Sabtu, 20 April 2019

Keharaman Mencaci Simbol-Simbol Madzhab Lain


Seri status Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 9:11am



Sang Pencinta: (1-3-2013) Salam, masih terkait pertanyaan beberapa hari lalu, apakah marja anti Wali Faqih memfatwakan pengharaman pencacian simbol Suni? Ke dua, apakah marja anti Wali Faqih mengonsepkan taqlid juga? Ke tiga, apakah ada marja yang tidak memfatwakan taqlid? Ke empat, Syiah liberal dari mana asal usulnya? Terima kasih ustadz. — bersama Sinar Agama. 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

  1. Menurut saya, tidak akan ada marja’ yang membolehkan pencacian atau pelaknatan pada simbol-simbol yang disucikan madzhab lain di depan umum/Sunni. Justru mereka biasanya menyarankan takiah bahkan dalam beribadah di depan Sunni kalau harta, nyawa, keselamatan diri dan keluarganya terancam. 
  2. Kalau yang anti Wali Faqih itu orang-orang liberal, seperti raja Iran dan konco-konconya, maka mereka anti taqlid. Tapi kalau dari kalangan ulama, maka biasanya semuanya mewajibkan taqlid. 
  3. Tidak pernah ditemui di muka bumi ini, seorang marja’ yang tidak mewajibkan taqlid.
  4. Syi’ah liberal itu sama dengan Sunni liberal. Mereka biasanya hanya memiliki keimanan pada Tuhan, Nabi saww dan imam (tentu kalau Sunni minus imam makshum). Tapi dalam aplikasi keseharian, mereka tidak meyakini akan perintah-perintah Allah, Nabi saww dan para makshum as yang menyuruh taqlid kepada ulama ini. Karena itu, mereka berjalan sendiri dengan inisiatif sendiri. 
Biasanya, para liberal ini, karena terpengaruh oleh konsep-konsep politik yang tidak mengimani tentang keharusannya bahwa harus dari agama dan mereka biasanya memisahkan agama dan politik atau kalaulah tidak memisahkan, tapi mereka merupakan pengikut hermeunitik modern yang membuahkan bebas penafsiran teks-teks agama. 

Jadi, sumber terbesarnya para liberal itu karena memisahkan politik dari agama dan/atau pengikut hermeunitik modern (bukan yang klasik dimana merupakan kebenaran seperti yang sudah sering dijelaskan). 

Sumber-sumber lain yang sangat mungkin seperti: 

  1. Suka main politik sementara ia tidak tahu agama. Karena itu, semua hasil-hasil renungan dan kerjanya, diambil dari pengalamannya sendiri yang, sudah tentu tidak diambil dari agama karena memang bukan ahli agama. 
  2. Ingin jadi pemimpin dunia dan ingin diikuti orang lain, baik dalam yayasan, organisasi atau partai sementara ia tidak membidangi agama secara spesifik. 
  3. Malas belajar agama dan bahkan mencela kalau ada orang belajar agama puluhan tahun (padahal di Syi’ah harus puluhan tahun belajar agama sesuai dengan yang sudah sering dijelaskan tentang kurikulum hauzah, kalau ingin tahu agama), tapi ingin beraktifitas dalam segala bidang terutama politik, sosial dan semacamnya. 
Yakni: 

Ketiga kelompok ini, karena cinta diri dan semacamnya (salah satu penyakit psikis), sudah tentu tidak ingin terikat dengan apapun. Bahkan mereka mengatakan bahwa semua itu adalah batasan yang diberikan orang yang tidak makshum. Padahal dirinya sendiri juga tidak makshum di samping tidak spesialis agama. Padahal kalau mereka sakit pasti ke dokter, dan tidak mengobati diri mereka sendiri. Kan raksyih manakala mau jadi ulama sementara tidak mau belajar agama pada ulama sesuai prosedur yang ada dan resmi. 

Kalau tadinya mereka bertaqlid, tapi hal itu hanya dalam bidang-bidang pribadi seperti shalat. Dan kalaulah tadinya taqlid juga dalam masalah-masalah umum, tapi ketika banyak benturan dengan fatwa dan apalagi melihat bahwa kerja mereka itu sudah batal dari awal karena tidak merujuk ke fatwa dari awal, maka mereka menjadi murtad dari taqlid (bukan dari Islam) dan menjadi pendukung dan pengikut liberalism. 

Tambahan: 

Liberal ini bisa dengan jidat hitam atau punya pesantren dan organisasi Islam. Jadi, jangan terkecoh dengan jidat hitam, hafal Qur'an dan hadits, ribuan pengikut, besarnya pesantren, tangisannya dalam shalat dan doa, puluhan karangan kata-kata agama, ......dan seterusnya. Karena Islam tidak melihat banyaknya amal saja, tapi juga tergantung pada profesionalismenya dan ketulusannya. 

Karena itu, maka yang tidak menerima konsep Islam secara utuh, maka ia adalah liberal, baik dalam rangka konsepnya itu sendiri (seperti tidak meyakini adanya hukum Islam tentang masalahmasalah politik) atau pengambilan konsepnya yang dari marja’ bagi yang Syi’ah itu. 

Wassalam. 

, فوزية عبد الرحمن 

Maskur Manggau, Hidayat Dayat dan 37 lainnya menyukai ini. 


Nazlah Kandia · Friends with Ramlee Nooh and 39 lainnya: Salam, afwan Ustadz. Ana pernah copas tulisan antum. Ana belum sempat meminta izin, ana sempat tulis dalam sebuah tautan acount lain saja. Alhamdulillah...ana kagum atas jawaban Ustadz. 

Nina Abubakar: Salam... Saya awam tentang agama, hanya sedikit tau. Tapi ada terbersit di hati kalo saya sepertinya akan butuh seorang Marja’ untuk rujukan syar’i hal-hal terkait dengan hidup saya. 

Bagaimana cara saya untuk bisa bermarja’ kepada seorang Marja ??. 

Hadrah Ali · Friends with Ramlee Nooh: Alhamdullillah,..lanjutkan saja sepanjang yang ustadz ketahui...Allahumma shali aala Muhammad wa Ali Muhammad..!! 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih atas semua jempol dan komentarnya. 

Hadrah Ali · Friends with Ramlee Nooh: Insyaallah semuanya benar..cara pandang dari sudut yang berbeda saja ya ustadz,..salam..!! 

Sinar Agama: Nina: Kalau mau bermarja’, maka tinggal memilih mujtahid (yang mampu menyimpulkan semua hukum Islam dari Qur'an-Hadits dan lain-lainnya) yang terhebat (kalau ada beberapa orang mujtahid) dari sisi ilmu dan ketaqwaan, lalu berniat diri untuk mengikuti fatwanya, lalu mengambil fatwanya dari kitab-kitabnya atau dari orang adil/jujur yang tahu tentang fatwanya. 

Ulama terhebat pada masa kini, adalah ayatullah sayyid Ali Khamenei hf dimana ada ratusan atau ribuan mujtahid di belakangnya yang mendukungnya menduduki Wilayat Fakih atau Wewenang Fakih tertinggi dimana sekarang beliau memimpin Iran menggantikan Imam Khumaini ra. 

Sudah banyak juga fatwa-fatwa beliau hf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dimana kalau antum perlu saya dan teman-teman yang lain, bisa mengirimkannya kepada antum, i-Allah. 


Akhir Zaman Debi · 29 teman yang sama: 

2- Ingin jadi pemimpin dunia dan ingin diikuti orang lain, baik dalam yayasan, organisasi atau partai sementara ia tidak membidangi agama secara spesifik.....jadi inget rasulullah, jadi inget peristiwa yang deket deket ma ghadir khum yaitu pada saat saat haji terakhir rasul..yaitu di saat Allah berfirman > pada hari ini telah kusempurnakan nikmatKU padamu dan ku ridhoi ISLAM jadi agamamu... firman tentang ISLAM telah di ridhoi ini hadir setelah rasul mendapat ummat yang percaya.. memenangkan makkah dalam arti kata belum ada ridhoi tapi sudah ada ummat atau dipercaya untuk sesuatu, khususnya iman, lucky rasulllah...so must be in something first? Than can get some?? Than you can prove some?!! Specially on your RABB?!! Not do something first than get something, for prove something..like Rasulullah, back to past..more past than you will be ikhlas let your passion for pride privacy satifaction..this if me. Anyway love Sinar Agama deh. 

Sang Pencinta: Memang saya hapus ustadz, saya pikir jawabannya sudah terdapat di arsip, walau hanya singgungan sikit saja, btw terima kasih sudah dijawab. 

Abi Syekh Daeng: Afuwan All@ ikut nyimak moga manfaat..... 

