkalnya, karena dilakukan bukan demi ketundukan kepada tauhid, ....dan seterusnya.

Tentu saja, Islam juga mengajarkan pintu ampunan bagi orang-orang yang belum didatangi Islam atau madzhab yang benar. Asal mereka itu baik secara umum, yakni seperti yang antum katakan itu, maka amal-amal mereka akan diterimaNya dan dosa-dosa mereka dimulai dari tidak tauhid/ Esa, tidak bernabi ke nabi Muhammad saww, tidak berhukum baik-buruk dari Islam, sampai pada syarat-syarat lainya(lainnya), akan dimaafkanNya. Hal itu, karena mereka memang tidak menentang kebenaran agamaNya, tapi karena memang karena belum sampai agama yang benar itu kepada mereka.

Kedua hal itu, yakni pembenaran semua agama dan madzhab, dengan pengampunan bagi
yang belum didatangi kebenaran agama dan madzhab, jauh berbeda. Kata orang, jauhnya
perbedaannya itu seperti langit dan dasar lautan.

Muhammad El’Baqir: Eemm bbkheer ustadz terima kasih atas jawabannya.
Wassalam.

Nur Cahaya: Mohon penjelasannya yang dimaksud syaitan manusia yang membisikkan itu
siapakah? Bagaimana kita tahu bisikan itu menipu /dusta yang indah-indah 6:112.

Sinar Agama: Salam, kalau yang mengajak kepada kebatilan itu dari manusia, maka ia adalah syaithan itu. Dan kalau tidak nampak apalagi berupa keinginan sendiri, maka hal itu dari jin/iblis. Jadi, apa saja yang batil, maka ia adalah syaithan. Karena syaithan adalah yang menjauhkan, yakni dari jalan dan rahmat Allah.

April 4 at 6:21pm via mobile


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Tikar


Seri komentar pada tikar yang diduduki beberapa teman Itrah Palu, oleh Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:44 am

TIKAR 

7 Maret 2013 


Semoga tikarmu bagai kisaa’ Nabi tercinta 

Membawamu ke ketaatan Sang Maula 

Bagai karpet ‘alaauddin yang melana 

Membawa ke surga nan baka 

Kalau di atasnya ada sara’ba 

Yang dibuat dari ramuan shadra 

Kan sempurnakanmu melana 

Ke alam kesucian fitra 

Hah ...lihatlah para pengelana 

Yang terbang mendahului kita 

Mereka sudah menjadi ‘Anqaa 

Tak pernah kecewa dengan dunia 

Porak porandanya cita 

Bingungkan manusia 

Kacau bagai badai tsunamia 

Yang dengan sekejap telah menelannya 

Oh ...betapa pendeknya usia 

Dan betapa tidak berujungnya anganna (logat sulawesi) 

Betapa rapuhnya pijakanna (logat madura) 

Namun, betapa busungnya dada 

Betapa temehnya kita 

Yang lebih suka ramai dari taqwa 

Bejat asal nampak cendikia 

Lebih disuka dari taat pada Tuhannya 

Hah ...bisa-bisanya ada filosof durjana 

Filsafati Tuhan lebihi Mulla Shadra 

Tapi hinakan ajaran fikihNya 

Dia tuhan atau Tuhan itu Tuhannya???!!! 

Mulla Shadra yang disanjungnya 

Mengecam pemaksiat dengan jelasnya 

Dia sendiri berulang haji dengan kakinya 

Tanpa menaiki kuda walau selangka 

Mengapa manusia suka menganga 

Heboh melebihi yang dikaguminya 

Tapi ia sendiri menghina 

Apapun bentuk konsekuensinya 

Lah... terus mau jadi apa dia 

Mau jadi penganga atau yang dinganga 

Mau jadi hamba atau penguasa 

Mau jadi taqwa atau durjana 


Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Ralat Fikih Qunuth


Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:40 am


Sinar Agama: 7 Maret 2013, Seingatku saya pernah menjelaskan bahwa kalau lupa Qunuth maka diqodho kapan saja ingat di dalam shalat dan kalau tidak ingat juga sewaktu shalat, bisa ketika sudah keluar dari shalat. 

