Minggu, 14 Oktober 2018

Pendidikan Anak



Seri tanya jawab Sang Pecinta dengan Sinar Agama 
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, April 26, 2012 at 4:02 pm


Sang Pecinta: Salam, saya banyak melihat fenomena yang terjadi dalam keluarga muslim yang bisa dikatakan tidak bagus, sering kali orang tua merasa digurui ketika si anak memberikan masukan yang positif, orang tua merasa lebih tahu tentang segala sesuatunya ketika orang tua sering memarahi anaknya yang masih kecil, walaupun kesalahan anak itu kecil seperti memecahkan gelas, sehingga karena sering dimarahi anak itu tumbuh dengan emosi yang tidak stabil, dan ketika anak sulungnya memberi masukan, orang tua itu tidak terima. Ketika orang tua berbohong di depan anak-anaknya dan sang anak memberitahu dan beliaupun tidak terima. Terus saya melihat banyak orang tua sering memaksakan pendapatnya tanpa melibatkan diskusi dengan sang anak, akibatya sang anak merasa tertekan emosinya dan tetap melakukannnya dengan hasil yang kurang baik. 

Bagaimana tanggapan ustadz tentang hal ini? Apakah sang anak berdosa ketika orang tua tidak menerima masukan anak? Saya merindukan keluarga muslimin yang demokratis dimana anggota keluarga mengemukakan pendapat dengan santun, orang tua mendidik anaknya dari detik pertama anaknya lahir sesuai dengan tuntunan Rosul dan AB, bukankah kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas keluarga ya ustadz ? Imam Khomeini berkata Ibu merupakan madrasah bagi anak-anaknya. *sharing saya ini tidak mengurangi rasa hormat saya kepada para orang tua yang telah membesarkan putra-putrinya dengan kasih sayang yang tak akan tergantikan. 

Sang Pecinta: Beberapa tahun lalu saya melerai seorang bapak yang akan menampar dan memukuli anak gadisnya, alasan sederhananya sang anak belum sempat mengunjungi bapaknya karena tugas deadline dari kampus, sang bapak tanpa memberikan kesempatan kepada si anak untuk berbicara langsung emosional..saat ini hubungan anak & bapak itu tidak dekat, seperlunya saja.. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya atau sharingnya: 

(1). Sejauh yang saya tahu dan bisa ditulis secara global, adalah bahwa orang tua sudah semestinya mendidik anaknya dengan ajaran Islam

(2). Islam menganjurkan dari nol tahun sampai tujuh tahun, anaknya dibiarkan bagai raja yang bebas. Dan hanya mengawasinya supaya tidak celaka atau terluka. Tapi kalaulah main pisaupun, tidak boleh serta mengambilnya dengan kasar, kecuali kepepet dan dalam keadaan bahaya. Jadi, mengambilnya dengan lembut dan dengan memberi pengertian sesuai kondisinya. Misalnya, mencoba menusukkan sedikit dari ujung pisau itu supaya dia merasakannya. Tapi kalau tidak mau, maka jangan dipaksakan. 

(3). Dari umur 7 tahun sampai 14 tahun, dianjurkan untuk mendidik anaknya dengan ketat hingga menjadi hamba Tuhan yang taat. Istilahnya dididik menjadi budak Tuhan. Tentu dengan membarenginya dengan pengertian-pengertian yang bisa ditangkapnya. 
Dari umur 14 tahun sampai 21 tahun, diajak bermusyawarah dalam memecahkan masalah- masalah keluarga atau dalam mengatur keluarga secara bersama-sama. Akan tetapi, kepe- mimpinan tetap di tangan ayah. Jadi, kalau ada perbedaan pendapat, maka semua harus mengikuti keputusan ayah. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Beda Filsafat dan Falsafah



Seri tanya jawab Zarranggie Syubeir dengan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, March 8, 2012 at 6:51am


Zarranggie Syubeir: Salam ustadz, af1 mau bertanya: Apa perbedaan Filsafat dengan Falsafah? 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

(1). Falsafah itu adalah ilmu yang membahas sejarah filsafat, terutama dalam mengenali filosof dan pemikirannya. 

(2). Filsafat adalah ilmu yang membahas tentang wujud dari sisi wujudnya, bukan dari sisi lainnya, seperti sisi ukurannya yang menjadi ilmu matematik, atau dari sisi kesehatannya yang menjadi ilmu kedokteran ... dan seterusnya. Tapi benar-benar hanya dari sisi wujudnya saja. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Arti Tuhan Mengangkat dan Menjatuhkan Pemimpin/ raja yang Dikehendaki



Seri tanya jawab Heri Widodo dengan Sinar Agama 

by Sinar Agama (Notes) on Saturday, February 4, 2012 at 11:07 pm


Heri Widodo: Ustadz, QS Ali Imron 26 = Apakah Kehendak ALLAH Menjatuhkan seseorang adalah Keadilan Tersembunyi Hikmah untuk orang tersebut ? 


Agoest D. Irawan, Nadi Ali Utomo, dan Irawati Rembang C menyukai ini.. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

(1). Naiknya seseorang menjadi raja atau pemimpin, tidak ditentukan dan tidak pula dikehendaki Allah sebagai kehendak tasyri-’ii (syariat) atau kehendak takwini (natural). 

(2). Artinya, kehendak yang bermakna kehendak, itu tidak ada. Begitupula ketidakberkehandakanNya juga tidak ada. Katakanlah, urusan mau jadi pemimpin atau tidak, semua itu, urusan manusia itu sendiri. 

(3). Akan tetapi, karena akibatnya akibat itu, akibat pula bagi sebabnya, dan karena Tuhan itu sebab akhir dari semua keberadaan, maka kemenjadian-pemimpin atau ketidakmenjadian pemimpin seseorang itu, adalah bagian dari makhluk Tuhan dan akibatNya. Dari sisi, inilah dikatakan bahwa menjadi dan tidak menjadinya pemimpin atau raja bagi seseorang itu, tergantung kepada Allah. Ini makna ayat yang ditanyakan itu. 

(4). Mengapa dikembalikan kepada Allah hingga seakan-akan Tuhanlah penentu semuanya? Karena, Tuhan adalah sebab hakiki bagi semua kejadian di alam ini walaupun hal itu adalah perbuatan dan pilihan manusia itu sendiri. Karena akibatnya akibat, adalah akibat pula bagi sebabnya. Dan Tuhan, adalah sebab hakiki dari semuanya dalam arti, tanpa Tuhan, maka sebab-sebab yang berada di tengah antara akibat akhir dengan serentetan sebab-sebab sebelumnya, semua itu, tidak akan ada gunanya dan tidak akan ada fungsinya. 

Shalat dan mencuri, atau menjadi pemimpin, adalah suatu keberadaan yang diakibatkan oleh ikhtiar manusia. Dari akibat akhir ini, untuk sampai kepada Allah sebagai sebab akhir, ada jutaan sebab-sebab perantara, seperti ikhtiar fulan yang menginginkannya, pengaruh lingkungan, mani-ovum yang telah menjadi si fulan yang mau jadi pencuri atau orang shalat atau pemimpin itu. Kemudian mani-ovum itu juga perlu kepada sebab-sebab sebelumnya, dan sebab-sebabnya itu juga perlu kepada sebab-sebab ...dan seterusnya. ... sampai akhirnya kembali kepada Allah. Nah, semua sebab-sebab perantara itu, menjadi sebab karena Tuhan yang telah menjadikannya sebab. Jadi, sebab hakiki itu adalah Allah dan sebab parantara itu adalah sebab-sebab yang tidak akan pernah berarti tanpa sebab akhir tersebut. 

Karena itulah maka sebab hakiki itu hanya Allah dan karena itulah semuanya sering dikembalikanNya kepada DiriNya di Qur'an dan hadits-hadits Nabi saww. 


(5). Akan tetapi ingat bahwa akan bertanggung jawab itu adalah manusia itu sendiri. Hal itu karena sebelum terwujudnya akibat manusia, seperti mencuri, shalat atau jadi pemimpin, harus melalui sebab yang namanya akal dan ikhtiar. Karena itulah, maka manusia ini yang harus bertanggung jawab terhadap pemahaman akalnya dan ikhtiar-ikhtiarnya. 

(6). Karena itulah maka dalam makhluk-makhluk yang berupa perbuatan manusia ini, dibagi menjadi dua bagian: 

a. Makhluk yang sesuai dengan kehendakNya secara Takwini saja, yakni sesuai dengan prosedur di atas itu, yakni dari Tuhan ke makhluk pertama dan dari makhluk pertama ke makhluk ke dua ..... dan seterusnya sampai ke makhluk yang namanya perbuatan manusia ini. Nah, setiap keberadaan di urutan-urutan ini, dikatakan terjadi dengan ijin Allah secara Takwiniyyah (ciptaan naturalinya). Di bagian ini, tidak peduli apakah perbuatan manusia itu baik atau buruk, hak atau batil. Seperti shalat, mencuri, menjadi pemimpin batil atau hak. 

b. Makhluk yang sesuai dengan kehendakNya secara Tasyrii’ii (syariat atau agama atau hukum-hukum agama Tuhan). Artinya pilihan-pilihan manusianya itu, yakni makhluk yang berupa perbuatan manusia ini, sesuai dengan kehendak Allah yang sudah ditentu- kan dalam agamaNya. Seperti shalat, menjadi pemimpin hak (seperti para nabi, rasul dan Imam makshum). 