Nina Abubakar: Saya surpraise, ternyata jalannya ga terlalu rumit untuk bisa bermarja’ dengan seorang Marja’ ya. Sebelumnya bayangan saya, seorang muqollid (yang taqlid) keberadaannya harus sepengetahuan dan persetujuan Marja’ yang diikutinya. 

Kalo dari penjelasan tadi, sepertinya tidak harus seperti itu. Tetapi yang diperlukan adalah kesadaran seorang muqollid terhadap fatwa-fatwa dari Marja yang di ikutinya. 

Dari penjelasan tadi juga, sepertinya fatwa-fatwa Ayatullah sayyid Ali Khamenei hf sudah dibukukan tapi tidak dijual bebas ya?? 

Nina Abubakar: Jujur, memang saya tidak tau harus memulai dari mana untuk bertaqlid. Hehee... 

Nina Abubakar: Dan saya juga tidak tau/awam, siapa-siapa saja sosok Marja yang ada. Saya tidak bisa memilih. 

Dengan segenap keawaman saya, apakah berarti saya boleh langsung mengikuti/bemarja’ kepada Ayatullah sayyid Ali Khamenei hf seperti yang direferensikan tadi ?? 

Sasando Zet A · Friends with Sang Pencinta and 40 lainnya: Nyimak dengan kesungguhan... 

Sang Pencinta: Nina Abubakar: ini penjelasan ustadz, 

https://www.dropbox.com/s/g2unyedhagftit3/WF%20Marja%20Taqlid.pdf 

Panduan Fikih Rahbar, 
https://www.dropbox.com/s/515vzx25gjgzh9q/Fikih%20Pemula.pdf, tanya jawab Rahbar dengan mukalidnya, 

https://www.dropbox.com/s/cd7m6lnoadnjqi9/Ajwibah_1_pruf_udin.pdf, https://www.dropbox. 

com/s/aux17monj119edb/Ajwibah_2_pruf_udin.pdf. 

WF Marja Taqlid.pdf 

www.dropbox.com 

Sang Pencinta: Kalau berminat catatan ustadz terkait penerapan fatwa Rahbar, saya bisa tukilkan, i-Allah. 

Nina Abubakar: Sang Pencinta | terimakasih banyak kiriman link-link yang terkait. Boleh dibantu nukilkan. 

Sang Pencinta: Nina Abubakar: Sejauh ini arsip yang sudah dibuatkan per topik ini mbak, 

http://www.facebook.com/groups/KCUSA/doc/229211343876859/ 

Nina Abubakar: Sang Pencinta | terimakasih banyak invite ke grup Kompilasi Arsip Ustadz Sinar Agamanya... 

Sang Pencinta: Nina Abubakar: Sama-sama mbak, kalo mau mbak bisa add teman-teman yang lain. I-Allah diupdate secara reguler sesuai perkembangan arsip ustadz Sinar. 

Sinar Agama: Nina, Tolong minta sekalian fikih Rahbar hf ke Pencinta. Oh iya mbak Nina, di awal awal fikih itu, diterangkan dengan jelas cara taqlid. Semoga Allah selalu bersamamu, bersamaku dan bersama semua teman-teman facebook kita, amin. 

Sinar Agama: Pencinta, tolong kirimi sekalian mbak Nina itu fikih Rahbar hf yang berjudul Belajar Fikih Untuk Pemula itu atau Fikih Praktis. Terima kasih. 

Sang Pencinta: Sudah di atas ustadz. 

Sinar Agama: Oh Begitu, syukurlah, terima kasih. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Jumat, 19 April 2019

Anti Wilayatu Al-Faqiih


Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes)on Tuesday, April 2, 2013 at 9:01am


Sang Pencinta: Rabu (27-2-2013) Salam, intermezzo ustadz, seberapa besar pengaruh gerakan anti WF di internal AB sendiri? Apakah anti WF ini bertaqlid pada marja? Apakah secara fatwa perbedaannya mendasar dengan yang WF sendiri? Tampaknya simpatisannya di Indonesia tumbuh subur. Terima kasih ustadz. — bersama Sinar Agama.

Nida Zainab, Daris Asgar, Irphan Zidney Ars dan 13 lainnya menyukai ini.

Abie Manyu: Apa tuh WF??

Maz Nyit Nyit-be’doa: Salam, nyimak....makasih,,,

Razman Abdullah Chokrowinoto: WF itu adalah Wilayatul Faqih, otoritas khas yang diberikan pada ulama unggul.

Sang Pencinta: AM:

http://www.facebook.com/home.php?sk=group_210570692321068&view=doc&id=211010885610382

Sang Pencinta: Adakah fatwa Rahbar tentang memperlakukan kelompok anti WF ini?

Sang Pencinta: Apakah mukalid bermarja anti WF ini berkewajiban mengikuti fatwa Rahbar urusan sospol?

Abie Manyu: Permasalahan mendasar yang menjadi perbedaan di aqidah syiah imamiah adalah sudut pandang mengenai naibul imam,,’

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

Sebagaimana yang sudah sering dijelaskan bahwa Wali Faqih ini adalah wewenang faqih/ ulama/ mujtahid dan ada dua pandangan, mutlak dan muqayyad/ terbatas. Yang kita bicarakan tentu yang mutlak, yaitu yang meliputi masalah sosial dan politik dan kepemimpinan umat di dalam urusan- urusan itu. Tidak seperti yang terbatas dimana hanya membatasi wewenang itu pada pemberian fatwa tapi tidak membolehkan melaksanakan fatwa-fatwanya yang bersifat sosial-politik dan hukum pengadilan dan peradilan. Jadi, hanya berfatwa pencuri itu dipotong tangannya, tapi mengharamkan memotongnya kalau bukan imam makshum. Rinciannya, lihat di catatan.

Yang anti WF ini, tentu minoritas, karena memang tidak sesuai dengan fitrah manusia dan agama itu sendiri.

Sikap kita dalam arahan fatwa, maka dikatakan bahwa selama mereka itu dalam tidak mengimani WF mutlak tersebut, karena ijtihad dan/atau taqlid pada yang berfatwa tidak mutlak itu, maka masih dihukumi sebagai muslim dan Syi’ah. Tapi kalau tidak, maka dihukumi pengacau. Tentu saja, yang tidak dihukumi pengacau itupun, disyaratkan tidak mengacau yang ber-WF dan tidak membuat kerusakan. Karena kalau tidak, maka hukumnya adalah sama.

Di Indonesia, gerakannya setelah banyak Sunni masuk Syi’ah karena WF itu. Biasanya di dunia juga demikian, suka dompleng dan baru mempengaruhi orang dari dalam. Mereka-mereka ini ada yang tidak segan-segan bekerja sama dengan para antek barat hingga negara Inggrispun memberikan mereka stasiun TV khusus di Inggris untuk menyerang WF dan persatuan umat yang dipelopori WF.

Kita tidak usah terlalu sedih dengan mereka ini, karena hidayah itu raihan, bukan berian. Jadi, kalau kita tidak bisa menasihati mereka di dunia ini, maka apa boleh buat, kita jaga akhirat kita sendiri dengan kuat dan dengan penuh keprofesionalan serta ketaqwaan dan keikhlashan yang tinggi. Kita serahkan urusan mereka kepada akal dan fitrah sehat mereka dan kepada Allah, semoga pada akhirnya mereka dapat pula menemukan kebenaran ini dan mengaplikasikannya dengan sempurna, amin.

Istiqomah Isti: Waduh pusing terlalu panjang intinya aja lah ustad, salam.

Singgih Djoko Pitono: Sangat jelas ustadz...

SinarAgama: Abie: Tentang wilayatulfakih itu bukan masalah akidah, tapi masalah fikih walaupun ia cabang dari masalah akidah yang tentang keimamahan.

Sinar Agama: Isti: Coba baca dengan sabar, wong cuma beberapa baris kok, he he...Nanti kalau sudah dibaca dua atau tiga kali, belum paham juga, silahkan tanya lagi. Terima kasih dan afwan.

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Selasa, 16 April 2019

Hukum Merasa Benar Sendiri


Seri tanya jawab Hidayatul Ilahi dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:41am

HidayatulIlahi mengirim ke Sinar Agama: Rabu (27-2-2013) Salam ustad,,,,, bagaimana pendapat ustad tentang seseorang yang merasa paling benar dan orang sekitarnya adalah salah (jika tak sependapat dengannya),,, syukran wa afwan.

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya:

Merasa paling benar itu memiliki berbagai tinjauan, seperti:

1- Kalau karena kesombongan, yakni memastikan dirinya paling benar dengan tanpa memban- dingkan dengan yang lain secara terbuka di hatinya, yakni antara dia dan Tuhannya, maka jelas hal ini tidak boleh dan berbahaya terutama kalau di masyarakat berfungsi sebagai ayah, guru, pemimpin.... dan seterusnya.