Yang benar adalah, kalau ingatnya ketika masuk rukuk, maka dilakukan setelah rukuk. Tapi kalau ingatnya setelah masuk sujud, maka dilakukan setelah shalat (bukan dimana saja ingat sewaktu shalat). Kalau setelah shalat juga tidak ingat, maka kapan saja kalau sudah ingat. 


Teman-teman yang mengamalkan yang salah itu sebelumnya, tidak membuat shalatnya batal, tapi hanya qunuth-nya saja yang kemungkinan besar batal (tanpa pahala sunnah, tapi i-Allah masih dapat pahala dzikir muthlaq/mutlak). Afwan. 

Anandito Birowo: Kalau sengaja meninggalkan qunut, hukumnya bagaimana ustadz? 

Ki Herjuno Boudhitama · 13 teman yang sama: Syukron ustadz. Tambah paham. Oh ya ada batasan waktu tidak kalo sholat tidak pada waktunya yaitu diqodho. Harim ana sampe berbulanbulan belum sholat katanya nanti di qodho. Ana boleh konsultasi inbox ustadz? Masalah pribadi atau boleh minta emailnya ustadz? Syukran. Al-afwu. 

Ika Zahrra: Syukron ustadz atas penjelasannya. 

Sinar Agama: Anandito: Kalau sengaja meninggalkan Qunuth, tidak masalah, tapi sudah tidak ada lagi tempat qadhaa’nya. 

Sinar Agama: Ki: Meninggalkan shalat dengan sengaja itu jelas DOSA BESAR. Kewajibannya adalah taubat dengan segera melakukan shalat-shalat yang dihadapinya, lalu mengqodho yang telah ditinggalkannya kapan saja yang dimaui-nya. 

Antum boleh tanya-tanya masalah di sini dan kalau rahasia, bisa ditanya di inbox. 

Aqiela Ela Wan Azizah: Shiah shalat? Hehehe gak salah yahudi shalat? Capek deh. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih untuk semua jempol dan komentar-komentarnya. 

Sinar Agama: Ika: Sama-sama. 

Ki Herjuno Boudhitama · 13 teman yang sama: Syukron ustadz. Antum masih di Iran atau Jakarta? Kalau di Jakarta ana merapat aja ke tempat antum. 

Ahmed Zain-Oul Mottaqin: Makasih om ustadz. 

Sinar Agama: Ki: Untuk identitas sinar agama ini, terpaksa sekali, ana akan selalu di balik awan pagi seperti yang di gambar akunku itu. Afwan banget. Dekaplah ilmu dengan argumentasi gamblangnya, dimana kalau akidah adalah argumentasi akal-gamblang dan kalau fikih adalah fatwa marja’. Kalau antum dekat, merapat dan mendekap ini, maka akan selalu hangat dalam hidup tanpa kecemasan apapun dari sisi lahiriahnya dan tinggal memperbaiki batinnya seperti kekhusyukan, dzikir selalu...dan seterusnya. Tapi kalau tidak, maka jangankan batin kita, lahiriah kita juga tidak bisa tidak dicemasi. Ini yang kadang ana katakan sebagai filosof bejat. Masih mending kalau memang filosof, tapi kalau dari satu sisi hanya kulit-kulitnya dalam filsafat dan dari sisi lain tidak taat pada hukum-hukum fikih Tuhan, lah...bisa ditebak dimana posisinya. 

Marwah Ali · Friends with Sang Pencinta and 147 lainnya: Makasih ustadz, selalu bikin ‘ringan’ haus ini ... Allahumma shalli alaa Muhammad wa Aali Muhammad ... 