(7). Dengan penjelasan itu maka bisa saja, kemenjadian pemimpin seseorang itu dikehendaki Allah secara aturanNya dalam natural saja, dan bisa dari sisi aturan-Nya dalam agamaNya juga. Karena itu, kemasyiyyahanNya (kehendak Allah), tidak mesti membuat seseorang yang menjadi pemimpin itu senang. Karena, kalau kemasyiyyahanNya itu hanya Takwiniyyah saja, maka ia akan menanggung dosa kebatilannya sendiri dan dosa umat yang dipimpinnya ke arah yang batil itu. 

Akan tetapi, kalau seseorang itu menjadi pemimpin karena dikehendakiNya secara agama- Nya, maka dialah yang dipilih Allah dan dikehendakiNya secara agama sesuai dengan potensinya sendiri dan kelayakannya, hingga dapat menjadi bantuan dan rahmat dariNya bagi umat yang dipimpinnya. 

Wassalam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Penjelasan Talaq dan Hak Talaq dalam Pernikahan



Oleh Ustad Sinar Agama 
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 9 Juli 2011 pukul 12:18


Bintang Ali: Salam, ustad.. smoga ampunanNya meliputi kita semua .. Ustad, mohon dijelaskan soal talaq dan apakah memikirkan talaq itu hukumnya sama dengan jatuh talaq? Dan istri punya hak talaq ga? Syukron. 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

(1). Memikirkan talaq itu bukan talaq. Bahkan mengucapkan talaq juga belum tentu talaq. 

(2). Talaq adalah mengucapkan talaq di depan dua orang Syi’ah yang adil (tidak melakukan dosa besar dan kecil). 

(3). Adil ini, tidak sama dengan adil dalam imam shalat. Karena kalau dalam imam shalat, kalau kita tahu diri kita tidak adil, tapi makmumnya meyakini kita adil dan mereka menginginkan kita jadi imam shalatnya, maka kita boleh menjadi imam shalat bagi mereka. Tapi kalau adil dalam cerai ini tidak bisa. Jadi, kalau kita mau jadi saksi talaq kita harus tahu dengan benar bahwa kita tidak melakukan dosa besar dan kecil. Jadi, kita tidak bisa mencukupkan lahiriah kita karena kita tahu lahir batin kita. Jadi, kalau kita tidak adil, maka kita tidak boleh menjadi saksi. Dan kalau menjadi saksi maka talaq itu menjadi batal. 

(4). Untuk yang menjadikan kita saksi, memang, cukup melihat lahiriahnya. Tapi kalau nanti tahu bahwa kita tidak adil atau siapa saja yang dijadikan saksi, maka talaqnya menjadi batal. 

(5). Dan kalau talaqnya batal, maka yang susah itu adalah wanitanya. Karena kalau dia kawin lagi bisa menjadi batal. Memang kalau suaminya Sunni, maka talaq dengan cara Sunni itu sudah dianggap syah, sekalipun tidak memakai saksi sekalipun. 

(6). Sedang istri tidak punya hak talaq. Tapi kalau waktu perkawinannya si suaminya memberikan semacam penyerahan kepada hakim syar’i atau penghulu, bahwa kalau nanti memukuli istrinya atau tidak memberi nafakah dalam batas-batas waktu tertentu maka hakim agama bisa menjatuhkan talaq, maka kalau hal-hal itu terjadi, si istri kelak bisa mengadu ke hakim syar’i itu untuk meminta menjatuhkan talaq untuknya. 

Bintang Ali: Syukron tad,,. bagaimana kalau tidak menemukan 2 orang saksi adil? Atau bolehkah mengambil saksi dari sunni tapi adil? Dan pengucapan talaq itu cukup sekali atau lebih? Afwan ustad ngeborong..:) 

Sinar Agama: Sekali lagi, adil itu tidak melakukan dosa besar atau kecil. Dan keduanya harus ahlulbait. Jadi, harus mewakilkan ke orang yang ada di daerah yang banyak syi’ahnya dan adilnya. 

Chi Sakuradandelion menyukai ini.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Penjelasan Bait Do’a Kumail

Penjelasan Bait Do’a Kumail
“Wahai yang namaNya adalah obat dan zdikir- Nya adalah penyembuhan yang ketaatanNya adalah kekayaan"



Oleh Ustad Sinar Agama
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 9 Juli 2011 pukul 12:16



Al Louna: Dalam bait doa kumail ada yang berbunyi; Wahai yang namaNya adalah obat dan dzikirNya adalah penyembuhan, yang ketaatanNya adala kekayaan. 

Ustadz, apa makna dari bait doa tersebut? 


Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya: 

(1). Nama Tuhan, adalah keberadaan tajalliNya. Katakanlah hakikat sifat-sifatNya. seperti(Seperti) hakikat Penyembuh, Pemberi Rejeki, Pemaaf ...dan seterusnya, bukan kata-kata itu sendiri. Sedang kata-kata dari nama-nama itu, adalah Namanya NamaNya, bukan NamaNya. 

(2). Ketika kita sudah mengerti NamaNya yang berupa hakikat wujud sifat dan kemuliaanNya itu, yakni bukan nama-nama yang kita ucapkan itu, maka kita harus meyakininya dalam hati bahwa hakikat wujud-wujud itulah yang memberikan efek kepada kita, bukan nama-nama yang kita ucapkan. 

(3). Nah, dengan mengerti hakikat tersebut , maka ketika kita mengucap dzikir dan mengingatNya, harus meniatkan diri menyebutNya dan mendzkiriNya. Yakni DiriNya dan sifat-sifat MuliaNya itu. 

(4). Jadi, dzikir lisan tanda dzikir hati dan dzikir hati sebagai pengikat ruh kita kepada nama- nama Agung itu. Nah, ketika tidak ada aral melintang (seperti dosa atau ingkar nikmat), maka sudah pasti ruh kita itu akan bersentuhan dengan asma-asma tersebut dan, sudah pasti apapun masalah yang dihadapi manusia akan dapat diatasi. Inilah salah satu arti dari “MengingatNya adalah obat dan mendzikiriNya adalah penyembuhan.” 

(5). Makna lainnya, ketika ruh itu sudah bersentuhan dengan asma-asma itu, maka baginya sudah tidak akan menjadi masalah lagi apapun yang akan menimpa dan diderita badannya. Karena itu, ia benar dalam keceriaan walau dalam derita. Karena indahnya bersentuhan dengan asma-asma itu telah membuat kelamnya dunia ini menjadi tidak terasa lagi. 

(6). Makna lainnya, ketika ruh itu sudah bersentuhan dengan asma-asma itu, maka bukan lagi kelamnya dunia ini tidak terasa lagi, akan tetapi benar-benar terlihat indah. Karena ia tahu bahwa kelam-kelam itu adalah tajalliNya yang lain yang untuk menguji keindahannya itu. 

(7). Poin lima itu bisa dikatakan maqam sabar, dan poin enam ini bisa dikatakan maqam ridha. 

(8). Sedang taat padaNya adalah kekayaan kukira sangat jelas. Karena kekayaan hakiki itu bukan di uang, jabatan dan sehat. Walaupun semua itu adalah rahmat. Akan tetapi kalau tidak digunakan dalam taat maka rahmat itu akan berubah jadi bencana. Dan paling besarnya bencana, bukan dituruni penyakit atau banjir atau hujan batu, akan tetapi KETIDAK TAATAN- NYA ITU SENDIRI. 

Karena itulah maka kekayaan hakiki yang dikatakan fiddun-ya hasanah itu, adalah ketaatan tersebut, yakni takwa. Orang mengira bahwa fiddun-ya hasanah adalah kaya dan sehat, padahal itu hanya satu dari sekian juta alat untuk mencapai hasanah yang sebenarnya, yaitu taat dan takwa itu. 

Jadi, kekayaan hakiki dan kesehatan hakiki itu adalah takwa dan taat tersebut . 


Tambahan

Kebanyakan orang yang posisi ruhaniahnya sedang-sedang (dari ilmu dan taatnya), ketakutan akan suatu bencana dan bala kalau berbuat maksiat. Karena itu, kalau mereka melakukan maksiat, cepat istighfar takut dituruni adzab. Hal ini beralasan, karena di Qur'an Tuhan beberapa kali menurunkan bencana karena dosa-dosa manusia. 

Padahal, kalau dia sadar dan mengerti, maka tidak ada bencana lebih besar dari maksiatnya itu sendiri. Bayangkan di bumi Tuhan, di Hadapan Tuhan, di Pangkuan Tuhan ia melakukan pelanggaran kepada Tuhan dimana hal itu ibarat telah mengencingi nabi-nabi. Bayangkan, masihkan ada bencana labih besar dari ini? 

Sedang adzab dunia yang disebut bencana itu hanyalah bencana bagi tubuh dan badan manusia. Padahal bencana hakiki adalah yang menimpa ruh manusia. 