2- Kalau karena argumentasi gamblang dan telah dibandingkan dengan beberapa dalil yang ia temui, maka sekalipun ini tidak bisa dikatakan sombong, tapi secara aplikasinya merupakan kembang api-nya sombong. Karena secara tidak sadar bisa masuk ke dalam kesombongan secara perlahan. Karena itu, bisa saja ia malas mendengarkan dalil-dalil orang-orang yang terlebih dianggapnya di bawah dia dalam keilmuan. Kemalasan ini, lambat laun akanmenjadi acuh tak acuh dan kemudian na’udzubillah, akan menjadi benar-benar kesombongan yang nyata.

3- Kalau karena argumentasi gamblangnya dan hanya merasa paling benar dari argumentasi - argumentasi lain yang pernah dijumpai dimana ia lihat secara ikhlash dan profesional memang lebih lemah dari argumentasinya, tapi ia tetap tidak menutup kemungkinan akan salahnya kalau bertemu dengan argumentasi lain, maka hal ini jelas tidak sombong dan tidak akan pernah masuk kedalam kesombongan selama masih dalam keadaan seperti ini. Karena itu, ia selalu akan mendengar dalil orang lain dengan bijak tanpa meremehkan dalam hati atau dalam aplikasi/ perbuatan (seperti acuh tak acuh) sekalipun secara lahiriah itu orang lebih rendah tingkat pendidikannya atau bahkan orang gila sekalipun.

Kesimpulan:

Kalau merasa lebih benarnya itu hanya dalam hati dan tetap menghargai orang lain dengan mendengarkan keterangan orang lain secara profesional, maka kalaulah ia perbuatan buruk, tidak sampai ke tingkat dosa. Tapi kalau diaplikasikan berupa peremehan, maka bisa masuk dalam dosa, yaitu kesombongan dan menyakiti orang lain yang tidak dihormatinya.

Kalau merasa lebih benarnya itu hanya dalam hati dan itupun tetap tidak menutup kemungkinan akan kesalahan dirinya kalau bertemu argumentasi lain di masa datang, dan tidak diaplikasikan berupa berbagai akhlak yang buruk seperti meremehkan orang lain, menghina, mencaci, memasukkannya ke dalam neraka, melarangnya masuk surga...dan seterusnya..., maka hal itu bukan hanya tidak dosa dan tidak buruk, tapi bahkan merupakan fitrah dari setiap manusia.

Kalaubukankarenafitrahtersebut,lalubagaimanabisamanusiamengambilsikapdalamberbagai agama atau madzhab yang ada dan memilih salah satudiantaranya???!!!

Wassalam.

Hidayatul Ilahi: Afwan ustad,,,,jika misalnya ia selalu menegur orang-orang sekelilingnya yang ia anggap salah karna tak sependapat dengannya sesama syiah apa lagi Sunni, menyalahkan mereka yang hanya dengan tolak ukur banyak mendengar/membaca,,, jadi bukan dengan tolok ukur pengaplikasiannya terhadap kebenaran yang ia dengar dan baca itu,,,,itu gimana ustadz?

Sinar Agama: H.I: Benar salah itu dengan ilmu dan dalil. Kalau fikih, maka harus merujuk fatwa. Dan kalau akidah, maka harus merujuk kepada dalil akal. Karena itu, kalau nasihatnya disertai dalil yang benar dari kedua jalur dalil ini, maka boleh dilakukan dan kita mesti mendengarnya. Tentang niat dia apa, itu urusan dia kepada Allah. Tapi kalau nasihatnya bukan dengan dalil, maka kita tidak mesti memperhatikannya dalam hal-hal yang kita yakin bahwa diri kita benar dengan dalil.

Wassalam.

Marwah Ali: Sangat gamblang : Benar salah itu dengan ilmu dan dalil. Kalau fikih, maka harus merujuk fatwa. Dan kalau akidah, maka harus merujuk kepada dalil akal. Karena itu, kalau nasihatnya disertaidalil yang benar dari kedua jalur dalil ini,  maka boleh di lakukan dan kita mesti mendengarnya. Tentang niat dia apa, itu urusan dia kepada Allah. Tapi kalau nasihatnya bukan dengan dalil, maka kita tidak mesti memperhatikannya dalam hal-hal yang kita yakin bahwa diri kita benar dengandalil.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 12 Januari 2019

Hukum Gambar-gambar Makshumin as


Seri tanya jawab Emen Okay dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:38 am

Emen Okay mengirim ke Sinar Agama: Selasa (26-2-2013) melalui BlackBerry Smartphones App Salam warahmah wabarakah Ustadz Sinar Agama..... 

Kalau dulu para sahabat bebas melihat, mengenali, mengingat wajah mulia Rasulullah (SAWW), kenapa zaman sekarang tidak boleh? Misalnya dengan gambar yang berdasarkan keterangan tentang bagaimana rupa beliau SAWW? Atau mungkin gambar yang berdasarkan keterangan mimpi orang-orang yang pernah bertemu dalam mimpi? (Mimpi Orang-orang Yang dipercaya tentunya). Terimakasih sebelumnya.... 


Sang Pencinta: Salam, ikut bantu, 

Nabi saww tidak pernah melarang pelukisan terhadap beliau saww, tetapi kalau ada haditsnya, maka maksudnya adalah untuk pencegahan terhadap ghuluw, yaitu penuhanan dan penyembahan terhadap beliau saww. Jadi, kalau sudah aman dari hal-hal tersebut (tentu kalau ada haditsnya), maka jelas tidak masalah. 

http://www.facebook.com/groups/210570692321068/doc/475871632457638/

Emen Okay: Terimakasih Kang Sang Pencinta... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Hal itu karena mimpi dan gambaran yang ada di dalam hadits itu tidak bisa dijadikan jaminan. Saya sudah pernah menulis tentang mimpi Nabi saww ini bahwa ianya belum tentu beliau saww. Karena yang dimaksud Nabi saww bahwa syethan tidak bisa meniru wajah beliau saww itu adalah meniru wajah beliau saww, bukan atas nama beliau saww. Jadi, kalau syethan berwajah lain lalu mengaku Nabi saww, maka hal itu bisa saja terjadi. Karena itulah, maka siapapun yang bermimpi Nabi saww sementara ia tidak pernah melihat Nabi saww dalam jaga, maka rupa dan wajah tersebut, sama sekali tidak memastikan Nabi saww. 

Gambar itu boleh-boleh saja asal diambil dari keterangan hadits tentang wajah beliau saww dan juga, tidak dipastikan bahwa wajah tersebut adalah wajah beliau saww. 


Yang paling dekat dengan kemungkinan benarnya, walau yang ini tidak bisa dipastikan, adalah lukisan Buhaira yang ketemu Nabi saww ketika masih berumur belasan tahun yang sedang menuju ke Suriah dengan Abu Thalib ra dalam rangka mau berdagang lalu Buhaira meminta pulang kembali karena ia tahu bahwa Nabi saww adalah calon nabi akhir jaman. Lukisan itu ada di gereja Romawi dan terjaga sampai sekarang dan sempat menyebar di Indonesia. 

Selama lukisan tersebut dan lukisan-lukisan lainnya, tidak dipastikan kebenarannya dan hanya dijadikan tabarruk sebagai pengingat kepada beliau saww, maka hal itu boleh-boleh saja karena memang sama sekali tidak akan ada bahaya penyembahan kepada gambar tersebut. Memang, kalau ada kemungkinan akan munculnya penyembahan kepada gambar beliau saww itu, maka tidak boleh menyebarkannya. Tapi ketika semua muslimin sudah tahu tauhid dan syirik (tentu saja kecuali wahabi yang ngaco ilmu tauhidnya), maka penyebaran itu tidak memiliki masalah pelanggaran syariat. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Uswah Hasanah dan Akhlak ‘Uzhma




Seri tanya jawab Memburu Kebenaran dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:34 am


Memburu Kebenaran mengirim ke Sinar Agama: (25-2-2013) Salam ustad semoga panjang umur dan sehat selalu, yang selalu tiada hari tanpa jihad fisabilillah dengan penuh keiklasan dan tanpa pamrih. Maaf mau nanya. 

  1. Apakah ayat 33;21= tentang sebutan uswatun hasanah pada pribadi rosul dalam ayat tersebut ditujukan semenjak rasul mendapat wahyu pertama(40 thn) sampai wafat, atau dari mulai lahir (0 tahun sampai wafat)??
  2. Di umum ada kata Ahlakul adzimah dan ahlakul karimah, apa perbedaan makna kedua ahlak tersebut?
  3. Apa perbedaan Ahlak dan fikih dan apakah yang harus didahulukan Ahlak atau FIKIH dalam pengamalan?? 