Sang Pencinta: Ustadz Sa: berarti catatan ini kudu diralat ya ustadz. 1210. Hukum Membaca Kunut Ketika Tubuh Masih Bergerak Dalam Sholat Oleh Ustad Sinar Agama = http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/524478684263599/ 

Sinar Agama: Pencinta, sudah dirubah, terima kasih pemberitaan alamat catatannya, semoga diterimaNya, amin. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Jumat, 03 Mei 2019

Beberapa Kesunnahan Dalam Shalat


Seri tanya jawab Daris Asgar dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:35 am


Daris Asgar: 6 Maret 2013, Salam Ustadz,,,ijin bertanya 

  • 1- Apa jumlah takbir sunnah sebelum takbirotul ihrom jumlahnya 6, dan setelah salam jumlahnya 3 ? Bilakah ada namanya, takbir sunnah apakah ini? Karena saya mendengar dari teman, 3 takbir setelah salam tersebut untuk penghormatan untuk Imam Zaman As... 
  • 2- Sebelum tasyahud mustahab membaca “Alhamdulillah “atau “Bismillaah wabillah, Walaa Khoiru AsmaIllah...” Dalam Risalah amaliyah Rahbar Hf, Bab Sholat Masalah. 330... Dulu saya pernah diajarkan “Bismillaah, Wabillah, Walhamdulillah, Walaa IlaaHa Illalloh, WaKhoiru Asmaillah..” dari orang yang bertaqlid kepada Almarhum Imam Khomeini Ra.. Apakah masih benar, dan tidak masalah membaca yang mana saja? 
  • 3- Setelah sholawat dalam tasyahud mustahab membaca “Wataqobbal Syafa’atahu warfa’ darojatahu..”, Apakah kesunahan membaca ini pada tasyahud awal dan akhir,,,atau tasyahud awal saja,,,karena beberapa kali saya berjama’ah, seingat saya imam hanya membaca bacaan tersebut pada tasyahud yang pertama saja... 
  • 4- Apakah sebelum dan sesudah kunut termasuk gerakan yang mustahab untuk takbir? 
Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Sudah benar jumlah takbir sunnah itu seperti itu. Dan biasanya dikatakan sebagai takbirsunnah. 

2- Bacaan yang pertama antum salah besar, karena kalau “wa laa Khaira Asmaillah........” memiliki arti bahwa Allah tidak memiliki nama-nama yang baik. 

Ada beberapa bacaan sunnah untuk ini yang boleh pilih, seperti: 

الحمد لله 

atau 

بسم الله و بالله و الحمد لله و خير الاسماء لله 

3- Setelah shalawat sunnah membaca: 

و تقبل شفاعته فى امته و ارفع درجته 

Tapi dalam tasyahhud akhir/ke-dua, hati-hatinya/ihthiyaat jangan diniati sebagai kesunnahan, hanya sebagai dzikir muthlaq/mutlak saja. 

4- Kalau mau takbir sebelum qunuth sebaiknya jangan meniatkan sunnah. Tapi kalau untuk ruku’ memang sunnah mengucap takbir terlebih dahulu. 

Daris Asgar: Terimakasih Ustadz... Mohon ijin Ustadz,,,memang saya awam bahasa arab,,,tapi sebetulnya saya juga ragu dengan tulisan yang di no 2 tersebut,,,karena di dalam e-book pdf yang merupakan Risalah Amaliah Rahbar Hf tertulis demikian.. 

yaitu pada hal 339... 

“بسم الله و بالله و الحمد لله و لا خير الاسماًء لله” 

Sinar Agama: Daris: “ لا” di tulisan itu adalah salah tulis atau sengaja dimasukin oleh pengacau. 

Dan tulisan antum yang sekarang ini, jauh lebih mengandungi kesalahan. Mestinya ditulis: 

بسم الله و بالله و الحمد لله و خير الاسماء لله 

Sang Pencinta: SA: copas Daris salah ustadz, sepertinya gangguan font Arab ustadz. Saya udah cek di sumber Daris, sudah benar. 

Sang Pencinta: Daris Asgar: Tempo hari ustadz menjawab: Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Benar seperti itu. Tapi salah tulis, yang benarnya: 

“Bismillaahi wabillaahi walhamdulillaahi wakhoirul-asmaa-i lillaahi” 

Daris Asgar: Iya ustadz,,,afwan,,,karena itu saya copas dari pdf nya langsung, jadi rusak,,,Maksud saya ingin menunjukkan bahwa sebelum Khoiru tersebut, dalam ebook pdf tersebut memang ada huruf “La”..terimakasih Ustadz.. 