KARENA ITU MAKA MAKSIAT ITU ADALAH HAKIKAT BENCANA YANG PALING BESAR SEDANGKAN DENGAN BENCANA ALAM ITU ADALAH BENCANA KECIL YANG HANYA BADANI YANG SIFATNYA HANYA MENJEWIR SAJA. 


Wassalam. 


Chi Sakuradandelion, Arif Fhadilah, Abu Thurab dan 23 lainnya menyukai ini. 

Khommar Rudin: Allahumma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Matahari Senja: Allahumma sholli alaa Muhammad wa Aali Muhammad wa’ajjil farajahum. 

Shodiq Ahmeed: Subhanallah wa-Alhamdulillah wa-Lailahaillallah wa-Allahuakbar... Allahumma Sholli ‘alaa Muhammad wa Aali Muhammad... 

Zahra Herawati Kadarman: Yaa man ismuhu dawaa wa dzikruhu syifaa wa tha’aatuhuu ghinaa............... 

24 Agustus 2012 pukul 0:35 · Suka



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Selasa, 09 Oktober 2018

Tanya Jawab Atas Catatan Maqam Kenabian dan Imamah

Tanya Jawab Atas Catatan Maqam kenabian dan imamah dengan Ikhtiar/ usaha (mengenal waktu manusia dan matahari)



Seri: Tanya-jawab Rico dengan Ustad Sinar Agama
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 6 Juli 2011 pukul 14:14


Angga de Lova

1. Apakah benar tidak akan ada lagi yang maksum setelah 12 imam tersebut? 

2. Apakah sebelum imam makshum yang 12 ada jabatan/pangkat imam juga? Karena setahu saya yang namanya ummat pasti ada imam-nya. 

3. Apakah keluarga Kanjeng Nabi saww. mengikuti ajaran nabi Ibrahim as? Kenapa tidak mengikuti ajaran nabi Isa as? 

4. Apakah kenabian berakhir karena agama Islam paling sempurna? Kalau demikian kenapa agama sebelumnya tidak/kurang sempurna? 

5. Jikalau proses penentuan/pengangkatan nabi didasarkan pada manusia yang telah mencapai maqam insan kamil dan Allah memilih diantara mereka (para insan kamil) yang notabene pencapaian insan kamilnya adalah secara ikhtiari/proses, kenapa Nabi Isa ra diangkat menjadi nabi karena terpaksa melindungi Ibunya yang tertuduh padahal beliau (nabi Isa ra) belum berproses menjadi insan kamil secara de facto bahkan beliau belum mengerti sebagaimana manusia lain? Ataukah memang proses menjadi Insan Kamil tersebut tidak perlu secara de facto, tetapi cukup secara/menurut Ilmu Tuhan saja, jikalau demikian apakah itu (proses/ ikhtiar yang belum de facto) bisa disebut dengan istilah proses/ikhtiar? 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih atas semua jempol dan komennya. 

@Angga de Lova’ di Arab ada fiqih yang mengatur tidak boleh bersetubuh dengan hewan, yang bagi masayaarakat Indonesia perbuatan itu sangat sangat aneh dan tidak mungkin terpikirkan oleh manusia normal. 

(1). Mengingat Tuhan hanya mengabarkan kepada kita melalui NabiNya bahwa imam itu hanya 12 orang, maka bisa dipastikan bahwa maksum di umat Nabi saww hanya 12 orang. Karena itulah maka umur imam ke 12 dipanjangkan secara terpaksa. Karena kalau masih ada yang lain, maka tidak perlu adanya perpanjangan umur itu. 

(3). Di jaman sebelum Islam, biasanya selalu ada imam, walau derajatnya tidak seperti imam dalam Islam. Yakni adanya wali-wali Tuhan yang mencapai insan Kamil. Karena tanpa khalifatullah di muka bumi, maka alam ini bisa berantakan. 

(3). Keluarga kanjeng Nabi saww mengikuti ajaran nabi Ibrahim as karena ajaran itu yang ada di jazirah Arab yang, kemungkinan sampai saat itu belum terselewengkan. Ka’bah dan zamzam merupakan peninggalan nabi Ibrahim. Tentu saja penyelewengan itu ada, tapi dalam perakteknya yang muncul akibat adanya promosi perdagangan yang demi menyenangkan kabilah-kabilah yang berdagang dengan orang-orang Arab, maka patung-patung suku-suku yang ada itu diijinkan untuk meletakkan tuhan-tuhan/patung-patung mereka di Ka’bah. Tapi ajaran nabi Ibrahim as, tidak tercemari sama sekali, tidak seperti ajaran nabi Isa as. 

Apapun kemungkinan-kemungkinan yang ada, yang terpenting adalah bahwa ajaran tauhid nabi Ibrahim sebegitu menggetar alam ini, maka beliau as dijuluki bapak tauhid. Karena itu layak untuk menjadi ikutan dan panutan. Walaupun, sekali lagi, agamanya itulah yg ada di Jazirah Arab kala itu, atau setidaknya agama asli di sana. 

(4). Agama berakhir dengan Islam karena agamanya sudah sempurna. Dan agama-agama sebelumnya belum sempurna, karena umatnya, walau dalam potensi, belum bisa diajak ke maqam yang paling tinggi dalam kehidupan dunia dan akhirat. Artinya, peradaban mereka belum memiliki potensi untuk menapaki kesempurnaan tertinggi. Apakah bisa hijab itu wajib di jaman nabi Adam as? 

(5). Ilmu Tuhan tentang manusia ini sudah ada sejak sebelum ada sejak/waktu. Dan ilmuNya yang mendahului kita tidak berbeda dengan IlmuNya setelah kita. Jadi, orang yang akan berikhtiar nanti itu, sama dengan keberikhtiarannya. Artinya sudah pasti akan demikian, karena IlmuNya tidak mungkin salah. Nah, ketika IlmuNya demikian, lalu ada hal-hal sebelum kenabian seseorang yang membuat harus diambilnya jalan keluar yang tidak bisa tidak, harus menyangkut dengan pangkat kenabiannya, maka tidaklah bertentangan dengan akal gamblang dan hikmahNya, kalau Tuhan mendahulukan ganjaran, pahala dan pengumuman pangkat kenabiannya yang akan dicapainya nanti, sebagaimana yang telah terjadi pada nabi Isa as. 

Antum merasa aneh orang bersetubuh dengan manusia di Indonesia? Saya justru merasa aneh dengan keanehan antum ini. Sekitar th 1991-2 saja pernah dimasukkan ke TV di Indonesia, akan adanya sapi yang berwajah manusia yang ia dalam keadaan menangis. Bagi yang memelihara kambing atau sapi, hal seperti itu, sangat bisa saja terjadi. Bahkan menurut cerita pelaut di Indonesia, ikan pari juga tidak luput dari kumpul kebonya orang Indonesia itu (eh kumpul ikan ya... maksudnya). 

Tentu saja saya tidak bisa memastikan kejadian-kejadian itu, yakni akan adanya kumpul kebo, kumpul kambing atau kumpul ikan pari, tetapi setidaknya cerita itu ada. Nah, karena itulah saya heran dengan herannya antum. Jadi, tidak heran kalau dalam fikih Islam ada rincian hukum terhadap peristiwa di atas itu, misalnya binatangnya jadi haram (sudah tentu kalau ikan pari memang haram dari awal karena tidak bersisik). Kotorannya menjadi najis ... dan sebagainya. 

Kalau boleh gurau, mestinya antum takut sedikit, jangan-jangan dalam Islam ada hukum yang mengatur orang yang merasa aneh dengan keanehan hukum Islam? he he he ....gurau... sudah tentu semua orang boleh merasa aneh terhadap apapun sekalipun hukum Islam. Akan tetapi ditanyakan kepada yang tahu untuk mencari kebenaran dan filsafatnya atau hikmahnya. Dan antum sudah melakukan hal yang baik itu, yakni ibadah yang sangat menyangkut pribadi antum sendiri yang, mungkin juga menyangkut orang lain. Yang jelas, antum telah melakukan sesuai dengan yang diperintah Tuhan. Hal itu karena kalau tidak ditanyakan, akan membuat keraguan dan membuat hati kita diombang-ambing syethan hingga lambat laun kepercayaan kita kepada Islam menjadi hilang. Wassalam. 

Angga de Lova: Wa’alaikum salam ya ustadz.. terimakasih atas pencerahannya. Mengenai yang terakhir, itu hanyalah sebagian dari sikap nasionalis yang tergetar ketika uztadz mengatakan di Indonesia mungkin lebih jahiliyah daripada di Arab pada waktu itu.. ya mungkin salah juga tetapi harap maklum.. hehehe. Syukron. 

Sinar Agama: Ternyata Indonesia masih lebih jahiliyyah kan, karena ada ikan parinya he he... jangan sebut onta ya... karena Indonesia masih lebih karena meliputi binatang darat dan laut .... he he ... 

Anarko Individualis: Afwan ustadz, bukankah NABI Muhammad SAWW adalah yang kedua setelah ALLAH, kemudian dia adalah yang terpilih, gimana maksudnya ustad........?? 