Syukron sebelumnya. 

Sang Pencinta: Salam, ikut bantu, jawaban no 3. https://www.dropbox.com/s/2rje4k7hd3rytjs/Akhlak%20vs%20Fikih.pdf 

Akhlak vs Fikih.pdf 

www.dropbox.com

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

1- Uswatun hasanah sudah tentu memaksudkan secara pasti, setelah kenabian. Karena betapa- pun baiknya Nabi saww sebelum kenabian dimana juga dikatakan sebagai makshum, akan tetapi bukan setelah Islam yang mengandungi semua ajaran. Puasa sebelum kenabian, tidak seperti puasa setelah kenabian. Begitu pula tentang shalat dan lain-lainnya. 

Akan tetapi, karena di ayat tersebut tidak mencamtumkan waktu dan jaman dan hanya fokus pada Nabi saww yang sebagai uswah hasanah, maka sebelum kenabian juga bisa dijadikan panduan bagi kita tapi di masalah-masalah umum yang belum dan tidak perlu disempurnakan agama Islam.

2- Akhlaku al-’Azhiimah dan Akhlaku al-Kariimah sebenarnya hampir mirip, akan tetapi beda dalam tingkatan saja dan, hal itu tergantung pada yang mengatakan atau menuliskannya. Jadi, tidak mesti memiliki perbedaan diantara keduanya, dan kalaulah bermaksud membedakan maka bisa sangat tergantung kepada pemakainya, karena dalam penderajatan tingkatan- tingkatan akhlak itu, bisa terjadi perbedaan pendapat dan eksperimen masing-masing. 

Kalau mau pengglobalannya, mungkin bisa dikatakan bahwa akhlak-akhlak lahiriah yang baik, disebut dengan Akhlak Karimah, tapi yang berhubungan dengan batin, adalah Akhlak ‘Uzhmaa. Misalnya, ketika seseorang tidak mengejek orang lain karena kekurangannya, maka ia termasuk Akhlak Karimah. Tapi ketika ia tidak mengejek dengan hatinya sekalipun, maka bisa dikatakan Akhlak ‘Uzhma. 

3- Untuk masalah akhlak dan fikih ini saya sudah sering membahasnya dan di atas sudah pula dinukilkan oleh Pencinta, mohon disimak. Pendeknya, antum harus taqlid pada marja’ antum dan jangan pusing dengan apapun yang dikatakan oleh bukan marja’ antum. Karena dalam Syi’ah, kita wajib taqlid pada marja’ dan haram mengikuti kata-kata orang lain yang apalagi bukan hujjatulislam sekalipun apalagi ayatullah/mujtahid dan marja’. 

Perhatian

Akhlak ini ada dua pengertian: 

1- Pertama adalah akhlak yang merupakan bagian dari ajaran dan ilmu Islam sebagaimana yang lainnya seperti akidah dan fikih dan seterusnya. 

2- Akhlak yang merupakan seluruh bagian Islam yang mencakup akidah, fikih dan akhlak itu sendiri....dan seterusnya. 

Kata-kata Nabi saww yang mengatakan: 

“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” 


adalah Akhlak yang ke dua. Karena Nabi saww diutus dengan membawa Islam yang utuh dimana di akhir hayat beliau saww Allah menurunkan ayat penutupanNya yang menyatakan tentang penyempurnaan agamaNya ini (QS: 5: 3). 

Jadi, akhlak ke dua ini, mencakup akidah karena ia akhlak batin kita kepada Allah dan semua utusan-utusanNya serta semua agamaNya. Dan ia juga mencakup fikih karena fikih menata akhlak kita kepadaNya (fikih pribadi) dan kepada seluruh makhlukNya (fikih sosial). 

Semua ini sudah sering diterangkan di catatan-catatan sebelumnya, silahkan menyimak di nukilan Pencinta. 

Sinar Agama: Pencinta, terima kasih bantuannya, semoga diterimaNya, amin. Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Hukum Mengerjakan Hal-Hal Lain di Waktu Kerja



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:31 am

Sang Pencinta: (25-2-2013) Salam, katakanlah jam kerja dalam kantor itu dari jam 08-17.00, istirahat jam 12-1. Ketika ber-fb-an/melakukan bukan yang terkait kerjaan di waktu kerja ini, apakah terhitung haram? Terimakasih ustadz — bersama Sinar Agama. 


Muhammad El’Baqir, Muh Kasim, Abdillah Toha Assegaf dan 14 lainnya menyukai ini. 

Hidayatul Ilahi: Nyimak. 

Sang Pencinta: Jika kondisi seperti ini, pegawai restoran yang sedang sepi restorannya, lalu ia ber-fb, gimana? 

Lordd Erlan: Kalo lagi kerja ada pengemis lewat di depan kantor gimana? 

Sattya Rizky Ramadhan: Salam..ikut nyimak..memiliki pertanyaan yang sama, ditambah sekarang pindah tempat kerja yang jam kerjanya 4X24 jam dan sisa harinya sama dengan jam kerja pada status di atas. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Sebenarnya jam kerja itu tergantung kepada uruf/’urf kerjaan dan kontrakan kerjanya. Artinya, bisa saja setiap tempat memiliki maksud tersendiri, sebagai berikut: 
  • 1- Kalau maksudnya secara umum masyarakat memang tidak boleh mengerjakan sesuatu yang lain, maka tidak boleh mengerjakan apapun di waktu kerja. Tapi mungkin maksud yang seperti ini, sangat sedikit dan mungkin hanya di beberapa tempat, seperti pemandu pendaratan pesawat, operasi badan, perang, pilot tempur....dan seterusnya...yang memang dipahami seperti itu. 
  • 2- Kalau maksudnya secara umum masyarakat dipahami bahwa memang tidak boleh mengerjakan apapun yang lain, tapi maksudnya adalah yang mengganggu pekerjaannya, maka tidak boleh melakukan apapun selain pekerjaan kantornya yang dianggap secara umum keluar dari pekerjaan kantornya. Misalnya, facebookan waktu kerja, membaca Qur'an waktu kerja, shalat dan beribadah di waktu kerja, .....dan seterusnya. Tapi kalau facebookannya itu hanya sepintas dimana secara umum tidak mengganggu pekerjaannya yang memang sedang senggang itu, maka kemungkinan tidak sampai ke tingkat haram. Memang, hal itu harus benar-benar teliti. Karena harus sedikit dan tidak boleh kalau memang masih ada pekerjaan. Tapi kalau dianggap hanya seperti membalas sms dan kalau membalas sms ini tidak terhitung secara umum bahwa ia keluar dari pekerjaan dan mengganggunya, maka tidak akan sampai ke tingkat haram (tentu saja, menjawab sms itu juga harus di kala senggang -hati-hatinya). 
  • 3- Ketika kembali kepada pemahaman umum bahwa pekerjaan itu hanya membolehkan pengecualian dalam beberapa hal, maka hal itu dibolehkan, seperti ke kamar kecil, menolong orang atau memberi pengemis yang pekerjaannya tidak terganggu dan tidak berbahaya. Tapi harus teliti, apakah pos yang ditinggalkannya itu tidak merugikan perusahaan atau apalagi keamanan. 

Kesimpulan dan nasihat

Kembali kepada pemahaman umum dan mengambil jalan yang lebih hati-hati sedikit, selama tidak membuat waswas, adalah jalan yang paling selamat. 


Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Rabu, 02 Januari 2019

Hukum Mencaci Simbol-Simbol Madzhab Lain



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:28 am

Sang Pencinta: (25-2-2013) Salam, bagaimana pandangan antum dan solusinya cara sebagian ikhwan, yang secara tajam mencaci simbol Suni. Mohon interpretasi fatwa Rahbar tentang peng-haraman pencacian simbol-simbol Suni. Terima kasih Ustadz. — bersama Sinar Agama. 


Fahmi Husein, Irsavone Sabit, Alia Yaman dan 23 lainnya menyukai ini. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

Kalau secara umum suatu kata itu dipahami mencaci simbol-simbol Sunni, maka jelas haram hukumnya. Seperti mencaci tokoh-tokoh yang dihormati Sunni. Tentu saja, diskusi bukan mencaci dan mencaci bukan juga diskusi sekalipun sepintas bentuknya seperti diskusi. Diskusi bisa dilakukan, tapi tidak boleh menggunakan kata-kata pencacian terhadap tokoh-tokoh atau apa-apa saja yang dihormati saudara-saudara Sunni. 

Sang Pencinta: Terimakasih ustadz. 

Sang Pencinta: Apakah hukumnya sama bagi yang menyukai dan menikmati diskusi cacian ini (bukan pelaku cacian)? 