Sang Pencinta: Terimakasih,,, insyaAllah tempo hari saya juga sudah mengerti, bahkan sebelum menanyakannya sudah memiliki dugaan kuat...hanya saja ingin mengkonfirmasikan bahwa pada ebook pdf tersebut memang ada kesalahan ketik... 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Kewajiban Mengetahui Dzat dan Sifat-Sifat Tuhan


Seri tanya jawab Peter Sondakh dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 10:30 am

Peter Sondakh: 6 Maret 2013, Peter mau nanya nih.. benar gak sih dalam islam itu “kalo mempertanyakan tentang Tuhan sama halnya mengejekNya?” 

Sepeda Ontel: Ya justru Tuhan itu harus kita kenal bukan hanya bertanya tentang Tuhan, 

Arief Fadhillah: Setahuku, yang dilarang hanyalah pembahasan mengenai dzatNya. Aku belum pernah menjumpai pelarangan dalam membahas sifat dan perbuatanNya. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Bertanya itu ada berbagai tujuan. Ada yang bertanya tapi maksudnya mengejek, misalnya “Apa Tuhan itu?” yang biasanya disertai dengan nada mengejek. Ini yang jelas tidak boleh. 


Tapi kalau bertanya ingin tahu, maka bukan lagi tidak dikatakan tidak mengejek, dan tidak lagi dikatakan boleh, tapi bahkan wajib dilakukan. 

Saya sudah sering menulis di facebook ini bahwa Tuhan sendiri mewajibkan kita untuk mengetahuinya. 

Banyak ayat yang memerintahkan kita mengetahui DiriNya dan sifat-sifatNya, seperti: 

- QS: 2: 209: 

فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ 

“Maka ketahuilah oleh kalian, bahwa Allah itu Maha Mulia dan Bijaksana.” 

- QS: 5: 34: 

فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ 

“Maka ketahuilah bahwa Allah itu Maha Pengampun dan Kasih” 

........... dan seterusnya... 

Dimana semua ayat-ayat yang banyak itu mewajibkan kita mengetahuiNya. Jadi, sudah tentu, bagi yang belum tahu tentangNya atau belum tahu banyak tentangNya, boleh bertanya. Ingat, perintah-perintah di atas itu perintah untuk mengetahui, bukan kata-kata gertakan. Tapi perintah suruhan untuk mempelajariNya. 

Zee Segaf: Tuhan itu tidak ada dan tidak akan pernah ada. 

Andre Nan Sabatang: “Tuhan itu ada dan tetap ada adaNYA”,,,,,, 

Andre Nan Sabatang: “Bila anda berkata tuhan itu dimana berarti anda menghendaki IA mempersempit keadaanNYA,,,padahal IA tak terjamah oleh ruang dan waktu,,,,bila anda berkata kenapa,, bagaimana,, berarti anda menyamainya dengan makhluk,,,,bila anda mengatakan tidak,,berarti anda menghendaki selainNYA,,,,,”,,,,,,itu yang dimaksud ranah tentang dzat,,,,bila begitu bagaimana kita mengenalNYA? Pahami sifat sifatNYA,,,sebab dzat dan sifat tak berlainan,,,,,,,semoga manfaat yah brooo,,,,,spiriittt om,,,,hehehe,,,, 

Hanifan Prasna Verdi: Ada dua kemungkinan : Apakah niatnya seperti nabi Musa atau Nabi Ibrahim yaitu mencari kebenaran, maka akan diberikan jalan untuk mengenalNYA, atau niatnya seperti kaum kafir hanya mengejek..maka disambar halilintar. Dalam artian malah dijauhkan untuk bisa mengenalNYA. semakin jauhhh. 

Zee Segaf: Sesungguhnya orang-orang tauhid (yang mempelajarinya) menciptakan Tuhan dari pikirannya sendiri dan bukan Tuhan sesungguhnya. 