Sinar Agama: Ke duanya Rasulullah saww itu karena usaha beliau mencapai derajat tinggi itu. Dan justru karena usaha beliau itulah maka beliau layak disanjung, dicintai dipilih menjadi seorang rasul. Kalau semua diberiNya, maka apa kelebihan beliau dan keutamaanNya? 

Muhammad Shullahuddin: Yah manusia ada kalanya menghayalkan sesuatu untuk bisa menjadi nyata, ingat sebelum ada pesawat orang menghayal tuk bisa terbang di kemudian hari khayalan tersebut jadi nyata. Orang berkhayal ingin terbang ke bulan khayalan itupun menjadi nyata adanya. Agama islampun dan Nabi Muhammad sekalipun seorang penghayal besar dengan khayalannya tersebut akan menjadi nyata di kemudian hari, ustadz Sinar Agama juga berkhayal tentang insan kamil, surga, neraka, imam 12 bahkan akan ada khayalan lagi mungkin akan datangnya imam Mahdi yang ditunggu tunggu kaum syiah dan setelah lebih dari 14 abad keberadaanya belum terbukti masih dengan kahyalan mereka yang entah sampai kapan berhasil menjadi nyata. Manusia dibekali oleh Allah berupa akal fikiran dari mereka berfikir inilah timbul berbagai angan angan khayalan dan jangan mengatakan khayalan ini suatu yang negatif ndak (kecuali angan-angan kosong alias ngelamun yang tidak didasari ilmu) khayalan merupakan dasar dari ilmu pengetahuan adanya segala sesuatu alat teknologi. 

Tanpa mengurangi yang sinar sampaikan ada betulnya juga, Nabi ikhtiar dan berusaha menjadi Nabi sejak masa kanak-kanak tentu memiliki cita-cita dan tujuan menjadi Nabi dan rosul maka Nabi berusaha keras untuk mencapainya dengan berbagai ikhtiar dan usaha diantaranya pergi beruzlah di dalam gua hira sampai datangnya malaikat jibril dan Allahpun mengabulkan segala ikhtiar dan cita-cita Nabi untuk menjadi Nabi dan rosul. Sebab Nabi berdoa dan memohon untuk dijadikanya Nabi dan rosul begitu mungkin yang bisa saya tambahkan. 

Kayak anak-anak jaman sekarang bila ditanya apa cita-citanya menjadi dokter, nah mungkin Nabipun waktu kecil tidak dibedah namun ditanya malaikat apa cita cita mu nak menjadi Nabi dan rosul pak malaikat. Nah dengan ikhtiarnya sendiri akhirnya Nabi mencapai apa yang dicita- citakan. Kemudian waktu perang Badar Nabi juga ikhtiar sendiri untuk kemenangan kaum muslim dan Allahpun mengabulkan doanya, kemudian Nabi memiliki cita-cita lagi untuk bisa isroo mi‘roj bertemu Allah maka keinginan inippun dikabulkan oleh Allah karena ikhtiar dan usaha Nabi sendiri. Tanpa campur tangan Allah semua cita-cita Nabi dikabulkan Allah karena ikhtiar dan usahanya sendiri. Allahpun hanya tinggal acc its oke aja semua. Dan karena ikhtiarnya Nabi sampai sampai Allah sendiri mebacakan sholawat untuk beliau. Sungguh fantastis usaha dan ikhtiar Nabi tanpa diistimewakan Allah menjadi istimewa sendiri. Tanpa campur tangan Allah Nabi menjadi rosul sendiri, tanpa campur tangan Allah Nabi bisa isroo mi‘roj, sungguh hebat Nabi kita semua hanya ikhtiarnya. 

Yustanur Jambak: Terimaksih atas penjelasan ustad yang panjang lebar ini semoga di rhidoi Allah swt, namun untuk lebih memudahkan pemahaman saya tentang uraian ustad di atas saya mohon dijelaskan bagai mana menurut pandangan Shiah tentang Takdir, wassalam... 

Sinar Agama: @Yustanur, takdir yang bermakan nasib manusia itu tidak ada dalam Islam, yang ada hanya di agama Hindu. Kalau Yustanur ingin tahu, maka sudah kutulis di catatanku yang berjudul “Pokok-Pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah” bagian ke 2, kalau yang bagian 1 adalah tentang ke-Tuhanan. 

@Muhammad’, Kamu kurang jeli membaca tulisan, mungkin karena dari awal kamu sudah merasa benar sendiri. Itu adalah hak antum, tetapi tolong baca tulisan orang dengan memaksudkan maksud penulisnya.
 
(1). Tidak ada orang bercita-cita jadi nabi dan rasul atau imam. Yang ada adalah orang ingin menjadi insan Kamil, alias budak Tuhan secara hakiki, dengan melakukan taat dan menjauhi keburukan maksiat serta rasa kepemilikan kebaikannya (karena budak, tidak memiliki apa- apa). 

(2). Nah, dari dari yang taat itu, kalau Tuhan berkehendak maka dipilh menjadi utusanNya, dan kalau tidak maka sebaliknya. 

(3), Jadi suatu yang sangat ngawur ketika orang mengatakan bahwa seseorang berkhayal dan menginginkan menjadi nabi, imam. Justru inilah yang bisa dikatakan hakikat ngelantur dan mengkhayal itu.
 
(4). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa potensi menjadi nabi itu, yakni budak Tuhan secara hakiki itu, adalah ikhtiari manusia, tapi pemilihannya untuk menjadi rasul dan nabi atau imam tergantung kepada Tuhan. 

(5). Sedang imam 12 tidak beda dengan kerasulan, yakni ia dipilih Tuhan dari orang yang telah berikhtiar menjadi budak hakikiNya. Dan sudah sering dijelaskan bahwa 12 orang ini adalah diketahui Tuhan sebelum penciptaan sekalipun. Karena itu diumumkan bahkan kepada nabi Adam as. Apalagi kepada nabi Muhammad saww. 

(6). Karena itu 12 imam itu bukan khayalan, tapi berita Tuhan melalui Nabi saww yang diriwayatkan oleh shahih Bukhari hadit ke: 7222 dan 7223; shahih Muslim hadits ke: 3393 dan 3394 dan 3398; dan kitab-kitab shahih lainnya. 

(7). Kalau antum ya...Muhammad mengatakan bahwa 12 imam itu adalah khayalan, berarti antum telah memfitnah Nabi saww berkhayal dan bukan sedang memberitakan ilmu Tuhan.
 
(8). Dalam hadits yang lain, seperti di Yanaabii’u al-Mawaddah (kitab Sunni), dikatakan bahwa imam ke 12 itu akan dighaibkan (ditidakkenalkan) oleh Tuhan sebegitu lamanya sampai- sampai orang-orang merasa berat mengimani keberadaan dan kelahirannya, lalu dikeluarkan (diperkenankan untuk mengenalkan diri) dengan ijianNya untuk meratakan keadilan di muka bumi ini.
 
(9). Di Bukhari juga dikatakan bahwa nabi Isa akan turun membatu imam 12 itu, begitu pula dikatakan di Bukhari bahwa keduanya itu akan memerangi Dajjal. Apakah semua ini khayalan? 

(10). Ketahuilah ya... Muhammad, kalau imam makshum itu tidak ada, maka jalan lurus itu juga tidak akan ada. Bagaimana mungkin jalan lurus yang dikatakan dalam Fatihah sebagai jalan yang tidak dhaaliin sedikitpun yakni tidak salah sedikitpun, tapi di lain pihak orang yang makshum ilmu dan amalnya tidak ada? Apakah bisa jalan yang tidak salah sedikitpun itu ada, tanpa adanya orang yang memiliki ilmu Islam yang lengkap dan semua benar? Kami yang berkhayal atau kamu yang berkhayal beragama Islam hakiki? 

(11). Pelengkap, nabi Nuh as saja, hanya dalam berdakwahnya saja, memakan waktu 950 tahun yang, berarti umurnya sendiri tentu melebhi 1000 tahun. Nabi Yunus as saja ketika dimakan ikan, Allah berfirman dalam QS: 37: 143-144: “Kalau ia bukan termasuk orang-orang yang ahli bertasbih, maka Kuletakkan di perut ikan itu sampai hari kiamat” 

(12). Apakah nabi Nuh as yang umur lebih dari 1000 tahun, atau nabi Yunus as yang kalau Tuhan berkehendak akan diletakkan di dalam perut ikan dari jamannya itu sampai hari kiamat tiba, merupakan khayalan? 

Coba muslimin tidak memburu imam Mahdi as untuk dibunuh sebagaimana 11 imam sebelumnya yang dibunuhi oleh khalifah-khalifah Bani Umayyah dan Bani Abbas dan didukung oleh muslimin yang mengingkari imam makshum, maka sudah pasti imam Mahdi as tidak perlu dipanjangkan umurnya dan dighaibkan. 