Doni Handoyo: Perlu diselidiki ikhwan-ikhwan yang statusnya mencaci simbol Sunni, jangan- jangan mereka Wahabi nyamar. 

Memburu Kebenaran: Maaf ustadz, apakah menjelaskan kepada orang suni, dan mengkritisi sahabat suni semacam AUU, yang banyak kekeliruan-kekeliruan dan penentanganya kepada Nabi apakah termasuk mencaci-caci simbol suni?? 

Sang Pencinta: Beberapa ikhwan mengklaim dengan diskusi/menanggapi seperti soalan di atas, membuat sudara lain hijrah ke AB, bagaimana syar’i memandang ini? Btw teringat pesan ustadz tentang pen-scan-an kitab mafatih. 

Sinar Agama: Pencinta: Sudah tentu yang menyetujui pekerjaan haram, ia akan kebagian haramnya, apalagi menikmatinya. Dan dosa pemecahan umat ini tidak tanggung-tanggung, imam Khumaini ra mengatakan bahwa yang memecah Syi’ah dan sunnah, maka ia bukan Syi’ah dan bukan sunnah. 

Dan orang-orang yang terutama bukan mujtahid itu, kalau berpendapat apapun yang menentang marja’nya, maka selain tidak berharga, ia juga merupakan dosa yang ke dua setelah dosa pertama di atas itu. Misalnya mereka mengatakan bahwa dengan mencaci dapat menghidayahi manusia. Anggap hal ini bukan ajib dan kegilaan (dimana memang ajib dan kegilaan), maka ia adalah pendapat bukan mujtahid yang menentang mujtahid dan, sudah jelas wajib ditolak oleh dirinya sendiri terutama oleh orang-orang yang tidak menaklidinya karena memang tidak boleh menaklidi orang yang bukan mujtahid. 

Sinar Agama: Doni: Memang setiap ada akun yang mencaci dan mengatasnamakan Syi’ah, tidak bisa dikatakan bahwa hal itu kerjaan orang Syi’ah. Karena itu, kita bukan mau mengecam siapapun, tapi hanya membahas hukum fikihnya. 

Memang, kalau pencacian itu terjadi bukan sekali dua kali, sekalipun dilakukan oleh orang Syi’ah sekalipun, maka ia harus dikecam dan kalau perlu diboikot dan diblokir atau dilaporkan. Karena kalau tidak, maka akan merugikan agama serta harta dan nyawa manusia yang tidak berdosa. 

Kalau mereka masih bisa menerima hidayat, semoga mereka terhidayahi dan kalau tidak, maka kita serahkan kepada Allah karena mereka sudah masuk ke dalam tajarri dan maksiat yang akan mengorbankan agama serta harta dan nyawa manusia lain yang tidak berdosa. Bagi pandanganku, mabok masih jauh di bawah dosa memecah persatuan ini, Allahu A’lam. Karena dosa mabok hanya dosa pada Allah secara pribadi, tapi dosa memecah umat, selain dosa pada Allah, juga pada agama dan semua muslimin yang akan menjadi korban baik harta atau nyawanya. 

Sinar Agama: Memburu: Kalau diskusi tersebut, tidak disertai caci maki, maka jelas bukan pencacian dan pemakian dan tidak termasuk dosa. Jadi, menjelaskan AUU dari kitab-kitab Sunni dan dengan bahasa ilmiah yang baik yang tidak disertai caci maki, maka jalas(jelas) tidak dosa dan bahkan suatu keharusan kalau diperlukan. 

Al Parta Ortega: Indahnya Persaudaraan....Salam Ustadz... 

Sang Pencinta: Ustadz SA: Fatwa Rahbar tentang ini berlaku untuk semua pengikut AB? Apakah larangan cacian dikeluarkan oleh marja lain atau mengikuti Rahbar sebagai wali faqih? 

Ikhwan Abduh: Afwan Sang Pencinta. Saya mengikuti diskusi kemarin tentang hal ini, meskipun tidak sempat komen (terlalu banyak komentar yang ngalor ngidul). 

Cuma ada 1 hal yang masih mengganjal. Memang kadang-kadang ada segelintir saudara kita terpancing emosinya. Biasanya saat tokoh-tokoh syiah dicaci maki duluan. Sehingga sebagian saudara kita ikut-ikutan mencaci. 

Namun, saya lihat kebanyakan dari mereka tidak mencaci sebagaimana “CACIAN” yang menggunakan kata-kata kotor dan tidak pantas. Namun hanya menjelaskan kebobrokan akhlak dan sejarah kelam tokoh-tokoh Sunni. Dan itu dalam lingkup diskusi ilmiah, karena tidak jarang dalilnya pun disertakan. Baik dari ayat Al-Qur’an, hadis, maupun pernyataan tokoh-tokoh Sunni / wahabi, guna mengcounter pernyataan mereka. 

Bagaimana menurut Antum ustadz Sinar Agama ? 

Sang Pencinta: IA: Di atas sudah dikatakan kata itu dihukumi cacian secara urf/umum. Apakah definisi cacian di Sumatra beda di Sulawesi? Dan di atas sudah dikatakan juga diskusi tentang ini boleh bahkan harus kalo memang diperlukan. Kalo antum mau, akan saya bawakan catatan ustadz Sinar tentang diskusi yang ustadz Sinar terlibat di dalamnya tentang simbol-simbol Suni? 

Ikhwan Abduh: Bukan begitu maksud saya. Supaya terang, baiklah saya kasih contoh. 

Tetangga sebelah ada yang mengatakan mut’ah sama dengan zina, orang syiah = anak zina, dan lain-lain. Ada yang mengatakan imam mahdi ngumpet di goa karena penakut dan sebagainya. Bahkan banyak kata-kata cacian yang saya tidak tega untuk menulisnya. 

Bandingkan dengan ketika saudara kita menceritakan tentang, misalnya: 
Abu Bakar yang merampas tanah fadak, membakar hadis, kabur saat perang, memerintahkan membakar rumah Fathimah, dan sebagainya. 

Umar yang menganggap nabi mengigau dan melarang menulis wasiat nabi, tidak tahu banyak tentang hal agama (misal: tidak tahu arti kalalah, malah yang bertanya tentang itu dihukum oleh Umar), dan sebagainya. 

Usman yang nepotisme. 

Khalid bin Walid yang membunuh sahabat dan langsung meniduri istri sahabat yang dibunuhnya. 

Perbedaan persepsi tentang mencaci itu bukan masalah di Sumatera, Sulawesi, ataupun Jawa. Semua itu adalah sejarah, yang bahkan tercatat oleh kitab-kitab Sunni. Namun oleh mereka (Sunni) malah dianggap MENCACI. 

Jika memang hal itu adalah bagian dari mencaci, lantas sejarah yang saya pelajari selama menjadi syiah adalah tak lebih dari cacian? Padahal saya kira itu merupakan fakta sejarah yang membuka mata hati saya untuk menerima syiah! 

Afwan, mohon penjelasannya. 

Ikhwan Abduh: Sang Pencinta : OK, tolong kasih link catatan tentang diskusi tersebut 

Sekali lagi, saya masih awam di mazhab AB ini. Dan terus terang saya sedih menyikapi fenomena ini. Jadi tolong untuk ustadz sinar agama dan ustadz lain yang sering online facebook bisa membantu memberi pencerahan untuk masalah ini. 

Baskoro Juragan Tahu: SIMBOL Sunni adalah AUU....Hem masih kah anda menganggap mereka saudara dalam islam jika SIMBOL mereka di bilang AUU bukan ALQURAN n MUHAMMAD saw ?? 

Sinar Agama: Pencinta, hukum fikih yang bersifat sosial-politik, wajib ditaati walau oleh para marja’ itu sendiri dan, fatwa tentang persatuan dan tidak boleh mengejek simbol-simbol madzhab lain ini, termasuk fatwa sosial-politik yang wajib ditaati oleh semua orang itu. Apalagi ratusan mujtahid dan belasan marja’ memfatwakan hal yang sama atau mendukung fatwa Rahbar hf tersebut. 

Sinar Agama: Ikhwan A: Kalau penjelasan tentang semua yang antum contohkan itu dengan bahasa yang tidak disertai kata-kata ejekan dan apalagi dilengkapi dengan nukilan referansi-referensi Sunninya, maka jelas tidak masuk dalam ejekan sekalipun sebagian wahabi, demi memutarbalikkan masalah, menuduh penulisnya sebagai pengejek. Walhasil, kapan kata-kata ejekan itu dikeluarkan kita sekalipun diselingi dengan nukilan-nukilan referensi-referensi Sunni, tetap saja tergolong ejekan. Karena yang dihukumi ejekan itu, bukan referensinya itu, tapi ejekannya itu. 