Sinar Agama: Arief dan Zee: Mengenal DzatNya juga diwajibkan oleh Allah. Ayat-Ayat yang sudah saya kutip di atas itu, sudah menunjukkan hal ini. Karena ketika diwajibkan mengetahui bahwa “Allah itu Maha Pengampun”, tandanya harus tahu dulu siapa Allah itu. Kalau kita tidak tahu Dzat Yang Disifati, maka jelas tidak akan tahu sifatNya dan tidak akan pernah tahu bagaimana pensifatanNya itu. Tahu sifat tanpa tahu dzat, jelas sifatnya akan jauh dari dzat. Artinya, akan bisa membuat sifat tersebut, bahkan yang menentang dan merendahkan dzat yang disifatinya. 

Apalagi QS: 47: 19: 

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَ إِلَهَ إِلَّ اللَّهُ 

“Maka ketahuilah bahwa tiada Tuhan kecuali Allah!!” 

Jadi kita diwajibkan tahu yakni diwajibkan berilmu dimana ilmu mesti dengan argumentasi, bahwa tiada Tuhan kecuali Allah. Yakni mengapa seperti itu. Yakni harus tahu makna Tuhan dan harus tahu pula bahwa Tuhan itu hanya dan hanya Allah. 

Tentu saja, pengetahuan ini, yakni tentang Allah dan Sifat-SifatNya ini, yakni yang diwajibkan Tuhan untuk diketahui ini, semua dan semua, hanya seukuran kemampuan maksimal manusia. 

Artinya, hanya diwajibkan tahu, bukan mencapai. Karena itu, tidak usah bingung dengan perkataan bahwa bagaimana bisa tahu Tuhan yang tidak terbatas dengan akal yang terbatas? Karena yang diwajibkan tahu adalah tahu maksud dan maknanya, bukan mencapainya. 

Apa lagi ketika seseorang mengatakan seperti diatas itu, maka sudah pasti ia tahu makna tidak terbatas. Lah, kok bisa ia mengerti makna tidak terbatas, sementara melarang untuk mengerti Tuhan Yang Tidak Terbatas???!!! 

Karena itulah maka yang kita tahu itu adalah pahaman kita saja yang kita buat sesuai melalui argumentasi gamblang sesuai dengan perintah-perintahNya di ayat-ayatNya di atas itu dan, sudah tentu pahaman ini adalah buatan kita sendiri. 

Tapi buatan ini wajib dilakukan. Tapi dalam menyembah, kita tidak boleh menyembah pahaman ini tanpa sifat Allah Lebih Besar (Allahu Akbar), yakni Allah Lebih Besar Dari Pahamanku ini. 

Kalah Tuhan tidak diketahui sama sekali, lah...trus kita menyembah apa ketika menyembah?! 

Kalau kita disuruh memikirkan alam, maka berarti ketika shalat harus memikirkan alam, baik dalam tegak, rukuk dan sujud. Lah....bukankah ini namanya menyembah alam?! 

Jadi, sembahlah Allah yang, tentu saja sesuai dengan yang kita pahami itu, akan tetapi dengan pensifatan bahwa Allah Lebih Besar Dari Yang Kita Tahu itu. 

Semua ilmu ini tidak mudah tanpa ajaranNya yang disalurkan melalui kitabNya dan hadits-hadits NabiNya saww serta hadits para imam makshumNya as. 

Wassalam. 


Sciita Ali: Bagaimana memahami makna dari firman Allah SWT, “Aku sebagaimana persangkaan hambaKu” (mudah-mudahan saya tidak salah kutip) jika dihubungkan dengan penjelasan ustadz pada paragraf ke-4 dari bawah? 

Sebelum dan sesudahnya, makasih banyak ustadz.... 

Sinar Agama: Sciita: Alinea 4 dari bawah itu menjelaskan tentang Tuhan dan sifat-sifatNya yang wajib diketahui dengan penambahan bahwa Ia lebih besar dari yang kita tahu. Sedang baik atau buruk sangka pada kita, merupakan bayangan terhadap apa yang akan dilakukanNya terhadap kita dan, hal ini jelas beda dari yang kita bahas. 

Sciita Ali: Bisa ustadz jelaskan lebih lanjut kata-kata, “Sedang baik atau buruk sangka pada kita, merupakan bayangan terhadap apa yang akan dilakukanNya terhadap kita”?



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