Tapi karena yang terjadi sebaliknya, maka terjadilah apa yang terjadi. Dan semua ikhtiar manusia ini, sudah diketahuiNya sejak sebelum alam ini dicipta. Jadi, berita-berita tentang imam 12, panjangnya umur imam ke 12, dsb, adalah berita-berita ghaib dari IlmuNya yang diberikan kepada NabiNya saww. Jadi, bukan ketentuanNya, tapi beritaNya. 

Wassalam. 

Yustanur Jambak: Terimakasih ustad anda telah menjawab pertanyaan saya, dan saya telah membaca tulisan yang anda anjurkan, namun sepertinya apa yang anda sampaikan baru sebatas kemampuan akal anda semata, sepertinya seakan-akan anda lebih mampu menjawab permasalah ini dari pada Rasulullah dan al Qur'an ,kenapa saya katakan demikian anda amat sedikit sekali merujuk pada Hadist dan al Qur'an ataupun pendapat ulama-ulama terdahulu ....mohon maaf yang sebesar-besarnya, wassalam. 

Sinar Agama: Yustanur’ yang kujelaskan itu adalah dari Qur'an dan Hadits. Tentu saja Qur'an dan hadits yang dipahami dengan akal yang argumentatif. Ghini aja, mana menurutmu yang bertantangan dengan keduanya? Apakah kamu sudah tahu semua Qur'an dan hadits, hingga mengatakan keduanya tidak menjelaskan dan aku yang menjelaskan dan anda mengatakan aku lebih tahu dari keduanya? 

Yustanur Jambak: Baiklah ustadz jawaban anda yang terakhir ini mengisyaratkan bahwa anda telah mengkaji semua kandungan al Qur'an dan Hadist sehingganya Akal argumentatif anda telah sampai pada sebuah keyakinan yang kuat pada diri anda, sehingganya dengan mudah sekali anda mengatakan Takdir itu tidak ada di dalam Islam yang ada hanya di agama hindu, namun walaupun demikian halnya perihal tentang anda saya tetap merujuk pada diri Rasullullah dalam mencapai kesempurnaan dan kerasulannya baru setelah mencapai usia 40 tahun adanya, artinya baginda melalui proses yang sangat panjang hampir-hampir sepenuh hidupnya.. namun Beliau tetap tawadu‘, wassalam. 

Sinar Agama: Yustanur’ Anda mau belajar ke siapa itu terserah Anda, karena itu hak adalah hak Anda hidup. Anda mau belajar ke Rasulullah saww yang ala Anda, atau ala saya, itu ma....terserah saja. Yang saya ingin tekankan, jangan sesekali mengatakan bahwa Tuhan dan Rasul serta Qur'an dan Hadits yang Anda kenal itu, sudah pasti Tuhan, Nabi saww. Qur'an dan hadits. 

Nah, kita-kita ini, tidak ada yang mau ikut jin atau kitab-kitab komik, semua mau mengikuti Tuhan, Nabi saww., Qur'an dan hadits. Akan tetapi yang mana? Yang kita persepsikan? Karena itulah diskusi itu gunanya mencari Tuhan, Nabi saww., Qur'an dan Hadits yang lebih akurat. Setidaknya sudah usaha. 

Tetapi kalau masing-masing kita sudah merasa bahwa Tuhan yang ia kenal, Nabi saww. yang ia kenal, Qur'an dan hadits yang ia kenal, sudah pasti benar, maka sebaiknya ngaku nabi saja. Kan tidak begitu kan? 

Saya sendiri bisa dikatakan belajar di pesantren sudah puluhan tahun dan tidak pernah kerja kecuali belajar, bukan main-main kan? Akan tetapi saya tetap tidak memperdulikan siapapun, termasuk diri saya sendiri, kecuali argumen yang jelas. Artinya, apapun yang saya tahu, belum tentu benar. Dan kebenaran yang dipegang adalah kebenaran yang dirasa dan diyakini sudah sesuai dengan argumen akal, Qur'an dan hadits. Tetapi bisa saja salah. Nah, kalau sudah terbukti salah, mengapa saya harus saya sayangi dan menolak yang benar itu? 

Karena itu, anjuranku padamu, cari terus dan renungi dengan adil, serta berdoa padaNya, untuk mendapatkan dan memilih yang benarnya. 

Kalau suatu saat, antum merasa ingin curhat dan berdebat denganku, maka pintuku tetap terbuka dan aku tidak akan pernah jadi nabimu, yakni yang memaksakan pandangannya padamu. Tidak akan. Anggaplah aku saudaramu yang bisa diajak ngobrol, bertengkar dan semacamnya, asal masih dalam koridor bertengkar dengan kakak atau adik, bukan musuh. Bertengkarlah denganku kalau perlu, tetapi doakan aku dalam sela-sela munajatmu seperti aku mendapat kebenaranNya. 

Tentu saja, kalau semua diskusi dilakukan dengan lebih santun, tentu lebih bagus, dan aku juga senang. Tetapi bagaimanapun, harus tetap kritis. 

Atau begini saja, pandangan mana dari pandanganku yang kamu inginkan ayatnya, maka in syaa Allah akan kutunjukkan ayatnya. Semoga aku mampu. 

Misalnya tentang takdir terhadap nasib manusia, ayat itu, dicari sampai ke kulit Qur'an-nyapun tidak ada. 

Orang banyak menggunakan ayat telah keliru. Misalnya apapun yang terjadi itu sudah ditulis di Lauhu al-Mahfuzh, termasuk daun yang jatuh. 

Nah, ayat ini, kalau diartikan bahwa ditulis itu adalah ketentuannya dan meliputi nasib manusia, baik jodoh, rejeki, umur, iman, kafir, baik, buruk, surga dan nerakanya, maka akan bertentangan dengan banyak sekali ayat-ayatNya yang menyuruh kita mencari pasangan yang baik, menyuruh kita berusaha, menyuruh kita takwa, menyuruh kita jangan maksiat, menyuruh kita taat, tidak kucipta jin dan manusia kecuali taat, .... dan seterusnya. 

Dengan demikian, maka maksud ditulis itu adalah ditulis sesuai dengan IlmuNya yang mendahului penciptaan alam semesta ini. Yakni diketauiNya, bukan ditentukanNya. Jadi, apapun pilihan dan ikhtiar manusia, sudah diketahui Tuhan sebelum penciptaan dan pengetahuanNya itulah yang ditulis di kitab Lauhu al-Mahfuzh. 

Nah, pemahaman seperti itu tentang Lauhu al-Mahfuzh, tidak bertentangan dengan diturunkannya agama itu sendiri. Kan aneh, kalau semua sudah ditentukan lalu Tuhan masih juga menurunkan agamaNya yang, melarang ini dan itu, menyuruh ini dan itu. 

Bayangin saja: Rasulullah saww. naik mimbar dan bersabda: “Carilah istri yang cantik, kaya dan takwa. Dan yang paling baik adalah yang takwa.” Terus besoknya Rasul saww ditanya: “Ya Rasulullah, kalau jodoh itu sudah ditentukan, maka buat apa dicari lagi?” Lalu apa kira-kira jawab beliau? Apakah bisa beliau jawab: “Pokoknya cari sekalipun jodoh kalian sudah ditentukan!” ???!!!!! 

Shahabat akan berkata lagi: “Ya RAsulullah, kalau orangnya sudah ditentukan sebagai jodoh kita, dan waktunya juga sudah diterntukan untuk kita, terus buat apa dicarinya??!!! Apakah Rasulullah saww. akan menjawab: “Pokoknya semua sudah ditentukan, aku menyuruh ini juga ditentukan, kalian bertanya juga ditentukan, kalian mau cari atau tidak sudah ditentukan, ketemu atau tidak sudah ditentukan, siapa jodohnya dan kapan kawinnya juga sudah ditentukan ...dan seterusnya “ ???!!!! Nah, kalau sudah begitu terus buat apa agama diturunkan atau buat apa ditakdirkan dalam turunnya dimana ia melarang ini dan itu, dan mewajibkan ini dan itu???!!!! 

Kan berarti sama dengan agama yang mengatakan: “ Wahai manusia, jangan dekati zina, tetapi sudah Kami tentukan siapa-siapa yang berzina dan yang tidak.” ???!!! Begitu-kah???!!! 

Alfakir ini sudah merasa bangga, Anda sudi membaca tulisanku, semoga tidak menjadikannya pelacakan terakhir, dan maafkan kalau ada (kata-kataku yang kurang berkenan, sungguh hati ini tidak menyimpan apapun kecuali kecintaan sesama muslim. Wassalam. 

Muhammad Shullahuddin: Pak sinar manusia dibekali oleh Allah berupa akal fikiran, sebelum sesuatu terjadi manusia melihat sesuatu tentu kita berfikir berkhayal akan sesuatu itu. Nabi juga melakukan proses seperti itu, pak sinar juga, sayapun juga, kita semua juga, sebab tadi pak sinar mengatakan segala ketentuan ada di tangan Allah. Nah karena kita tidak tahu akan ketentuan Allah manusia berkhayal tentang adanya surga neraka kiamat dan lain-lain karena kita belum tahu seperti apa itu surga neraka dan kiamat, semua itu masih gambaran semu, sebab kenyataan surga dan neraka sendiri belum terbukti nyata. Nah dari hasil olah fikir dan khayalan manusia tersebut akan terbentuk surga dan neraka menurut apa yang dirasakan manusianya secara individu. Gambaran kita tentang surga di dunia akan menjadi nyata KELAK DIKEMUDIAN HARI. 