Di catatan saya, mungkin sangat banyak yang menukilkan tentang hal-hal yang antum maksudkan bahkan seperti Khalid bin Walid yang membakar hidup-hidup beberapa shahabat di depan umum, tangisan penyesalan Abu Bakar karena telah mendobrak rumah hdh Faathimah as, pengharaman mut’ah oleh Umar ...........dan seterusnya...tapi selalu saya usahakan untuk hanya menyampaikan apa adanya tanpa kata-kata ejekan. 

Karena itu, selama diskusi atau tulisan atau kata-kata kita tidak mengandung ejekan, maka ianya bukan dosa dan bukan pula memecah persatuan. 

Ikhwan Abduh: Syukron ustadz SA. Sekarang sudah terang bagi saya. Jadi intinya pada pemilihan kata-kata dalam menyampaikan kebenaran itu ya. Semoga saudara yang lain, terutama yang biasa “keras” dalam diskusi membaca dan memahami keterangan antum. Karena jujur saya banyak mendapat pelajaran juga dari mereka. Namun terkadang karena yang diajak diskusi suka nyeletuk seenaknya, mereka juga terbawa arus diskusi itu sehingga mungkin lepas kontrol dengan kata-katanya. 

Novalcy Thaherm: Ikhwan Abduh @ betul sekali ihkwan, maksud saya juga begitu. Bahkan ada yang lebih extrem lagi menyebut mereka itu agen~agen zionis. Padahal mereka itu banyak memberi pelajaran kepada saya juga, bahkan mereka mengenalkan saya kepada ustadz sinar agama untuk bertanya apa saja tentang syiah. 

Hambali Return: Saya pribadi belum pernah liat syiah bicara tanpa dalil meskipun dalam keadaan marah, ngapain gue ke syiah kalau sama dengan yang dulu saya anut. 

Zulfiqar Fawkes: @hambali : afwan agar dicermati penjelasan ustad SA baik-baik >>> Walhasil, kapan kata-kata ejekan itu dikeluarkan kita sekalipun diselingi dengan nukilan-nukilan referensi- referensi Sunni, tetap saja tergolong ejekan. Karena yang dihukumi ejekan itu, bukan refrensinya itu, tapi ejekannya itu. 

Ikhwan Abduh: Meskipun tujuannya baik, namun harap Lebih hati-hati aja, untuk koreksi kita bersama. Syukron ustadz SA yang berkenan memberi penjelasan. 

Muhammad Wahid: Iya intinya: ejekan itu diluar konteks diskusi argumentatif... Emosional terpancing, ya disitulah tantangan orang berlimu untuk lebih bersabar, harusnya makin berilmu ya makin tawadhu.. Kita harus banyak belajar, bagaimana ustad Sinar Agama dalam berdiskusi & berdialog, beliau juga suka dicaci maki tuh, tapi beliau ga pernah membalasnya dengan cacian.. Untuk teman-teman syiah yang mengingatkan teman lainnya, saya liat juga ga lepas dari tuduhan dan cacian juga.. Jangan menasehati orang kalo anda sendiri ga bersikap arif... Mungkin saja betul ada agen-agen zionist, tapi apa benar itu ditujukan kepada orang-orang yang dituduhkan, kita-kita ini ga bisa mengetahui dengan pasti tanpa bukti dan kenal orangnya langsung di dunia nyata.. Kalau mau menyikapi sikapnya yang kurang tepat dalam hal ini kata-kata cacian, ya tegurlah dengan cara yang baik juga, jangan malah saling ejek & tuduhan-tuduhan yang ga berdasar.. Sehingga ga ada bedanya antara anda (syiah) dengan mereka-mereka itu (wahabi).. Afwan. 

Sinar Agama: Ikhwan A: Itulah mengapa tabligh itu bukan kerjaan sembarang orang. Memang, satu ayatpun harus disampaikan. Tapi ayat yang dipahami dengan dalil dan, sudah tentu dengan kata-kata yang bagus. Karena yang wajib disampaikan itu bukan kebenaran, tapi kebenaran dengan cara yang benar. Dimana ada pembolehan penyampaian kebenaran Islam dengan cara bukan Islam alias diri sendiri atau hawa nafsu sendiri. 

Jadi, kalaulah bukan ulama dan ingin terjun ke dalam tabligh yang bukan bidangnya atau yang juga bidangnya, maka lakukan karena Allah hingga mengikuti cara-caraNya yang diperintahkan dalam Qur'an dan Hadits-Hadits Nabi saww serta para imam makshum as. 

Karena kalau tidak, maka akan merusak islam itu sendiri dan kerja-kerja para nabi, para imam dan para ulama. 

Kalau tidak sanggup berhadapan dengan umat, mengapa memaksakan diri berhadapan? Siapa yang menyuruhnya? Mujtahid saja harus taqlid dalam hal-hal sosial-politik ini, apalagi awam yang hanya tahu satu atau dua ayat. 

Zulfiqar Fawkes: Syukron Ustadz. 

Sinar Agama: Teman-teman Semua: Terima kasih banget atas pengertian dan baik sangka dan segala kebaikannya yang antum pantulkan lewat komentar-komentar antum itu. Ana ini juga manusia biasa dan bahkan mungkin paling jeleknya. Karena itu, hati ini juga mendidih diejek orang. Tapi dari pada ana mendidih di neraka besok, maka kuusahakan sekuat-kuatnya untuk tidak keluar dari taqlid ana kepada Rahbar hf dan imam Khumaini ra yang didukung oleh ratusan atau ribuan mujtahid dimana beliau-beliau itu mewajibkan persatuan dan mengharamkan pengejekan kepada simbol yang disucikan di madzhab-madzhab lain. 

Sinar Agama: A.F: Ana juga berterima kasih untuk antum semua, semoga antum dan teman- teman lainnya, jangan sampai keluar dari fikih Ahlulbait as dimana fikih di Ahlulbait as itu bukan hanya thaharah, wudhu, mandi, shalat, puasa, haji...dan seterusnya, tapi juga masalah-masalah rumah tangga, sosial, budaya, politik, dakwah.............dan seterusnya. 

Ikhwan Abduh: Aamiin,,, insyaAlloh ustadz. 

Renito Husayno: Penjelasan ustadz inspiratif sekali. Adem. Terima kasih banyak ustadz....... 

Maz Nyit Nyit-be’doa: Sangat Mengagumkan dan mencerahkan.......... Terimakasih ustadz Sinar Agama. 

Novalcy Thaherm: Terimakasih juga ustadz sinar agama. 

Sinar Agama: Tambahan: 

Kalau ada orang mengejek atau melaknat/kecaman di depan Sunni/umum/facebook, lalu ia mengatakan bahwa ia tidak taqlid kepada Rahbar hf, maka hal itu juga sangat diragukan kebenarannya. Sebab setahu saya, tidak akan pernah dijumpai seorang marja’ yang membolehkan pekerjaan-pekerjaan tersebut. 


Kalau para pencela itu, semoga mereka masih bisa mendapat hidayah sebelum ajal menyapa amin, dengan tanpa merujuk kepada marja’ manapun itu, masih mau nekad juga mau melakukannya, maka silahkan mereka memakai nama asli di facebook ini dan alamat yang jelas, hingga orang-orang Sunni yang marah dan mau berbuat apapun kepadanya, bisa dengan mudah mendatanginya dan tidak mendatangi Syi’ah-syi’ah yang lain. Lucu amat, disuruh sopan, tetap saja nekad, tapi sembunyi di balik tembok China yang tebal hingga mengorbankan orang lain. 

Irsavone Sabit: Afwan ustadz, tidak maksud membela mereka, saya juga tidak paham sejauh mana sebenarnya menghina istri dan sahabat Rasulullah saww yang juga dikatakan menghina simbol-simbol Sunni, setahu saya nama yang disebut sang pecinta sebagian masih wajar saja sperti yang dilakukan ustadz ketika diskusi, menggunakan dan berdasarkan dalil Sunni sendiri, diskusi seperti itulah yang saya biasa saya like, kemudian ustadz apakah wajib bagi syiah untuk melaporkan mereka ini kepada yang lainnya secara terbuka, dan bagaimana jika yang melapor salah dalam mempersepsikan menghina simbol Sunni, hal ini bisa saja terpulang kepada saya jika saya yang melapor secara terbuka?.....Afwan. 

Ikhwan Abduh: Irsavone Sabit : Kemarin saya juga menanggapi seperti yang antum katakan. Namun ustadz sinar agama sudah menjelaskan. Bahwa yang demikian (membongkar sisi gelap tokoh Sunni) tidak apa-apa, bahkan dianjurkan ketika diskusi mencari kebenaran. Tapi yang tidak boleh adalah ketika berdiskusi dan berdalil namun kemudian terselip kata-kata ‘cacian’ / hujatan / umpatan yang tidak ada dalam riwayat / dalil itu, namun di ada-adakan sendiri (mungkin karena emosi dan sebagainya). Saya sendiri sangat menghormati saudara-saudara yang dimaksud oleh Sang Pencinta. Namun di sisi lain saya juga setuju dengan ustadz SA bahwa akan lebih baik lagi jika pemilihan kata saat diskusi bisa lebih arif dan bijaksana. 