Lanek imam 12 yang 11 dibunuh tinggal 1 ini disembunyikan akan lahir kelak di kemudian hari dan sekarang sudah 14 abad juga belum lahir dia dan nanti akan lahir, ini bertetangan dengan kodariat mahluk dan sunnatullah, nabi Muhammad saja manusia terpilih umurnya cuma 63 th. Lanek imam Mahdi hidup sampai sekarang apa itu tinemu akal coba pak sinar fikir, afala taqilun, afala tatafakkarun? 

Takdir dan usaha manusia itu berjalan bersama, manusia hidup untuk memenuhi takdirnya masing-masing bersama dengan ketentuan Allah, daun jatuh itu takdir, juga kejadian yang sudah diketahui Allah karena Allah maha tahu akan apa yang terjadi pada mahluk. 

Sinar Agama: @Muhammad, : 

(1). Kalau baca tulisan orang itu mesti teliti. Semua orang pasti punya khayalan dalam arti bayangan, akan tetapi Nabi saww mengkhayalkan ingin jadi nabi itu adalah khayalanmu semata. Para nabi dan wali, hanya mengangankan menjadi budak yang baik, setelah itu terserah padaNya. 

(2). Kamu mau khayal atau tidak, itu urusanmu, tapi mengukur para nabi dengan dirimu, itu sesuatu yang aneh amat. Sekarang aku mau tanya apakah kamu mengkhayal jadi nabi, rasul, pencuri (maaf), menjadi presiden Mesir, ... dst dan lalu mengejar khayalanmu itu? (3). 

(3). Tidak ada ketentuan dalam nasib manusia, mau kutulis berapa kali? 

(4). Imam ke 14 itu sudah lahir. Bagaimana mungkin imam makshum ilmu Islamnya dan amalannya juga begitu, tapi belum lahir? Lah .. kalau belum lahir terus mau belajar kepada siapa nanti kalau sudah lahir? Bisakah yang makshum belajar ke orang yang tidak makshum? Atau bisakah belajar ke orang yang tidak makshum ilmu dan amal Islamnya, kemudian muridnya ini menjadi makshum ilmu dan amal???!!! 

(5), Perkataan takdir dan usaha berjalan seirama itu adalah kata-kata yang puitis dan tidak argumentatif. Lah ... wong sudah ditentukan kok berusaha? Usahanya untuk apa? 

Sinar Agama: Yustanur. Bahagia bisa membaca komen antum lagi. 

(1). Ketahuilah bahwa takdir itu bukan konsep Nabi saww. atau Tuhan, ia adalah konsepnya Abu al-Hasan al-Asy’ari, yakni katakanlah seorang ulama. Karena itu hanya dia yang punya pandangan seperti itu dan diikuti oleh orang-orang Syafi’ii di Indonesia yang, walaupun sudah masuknya wahhabi (bc: Muhammadiah) keyakinan itu tetap terpelihara. Sementara seperti Sunni yang Mu’tazilah dan apalagi Syi’ah yang wajib mengimani ke-Adilan Tuhan, maka takdir dalam arti nasib manusia itu tidak ada. 

(2). Disamping tidak ada dalilnya, keyakinan itu bertentangan dengan ribuan ayat Qur'an yang jelas dan mudah atau Muhkamaat, begitu pula dengan ribuan hadits Nabi saww yang mutawatir atau di atas mutawatir. 

(3). Salah satu dalil akuratnya, adalah diturunkannya agama itu sendiri. Nah, kalau semua sudah ditentukan maka buat apa agama diturunkan yang menyuruh ini dan itu? 

(4). Kalau di Syi’ah, selain dalil di atas, juga betentangan dengan ke-AdilanNya. Karena kalau Tuhan yang menentukan seseorang itu bejat dan masuk neraka maka Tuhan aniaya pada hambaNya, karena kebejatannya itu dariNya, tetapi yang masuk neraka adalah manusia yang Ia tentukan itu. Begitu pula kalau seseorang di dunia ini gagal bisnis. Karena Ia menyuruh manusia untuk berusaha, dan si manusianya sudah berusaha, tetapi karena takdirNya maka ia bangkrut dari usahanya. Ini namanya aniaya, padahal usaha sudah profesional dan harus berhasil, tetapi karena ditabrak takdir, maka ia gagal dan hidupnya jadi menderita. Jadi Tuhan aniaya pada hambanya itu. Apalagi kalau si manusia itu ditakdirkan lagi olehNya untuk putus asa dan bunuh diri, maka bisnisnya sudah bangkrut karenaNya, dan sekarang ia harus mati bunuh diri karenaNya juga yang, akan menyebabkan dirinya masuk neraka selamanya juga karenaNya. 

Nah, logika yang sangat mudah pada beberapa dalil di atas itu tidak bisa dipahami oleh orang yang namanya Asy’ari yang antum ikuti itu. Dia meteteng/ngotot bahwa semua itu sudah ditentukan Tuhan. Ada syari’at kek atau tidak kek, ada usaha kek atau tidak kek,...dan seterusnya, pokoknya sudah ditentukan. Semua ulama sunni Mu’tazilah dan Ahlulbait Nabi saww tidak didengarkannya. Dan kalau ditanya bagaimana logikanya? Bagaimana supaya tidak bertentangan dengan akal dan ribuan ayat itu? Dia dan para pengikutnya menjawab: “Wah .... takdir ini adalah alam yang sangat gelap yang tidak sembarang orang bisa memahaminya”. Nah, yang jadi agak lucunya itu, kok bisanya kata-kata dia dipercaya dan ribuan ayat itu dibuang tiada berarti? Kok bisanya kata yang benar-benar penipuan ilmu itu dengan berkata alam gelap lah, ilmu yang rumit lah ... dan seterusnya, kok bisa dipercaya orang-orang selama berabad-abad tahun lamanya, tanpa perduli pada ribuan hadits dan ayat-ayat??? Kok bisa orang ikut Asy’ari tanpa ikut Tuhan dan Rasul saww? 

Saya mau tanya dan tak perlu dijawab disini tetapi cukup di hati antum saja. Kalau antum ditakdirkan olehNya sebagai orang kaya, keluarga sakinah, taat dan masuk surga, apakah antum nanti bangga di surga? Atau , na’uzdu billah, kalau antum ditentukan bangkrut, keluarga berantakan, dan mabok-mabokan, kemudian merampok dan mati dikeroyok orang sekampung lalu di akhirat masuk neraka, apakah antum rela punya Tuhan seperti itu dan akan tetap mengatakan Ia itu Adil, Maha Kasih, Maha Penyayang, Maha Mulia .... dan seterusnya????!!! 

Aku sama sekali tidak tersinggung dengan komen antum, dan sebaliknya, senang bisa diskusi. Teruskan saja seandainya antum masih punya dalil. Ketahuliah, karena di Indonesia meyakini konsep Asy’ari itu, maka penjelasan tentang Mu’tazillah dan apalagi Syi’ah, selama berabad-adab tahun ini tidak dapat tempat di Indonesia. Karena itu ketidak masuk akalan dan ketidak masuk ayatan dan haditsannya, ditutupi dengan kata-kata seperti rukun iman ke enam dimana yang tidak percaya bisa kafir dan ditambah lagi dengan “Takdir=Alam atau daerah gelap yang tidak bisa ditembus” ... dan seterusnya. Sekian dulu dan wassalam. 

Ingat: Saya tidak membantah tentang usaha itu, karena bisa saja dikatakan saya usaha karena saya tidak tahu takdir saya. Jadi, apapun kepercayaan kita, tetap harus usaha. Tetapi yang yang saya bahas itu, bahwa dalam keyakinan takdir ini, maka diyakini bahwa semua usaha dan hasilnya itu adalah takdir yang sering juga hal ini tidak disadari. Karena orang yang percaya takdir itu kan selalu mengatakan bahwa kita harus berusaha dan hasilnya Tuhan yang menentukannya. Lah... kalau kita percaya takdir, maka usaha tidak usahanya itu juga takdir. Kan lucu, dari satu sisi mengatakan sudah ditentukan, tetapi dari sisi yang lain menyuruh usaha. Padahal mau usaha kek mau tidak usaha kek, semua dan semua, tergantung takdir bukan? Jadi, buat apa orang yang percaya takdir itu mengajar dan menyuruh, toh yang disuruh berusaha itu, kalau tidak ditentukan berusaha, maka pasti tidak berusaha, begitu pula sebaliknya. 

Pintu ilmu Nabi saww., yakni imam Ali bin Abi Thaalib, shahabat paling pandai yang diakui kawan dan lawan, pernah duduk merindang di semua dinding. Setelah diperhatikan dinding itu mau roboh. Karena itu imam Ali as. menghindar dari tembok miring itu. Dalam pada itu, perbuatan itu diperhatikan oleh orang yang percaya takdir ini. Orang itu bertanya: 

“Ya Ali,mengapa kamu pindah duduknya?” Imam Ali as. menjawab: 

“Karena tembok ini bisa roboh”. Orang itu berkata: 

“Ya Ali, kalau Tuhan tidak menakdirkanmu mati ditimpa tembok ini, maka sekalipun kamu tidak pindahpun kamu tidak akan mati. Tetapi kalau kamu ditentukan mati ditimpa tembok ini, maka kamu akan mati sekalipun kamu lari darinya.” 

Lalu imam Ali as menjelaskan apa takdir itu (di selain nasib dan seterusnya). Setelah banyak menerangkan, imam Ali as bertanya padanya: 

“Kalau kamu memang percaya takdir, mestinya kamu tahu bahwa pindahku ini juga takdir, tetapi mengapa kamu menanyakannya dan menghubungkannya padaku?” 

Jadi yang kita bahas bukan usaha sebagai usaha yang bisa karena tidak tahu takdirnya. Tetapi meyakini bahwa usaha itu adalah takdir itu sendiri. Sebab daun jatuh itu sudah ditentukan, apalagi yang lebih besar seperti usaha tidaknya si fulan manusia itu, maka sudah pasti, konsekuensinya, diyakini sebagai takdirNya bukan? Nah, lucunya, banyak orang marah pada temannya, atau orang tua pada anaknya, dikala mereka melakukan pencurian, pemukulan, pembunuhan, pemerkosaan, korupsi, sogok menyogok ....dan seterusnya.. Lah kok bisa dimarahi wong semua itu Tuhan yang menentukan. 

Jangan katakan bahwa Anda marah juga karena takdir Tuhan, karena dialog ini akan menjadi semacam main kelereng/ gaplek. Sebab ketika Anda atau mereka yang marah itu, benar-benar marah dalam dirinya dan tidak menyandarkannya padaNya dan begitu pula protesnya itu benar- benar ditujukan pada yang dimarahi yang, kadang sambil memukulinya, tanpa merasa memarahi Tuhan yang telah menakdirkannya itu. Apakah kekotradiksian kenyataan ini masih belum jelas juga? Kontradiksi dengan keyakinannya sendiri, dengan ribuan ayat dan hadits, serta akal Anda dan siapapun yang mengimani takdir ini yang marah-marah tadi atau marah-marah sambil mukul-mukul itu. Wassalam. 

Yustanur Jambak: Alhamdulllah ternyata saya masih diberikan kesempatan, dan perlu juga saya sampaikan disini saya tidak dalam kapasitas berdebat, mungkin ustad maklum bisa dilihat di frofil saya, saya bukan siapa-siapa. Tanggapan ustad insyaa Allah sudah saya mengerti arahnya, namun kalau ustadz tidak bosan untuk melengkapi tanggapan sebelumnya saya mohon juga dijelaskan tentang perihal MIMPI, kalupun pun hal itu tidak menyimpang dari pembahasan kita... terlebih dahulu saya ucapkan terimakasih, wassalam... 

Dan itu yang pertama, dan kedua saya juga mohon penjelasan dari ustad tentang masalah musibah dan bencana, atau hal-hal yang menyangkut dengan topik kita, dengan harapan setelah mendengarkan penjelasan tersebut, saya dapat menarik benang lurus dari setiap permasalan di seluruh lini kehidupan ini yang tersimpul menuju penghambaan dan berawal dari pada kepatuhan dan ketaatan.. wassalam. 

Sinar Agama: Yustanur. Salam dan terimakasih atas balasannya, wah .... kayak surat menyurat aja nih ... he he .Yustanur, ana/aku tidak bosan dan juga tidak marah didebat, karena akidah memang tidak boleh taklid, beda dengan fikih yang harus dibidangi puluhan tahun untuk bisa mencapai mujtahid. 

Kalau tentang mimpi, aku sudah menjelaskannya -sebatas fb- di salah satu jawabanku terhadap pertanyaan teman-teman fb yang, sudah dijadikan Lenza oleh Anggelia. yaitu Lensa: 17. Ada juga di antara tag-tag yang ada di berandaku ini. Tolong cari dan baca, nanti kalau masih ada hal, maka bisa didiskusiian lagi. 

Kalau musibah, ana juga pernah menjelaskannya di ke-Adilan Tuhan di catatan Pokok-Pokok dan Ringkasan Ajaran Syi’ah dan/atau juga di tempat lain yang berserak, ringkasnya: 


Kalau musibah itu dari akibat buah tangan manusia, seperti tanah longsor akibat ditebangnya pohon-pohon, banjir yang karena sampah di sungai, wabah yang karena kotornya lingkungan, malaria yang karena tidak bersihnya kita, .... dan seterusnya, maka jelas hal itu tidak dari Tuhan. Ia dari manusia tetapi dalam sistem Tuhan. Jadi, sekalipun semuanya kembali kepadaNya, baik langsung atau kepada sistemNya, maka sekalipun bisa dikatakan makhlukNya, tetapi penanggung jawab dari semua musibah itu adalah manusia itu sendiri. 

Musibah model pertama ini, tergantung masing-masing orangnya. Bagi pelakunya, kalau dia sadar akibat dari perbuatannya itu, maka sangat mungkin akan mendapat dosa dan siksa di akhirat, terutama kalau sampai jatuh korban, seperti manusia lain yang kena longsorannya atau banjirnya hingga membuat hamba-hamba Tuhan menderita lantaran perbuatannya. Tetapi bagi yang bukan pelaku tetapi terkena, maka kalau dia telah melakukan nahi mungkar dan amar makruf terhadap masalah tersebut atau masalah sebabnya itu, seperti “ jangan buang sampah disini” dan semacamnya, maka ketika ia terkena musibah itu, maka kalau ia sabar akan sistem Tuhan ini, maka ia akan mendapat pahala dan berkurang dosa-dosanya dan kalau mati, in syaa Allah semacam syahid. Tetapi kalau tidak melakukan amar makruf dan nahi mungkar itu, maka sangat mungkin jugankan dapat pahala, tetapi bahkan mungkin bisa dapat dosa. 

Tetapi kalau musibahnya itu memang dari Tuhan, seperti gunung meletus yang untuk menyeim- bangkan bumi supaya tidak meledak, atau gempa bumi, maka bagi yang terkena juga bermacam- macam. Kalau dia pendosa yang tidak kaliber, maka hal itu adalah peringatan dariNya agar dia bertaubat. Dan kalau pendosa kaliber, maka itu merupakan hukuman sebelum datangnya hukuman neraka baginya. Tetapi kalau orangnya taat dan melakukan amar makruf dan nahi mungkar dalam segalam macam lapisan sosialnya, maka ia akan mendapat pahala dan kurang dosanya serta bencana itu akan menjadi ujian baginya untuk meninggikan derajatnya baik di dunia -seperti ilmu-ilmu tentang gempa bumi- atau di akhirat, yakni surga. 

Bencana itu secara umum, bisa karena hukuman, bisa karena seperti orang-orang tahu tentang keAgunganNya hingga bertaubat, supaya manusia ingat akhirat, supaya manusia tahu bahwa dirinya kecil, supaya manusia bisa lebih maju seperti teknologi gempa dan bangunan tahan gempa, supaya manusia tawadhu’ di hadapan alam semesta yang agung ini, supaya manusia mensayaukuri nikmatNya, seperti manusia takut siksaNya ..... dan seterusnya. Dan, yang paling penting, setiap manusia akan tersesuaikan dengan sisi filsafat bencana itu sesuai dengan keadaaan dirinya masing-masing. Seperti kalau pendosa yang keliber yang sebagai hukuman sesuai dengan penjelasan di atas itu. 

Wassalam. 

Hendy Laisa, Chi Sakuradandelion, Agoest Irawan dan 19 lainnya menyukai ini. 

Zainal Syam Arifin: The Choosen One ini sering muncul dalam versi film-film barat, tentu saja sudah diubah menjadi imajinasi orang barat untuk mengaburkan orang Islam yang menontonnya, dan untuk menggeser paradigma itu bahwa The Choosen One sebenarnya tidak ada, hanya ada.. 

Sinar Agama: Mas Zainal: Semoga antum dan keluarga selalu dalam kehangatanNya, karena hanya itu yang bernilai dan akan menyelimuti sampai ke liang lahat dan akhirat kelak. Jangan lupakan juga doanya. Begitu pula untuk semua teman face book. 

Khommar Rudin: Allah humma shalli alaa Muhammad wa aali Muhammad. 

Ahlun Rusdhy: Mantap. 

Arief Tisnamihardja: Semoga Ustadz selalu dalam Kucuran Hidayah dan Maghfirah NYA.. 

Lely Septiani: Saya belum baca tapi mantap ajalah. . .


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Perkawinan Dini (Antara Modernism dan Ortodokism)



Seri tanya jawab: Wirat Djoko Asmoro dan Sinar Agama
by Sinar Agama (Notes) on Thursday, June 30, 2011 at 11:55 pm



Wirat Djoko Asmoro: Assalamualaikum ustadz, afwan saya mau tanya, bagaimana menurut ust tentang sesuatu yang halal tapi kurang baik bagi satu fihak ato beberapa fihak, contoh penikahan dini, pernikahan yang hanya didasari nafsu ato materi belaka.. makasih. 