Sang Pencinta: IS: Ustadz sudah menjelaskan di atas soalan seperti yang antum bawa untuk Ikhwan Abduh, afwan. 

Sinar Agama: I.S: Yang lain-lain sepertinya sudah terjawab selain yang satu ini bahwa apakah wajib melaporkan secara terbuka... 

Jawabnya adalah kalau kesalahannya itu terbuka, seperti di facebook ini, maka jelas penegurannya juga bisa dengan terbuka. Karena teguran itu, di samping nasihat bagi yang melakukan kesalahan secara terbuka itu, juga sebagai pengumuman atau ketidak ikutan bertanggung jawab terhadap yang dilakukannya, kepada diri orang itu dan khalayak ramai. Tapi kalau kesalahan orang itu tidak terbuka, maka haram dinasehati secara terbuka karena akan masuk dalam ghibah. 

Sedangkan kesalahan yang dimaksud itu, kalau fikih maka harus bersumber pada fikih dan kalau akidah maka pada akal dan Qur'an-hadits. Dan yang menasihati wajib tahu sebenar benarnya bahwa yang mau dicegah itu (nahi mungkar) memang benar-benar kesalahan dan ia tahu juga yang benarnya dalam masalah itu. Tapi kalau masih ragu-ragu terhadap kesalahannya atau terhadap kebenaran yang ia ketahui tentang ilmunya sendiri, maka tidak boleh melakukan peneguran itu karena bisa memfitnah orang dan dirinya sendiri akan mengatakan yang salah dan sesat karena ketidaktahuannya tadi itu. 

Karena itu, harus punya dua ilmu yang jelas untuk amar makruf dan nahi mungkar ini: Pertama tahu kesalahan yang mau dinasihati itu. Ke dua, ia tahu benarnya seperti apa secara pasti. 

Kalau terjadi perbedaan persepsi terhadap suatu kata, maka bisa dilakukan diskusi dan yang salah harus meminta maaf. Tapi persepsi terhadap suatu kata atau kalimat itu, harus berdasar kepada pemahaman umum dan tidak diputar-putar hingga menjadi remang. 

Wassalam. 

Marwah Ali: Alhamdulillah, aku masih di koridor dari batasan ustadz, aku ngeledeknya personalnya bukan AUU .... 

Abu Bakar Hangus: Tidak ada fatwa Ulama Faqih yang bertentangan dengan Nash .... = harga mati pemahaman atas segala sesuatu adalah inti dari persoalan. 

Abdurrahman Shahab: Kita ini masih sering terlihat kekanak-kanakan, tidak pernah merasa bersalah, mencari pembenaran atas setiap kesalahan yang kita lakukan, masih sering mengumbar hawa nafsu dan menganggap sepele persoalan besar dan penting yang didengungkan oleh para mujtahid dan pemimpin agama mengenai ukhuwah dan persatuan islam sehingga terus saja menjadikan perbantahan dan perdebatan yang memancing permusuhan adalah sebagai KEASYIKAN DAN MENGANGGAP SEBAGAI KECERDASAN SERTA DAKWAH AHLUL BAYT!!! 

Marwah Ali: Menawarkan Ukhuwah sama Nashibi, yang ga mau Ukhuwah ?, Malah kaya di Jawa Timur seperti al bayonet, gimana caranya ? 

Abdurrahman Shahab: Afwan, kalau menurut saya nashibi bukanlah bagian dari islam, yang harus dijaga ukhuwahnya, tapi tidak serta merta ketika kita menangkal fitnah nashibi (/wahabi) kita lantas membenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan... DAN HAL ITULAH YANG SANGAT DIHARAPKAN OLEH PARA NASHIBI, AGAR KITA DIMUSUHI OLEH ASWAJA... 

Abu Bakar Hangus: Simbol: AHLUL SUNNAH = SUNNAH YANG BENAR [siapa sunnah yang benar ?], bukan simbol yang kufur. Kalau pembenaran atas fatwa itu adalah kepada Sunni maka, sama saja mengakui kebhatilan atau terus menyembunyikan kebhatilan. 

Marwah Ali: Bisa kasih contoh konkrit kalimat ini “kita lantas mebenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan.” Afwan. 

Penganten Mercon: Salam semua--ikut nyimak. 

Marwah Ali: Hemm.... 

Marwah Ali: Kk Penganten Mercon , Group Dialog Ilmiah Sunni Syi’ah boleh terus tuh hehehe. 

Penganten Mercon: hehehe,,boleh terus gimana maksudnya. 

Marwah Ali: Selama berdasarkan Ilmiah , jangan sampe “kita lantas mebenamkan diri dengan perkataan yang dapat menimbulkan fitnah dan permusuhan dari kalangan aswaja, karena kita menggunakan kata-kata yang menistakan simbol-simbol yang mereka mulyakan.” 

Penganten Mercon: Alhamdulillah, kawan-kwan semua yang ada di sana dalam menyampaikan sesuatu selalu berdasarkan ilmiyah. 

Marwah Ali: Terutama pada pinter bahasa bersayap yang bisa terbang kemana-mana qiqiqiii. 

Penganten Mercon: hehehe,,kebanyakan ikhwan syiah itu jarang bolos dalam pelajaran bahasa Indonesia, jadi ada aja bahan untuk mengembangkan sayap. 

Rizki Wulandari: Damailah Indonesiaku dengan semua perbedaan yang ada. 

Abdurrahman Shahab: Afuan Marwah Ali, ana fikir antum sudah sangat faham dengan maksud kalimat di atas.... karena kita sering terpancing dalam perdebatan, demi untuk mengungkapkan keyakinan, terkadang kita ikut menggunakan KATA-KATA CACIAN DAN PENGHINAAN terhadap SIMBOL YANG DIMULIAKAN OLEH ikhwan Sunni dan ini adalah salah satu trik yang selalu digunakan oleh para nashibi, agar kita terpancing dalam mengeluarkan kata-kata yang tidak menunjukkan akhlaq pengikut AB, dan karena kesalahan yang sering kita lakukan dalam debat- debat, yang lebih banyak membawa mudhorot dibandingkan manfaat itulah, maka timbul kebencian yang mendalam oleh sebahagian ikhwan Sunni terhadap syiah... sehingga banyak kelompok awam Sunni yang ikut terbawa emosi yang menyebabkan kebencian dan permusuhan terhadap pengikut dan ajaran syiah, sudah banyak korban yang tidak berdosa dari kalangan kita yang harus menanggung resiko atas apa yang telah kita tanamkan karena “permusuhan” yang kita anggap sebagai “dialog dan kajian ilmiah” menurut ana, dialog dan kajian ilmiah itu harus dilakukan pada tempat dan oleh orang yang tepat... Afuan... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua komentarnya yang ada di atas syariat. 

Sinar Agama: Abu: Antum ini ada dua kemungkinan: Taqlid atau mujtahid. Kalau taqlid, maka taqlid ke siapa dan mana fatwa pembolehan pencelaan itu. Kalau mujtahid, maka dari mana antum dapatkan ijin ijtihad tersebut. 

Kemudian, kalaulah antum mujtahid, maka antum juga harus taat pada paling a’lamnya mujtahid dalam urusan-urusan kebersamaan atau sosial-politik. Dan hal seperti ini, yakni wajib ikut yang a’lam itu, merupakan fatwa dari semua marja’ dalam hal-hal apa saja, baik dalam urusan taqlid atau seperti dalam perkara yang kita bahas ini dan semacamnya.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Hukum Memburu Binatang



Seri tanya jawab Bande Husein Kalisatti dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:17 am


Bande Husein Kalisatti: (25-2-2013) sekitar Kota Bogor 
Sinar Agama :”Saya pernah dengar bahwa memancing ikan menurut fatwa rahbar hukumnya haram, benarkah? Afwan. 

Sang Pencinta: Salam, beberapa minggu yang lalu, ustadz mengatakan memancing karena hobi/ untuk bersenang-senang haram hukumnya, karena tergolong menyakiti binatang. Sedangkan memancing ikan untuk kebutuhan hidup boleh. Memburu hewan seperti kupu-kupu dan lain-lain lalu dijadikan pernak-pernik yang nantinya dibisniskan untuk kebutuhan hidup/mencari nafkah boleh, kalo untuk hobi/senang-senang haram hukumnya. Demikian tukilan dari saya mas Bande. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

Seperti yang dikatakan Pencinta, memburu binatang apa saja yang karena kesenangan sebagai tujuan utamanya (sekalipun hasil buruannya juga akan dimakan atau dijual), maka haram hukumnya. Tapi kalau tujuan utamanya itu adalah untuk dimakan atau mencari nafkah dengan menjualnya (sekalipun tentu senang ketika mendapatkannya karena dapat rejeki), maka halal hukumnya. 

Hasil buruan yang buruannya haram, tetap saja halal dimakan atau dijual, kalau memang boleh dimakan dan boleh dijual (bukan seperti babi yang haram dimakan dan dijual untuk dimakan). Jadi, yang haram hanya pekerjaan berburunya. 

Ibra Hendoone: Mancing di air keruh ma yang haram. Kalo bening gak papa (tidak apa-apa). 

Sinar Agama: Pencinta, mungkin saya tidak menulis “karena tergolong menyakiti binatang”, walaupun hal itu bisa saja sebagai salah satu sebab keharaman. 

Sang Pencinta: SA: komen terakhir ustadz yang saya baca seperti itu. Afwan. 

Sinar Agama: Pencinta, kalau ada nukilannya mungkin bagus saya baca lagi, karena mungkin akan saya perbaiki. Tapi kalau pemahaman antum saja, misalnya karena ada orang bertanya tentang menyakiti binatang, maka jawaban ana itu tidak mesti beralasan menyakiti binatang. Misalnya ada yang tanya, apa hukumnya menyakiti binatang serangga yang ditangkap kemudian dibuat hiasan seperti gantungan kunci. Lalu saya jawab: Membunuh/memburu binatang halal yang untuk dimakan atau untuk mencari nafkah, hukumnya halal tapi kalau niatnya untuk kesenangan (hoby/refresing), maka haram. 

Sang Pencinta: Hoby/hobi ustadz, bukan boby. 

Sang Pencinta: Ok ustadz, nanti kalo ana temui dan baca, karena sepertinya ana belum bikin arsip tentang itu. 

Bande Husein Kalisatti: Syukron..semoga ustadz Sinar Agama tak bosan membimbing kami, serta ustadz, keluarga dan Sang Pencinta selalu dalam lindungan Allah swt. 

Sang Pencinta: Afwan komen di atas seharusnya; “yang saya baca”. mungkin juga saya salah karena mengingatnya pas ustadz komen masalah kupu-kupu itu tempo hari, afwan ustadz. 

Sinar Agama: Bande: Terima kasih doanya, semoga ia meliputi kita semua sekeluarga dan semua teman-teman facebook ini, amin. 

Sinar Agama: Pencinta: Biasanya saya memikirkan penulisan setiap satu hurufpun, terutama dalam fikih. Biasanya juga menghindari kata-kata yang multi tafsir. Karena itu, sepertinya antum menukilkan yang dipahami, bukan yang ditulis. Btw, kalau memang yang ditulis seperti itu, maka mungkin saya akan merubahnya. Jadi, kalau ada waktu, tolong dicarikan. Dan seingatku, kalau memang masalah kupu-kupu maka menyangkut yang dibuat hiasan itu yang mana hukumnya halal. 

Mata Jiwa: Berarti memelihara untuk kesenangan jauh berbeda dengan membunuh untuk kesenangan ya? Misalnya burung yang seharusnya terbang di alam bebas tanpa batas, karena untuk kesenangan dikurunglah ia dalam sangkar yang cuma sekian puluh senti ukurannya..?.. Maaf, ikutan nanya pak ustadz. 

Sinar Agama: Mata: Benar seperti itu. Memelihara itu tidak haram walau untuk kesenangan. Mungkin, karena alam ini dibuat untuk manusia. Tapi agama memberikan garis-garisnya, dimana kalau tujuan utama dari memburu/membunuh binatang itu untuk kesenangan dan hobi maka hukumnya haram. 

Wassalam.



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Undian Tidak Mesti Judi dan Bahkan Bisa Keharusan



Seri tanya jawab Ivan Setiono dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:12 am


Ivan Setiono mengirim ke Sinar Agama: Minggu (24-2-2013), Assalamualaikum ustadz. Bagaimana hukumnya undian? 

Seperti kalo kita arisan atau doorprice seperti itu kan selalu diundi pake dadu atau pake gulungan kertas, apa boleh? Lalu hasil perolehannya apakah bisa dikatakan halal? 


Contohnya: 

Misalnya saya beli perangkat ektronik, kemudian setelah itu saya dapat undian dan setelah diundi saya dapat barang elektronik lagi apakah hasil undian itu halal dan kalo hasil undian tersebut saya jual lagi apa juga masih halal? Lalu apakah undian itu berarti sama dengan perjudian? Syukran ustadz. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: 

  1. Undian itu boleh bahkan wajib, yaitu di beberapa tempat yang tidak bisa dihindari, seperti arisan tersebut. Karena dengan undian, maka perebutan dan pertengkaran akan dapat dihindari.
  2. Saya tidak paham doorprice, karena itu saya tidak bisa komentar mengenainya, kalau bisa diterangkan dulu. Tapi kalau sudah dipahami dengan jawaban pertama itu, maka berarti sudah terjawab.
  3. Undian juga bisa dipakai ketika mau memberi hadiah kepada para siswa yang memiliki nilai rata-rata sembilan puluh sampai seratus misalnya.
  4. Dalam riwayat dan fatwa dikatakan bahwa undian atau qur’ah itu adalah mesti di tempat- tempat yang musykil, yakni yang sulit menentukan dengan penunjukan.
  5. Yang dihasilkan dari undian, jelas halal. Tapi kalau undiannya adalah judi, seperti memberikan sejumlah uang untuk mendapatkan undiannya yang menjanjikan kelipatan tertentu, maka hal ini judi dan haram.
  6. Hasil dari contoh yang antum berikan itu adalah halal.
  7. Tidak semua undian itu judi dan haram sebagaimana di atas. 

Ivan Setiono: ^_^. Terima kasih ustadz. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Marja’ dan Sejarahnya



Seri tanya jawab Sang Pencinta dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Tuesday, April 2, 2013 at 8:10 am

Sang Pencinta: Minggu (24-2-2013), Salam, sekiranya ustadz bisa menjelaskan sejak kapan sistem ke-marja-an digunakan dalam AB? Apakah dimulai ketika Imam Mahdi ghaib? Terima kasih ustadz. 


— bersama Sinar Agama. 

Alia Yaman, Damai Slaluww, Muslimah Ad Deen dan 13 lainnya menyukai ini. 

Armeen Nurzam: Nyimak. 

Sinar Agama: Salam dan terima kasih pertanyaannya: Kan sudah sering saya katakan bahwa mengikuti marja’ itu sudah sejak jaman Nabi saww karena tidak semua orang hidup dalam satu lingkungan (kota) dengan Nabi saww. 

Adam Syarif: Siapakah marja pertamakalinya selain nabi dan imam ma’sum? 

Sinar Agama: Adam: Nabi saww dan imam as itu bukan marja’ dalam peristilahan kita ini, tapi mereka as itu adalah sumber syariat itu sendiri. Nah, merujuk kepada yang dirujuk (marja’) untuk mengetahui syariat kepada orang-orang yang mengerti dari sumbernya itu banyak sekali dan tidak bisa dihitung. Karena semua shahabat senior adalah marja’ bagi yang yunior. Artinya, Nabi saww dan para imam makshum as, bukan hanya membolehkan umat mereka as, tapi bahkan menyuruh umat mereka as untuk bertanya dan meruju’/merujuk kepada yang tahu. Jadi, marja’ di jaman Nabi saww dan imam makshum as itu banyak sekali dan tidak bisa dihitung. 

Marja’-Marja’ itu, dalam berbagai hal. Ada yang hanya dalam satu masalah dan ada yang lebih atau bahkan yang semi lengkap. 


Menjadi marja’ di jaman itu, sangat mudah, karena mereka langsung bertanya kepada Nabi saww dan imam makshum as secara langsung untuk memahami berbagai hal yang kemudian akan dipraktekkan dirinya sendiri dan akan dijadikan rujukan oleh yunior-yuniornya. 

Akan tetapi menjadi marja’ di jaman sekarang, sudah tidak seperti dulu. Karena harus tahu arti ayat dari berbagai perbandingan, harus tahu hadits shahih dan tidak, harus tahu ini dan itu dimana sudah dibahas dan dikemas dalam satu ilmu yang bernama Ushulfiqih. Ushulfiqih inilah yang berusaha menjabarkan maksud Nabi saww dan maksud para imam makshum as ketika menjawab para shahabat-shahabat yang langsung bertanya kepada mereka as itu. 

Adam Syarif: Terima kasih ustadz. Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