Sinar Agama: salam dan terimakasih pertanyaannya: 

(1). Kalau dilihat hukumnya tetap halal. Karena kawin itu bukan seperti ibadah. Hukum Islam atau syariat itu ada dua macam: Takliifii (yang menghukumi perkerjaan manusia secara langsung seperti haram, mubah, sunnah, makruh dan wajib) dan Wadh’ii (yang hukum awalnya bukan hukum yang lima itu tapi dalam bentuk lain seperti syah, tidak syah, syarat, perkawinan ...dan seterusnya). 

(2). Biasanya hukum wadh’i ini memiliki syarat-syarat tersendiri dan, biasanya tidak ada syarat ikhlash dan semacamnya. Misalnya antum melakukan mu’malah atau jual beli. Maka syahnya jual beli (salah satu hukum wadh’ii) ini tidak perlu kepada ikhlash. Jadi, kalau antum membeli baju karena selera antum, bukan karena Allah, jual belinya tetap syah. Begitu pula juga tentang kawin. Antum kawin karena harta dan semacamnya juga tidak membatalkan hukum kawinnya. Antum mungkin menyoroti karena harta, tapi antum lengah menyoroti karena kecantikan dan ketampanan yang umum dilakukan kita atau bahkan antum sendiri. Nah, kalau kalau kawin karena harta tidak syah, maka kawin karena kecantikan atau karena kesukaan atau lebih parah lagi karena kecintaan pada calonnya, lebih tidak syah lagi. 

(3). Kawin dini, adalah istilah modern yang dibawa oleh jaman modern. Perlu antum ketahui, perkawinan dini hampir mirip dengan istilah teroris bagi pejuang kemerdekaan Indonesia atau negara-negara lainnya dikala menghadapi penjajah. Tentu untuk menetralisir istilah yang lebih kejam itu, yaitu penjajah yang mereka lakukan. Seperti sekarang wahabi yang masih menjajah Madinah dan Makkah, atau israel yang menjajah Palestina. 

(4). Kawin dini, adalah istilah yang memiliki konotasi mengolok, mengejek dan merendahkan. Padahal ia adalah ajaran Islam yang digalakkan. Karena itulah maka dalam hadits dikatakan, setiap sesuatu semestinya dikerjakan dengan perlahan kecuali 3 perkara, membayar hutang, mengawinkan putri yang sudah baligh dan memnguburkan orang yang telah meninggal. 

(5). Memang, yang saya katakan di atas itu, adalah dasar ajaran Islamnya. Tapi ajaran dan hukum ini, tidak baku dalam artian tetap dianjurkan seperti itu walaupun ada hal lain manabraknya (ta’aarudh). Karena itulah saya sering mengatakan bahwa yang tahu Islam itu hanyalah ulama. Karena mereka benar mengkaji dalam bentuk sistematis dan bertahap dan bukan karena keperluan. Mungkin teman-teman juga belajar Islam, tapi dikala ada yang ditanya. Karena itu kalau tidak sedang menghadapi masalah, maka ia sibuk dengan hal lainnya. Belajar Islam seperti ini, tidak mungkin membuatnya seorang spesialis agama. 

Nah, kembali kepada masalah kita, kawin yang digalakkan di awal kedewasaan bagi wanita itu, dalam istilah modern diolok sebagai kawin dini. Dan bukan karena itu saja, tapi mereka bahkan memerangi hukum Islam yang satu ini dengan memakai istilah “Membela hak-hak anak”. Mereka ini tidak sadar bahwa mereka sedang berperang dengan hukum Tuhan dan Tuhan itu sendiri. 

(6). Perkawinan dini itu jelas merupakan ajaran Islam dan mendasar. Akan tetapi, ia bisa ada tarik ulurnya, tergantung kepada ikhtiar manusia itu sendiri yang, biasanya tercuat dalam bentuk budaya budaya yang baru. Misalnya, di jaman dulu, dimana kehidupan masih sederhana, untuk menuju jenjang perkawinan tidak diperlukan banyak ilmu, karena yang akan dihadapinya memang tidak rumit. Tapi sesuai dengan perkembangan manusia, seperti sekarang ini, maka kehidupan menjadi lebih komplek dan tidak mudah dihadapi. Sehingga karena hal itulah maka bekal perkawinan mesti ditambahkan. Misalnya pendidikan anak. Karena itulah maka dianggap baik, kalau kawinnya anak tersebut setelah membekali diri dengan berbagai wacana. Karena itulah maka perkawinan dini tidak banyak disukai lagi. 

(7). Terlepas dari benar tidaknya teori modern ini, yakni apakah ia bersifat hakiki atau menakut- nakuti saja, kalau pernyataannya itu tidak dalam rangka memerangi hukum dasar islam tadi, maka jelas tidak menjadi masalah. Tapi kalau dalam bentuk rongrongan kepada hukum dasar tersebut, apalagi mengoloknya dan anti pati terhadapnya, maka ia jelas perang dengan Islam dan pemiliknya. 

(8). Tapi kalau sekedar dijadikan sebagai salah satu pilihan, maka ia jelas tidak memiliki masalah. Karena kawin itu adalah sunnah. Dan jangankan melambatkan sunnah, tidak melakukan sunnah saja tidak masalah. Kalau Nabi saww mengatakan bahwa yang meninggalkan sun- nahku bukanlah dari golonganku, maksudnya mau menekankan bahwa hukum kawin itu sunnah yang ditekankan, bukan berarti wajib dan yang tidak kawin nanti diusir dari barisan beliau saww. 

(9). Namun demikian, karena kita tahu bahwa Islam itu agama akhir jaman, dan telah pula memberikan tekanan-tekanan untuk mempercepat kawin ini, maka sangat mungkin bahwa prediksi-prediksinya meliputi segala jaman dimana termasuk yang modern ini. Karena itu, kalau hal ini benar, maka barakah dari mempercepat perkawinan itu akan menjadi semakin hilang dan, sebagai gantinya bencana sosial seperti kemaksiatan pergaulan.

(10). Bayangin saja, dimana ada suatu tempat sekarang ini yang memandang jelek pacaran itu? Pacaran, pegangan dan ciuman di luar nikah, hampir tidak ada yang menjelekkannya dan, mungkin mayoritas melakukannya. Yang jelek, itupun tidak semua, hanyalah kalau sampai kumpul (bersetubuh). Dan lebih parah cinta menyinta itu sudah dimulai sejak sekolah dasar (SD). Tidak heran kalau ada berita seperti ini: 

“Jakarta – KabarNet: Perang melawan kemaksiatan di negeri ini tampaknya masih belum akan usai. Betapa tidak, hasil survei yang yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS-PA) baru-baru ini mengungkapkan bahwa sebanyak 62,7 persen siswi SMP sudah pernah melakukan hubukan seks pra-nikah, alias tidak perawan. Sementara 21,2 persen dari para siswi SMP tersebut mengaku pernah melakukan aborsi ilegal. Dari survei yang diselenggarakan KOMNAS-PA tersebut terungkap bahwa tren perilaku seks bebas pada remaja Indonesia tersebar secara merata di seluruh kota dan desa, dan terjadi pada berbagai golongan status ekonomi dan sosial, baik kaya maupun miskin.” 

Antum tahu, pacarannya saja sudah dosa dan sangat jelek, tapi menganggap pekerjaan itu biasa. Sementara yang menganggapnya adalah budaya kaum muslimin, kejelekan dan dosanya, sangat jauh di atas dosanya itu sendiri. Inilah salah satu dari yang sering saya katakan sebagai penyakit kronis atau AID yang tidak bisa disembuhkan dimana kalau Tuhan tidak mengharamkan putus asa, maka kita sudah tidak akan lagi mengurusi umat seperti ini. 

Terus terang, saya seperti mau muntah melihat wanita aktifis Islam yang senyam senyum tak berharga atau habis memberikan materinya dibonceng teman lekaki yang konon aktifis juga. Ini Islam apa? 

Nah, semua itu akibat dari apa? Akibat dari hanyutnya mereka ke kehidupan yang dikatakan modern dan maju ini dimana sebenarnya kemajuannya hanya terjadi pada ilmunya semen- tara peradabannya terperosok dalam budaya syaithan (barat) hingga mereka bukan saja jauh dari Islam, tapi tidak sering menjadi penentang Islam yang atas nama Islam. 

(11). Karena itulah, maka kita boleh memilih ilmu dulu sebelum kawin, kalau tidak membuat kita jatuh ke dalam jahannam sosial. Jadi, kalau mau belajar dulu sampai jadi Doktor, silahkan saja, tapi harus menjaga pergaulannya sesuai dengan Islam dasar, bukan hukum pergaulan Islam modern yang penuh dengan jebakan dan kepalsuan ini.

(12). Iran yang sekarang ini, bisa dijadikan contoh yang terbaik sejak adanya manusia di muka bumi ini. Pendidikannya tinggi, tapi dibarengi dengan hukum negara yang Islami non ortodoki. Dia Islam yang memiliki hukum-hukum dasar, tapi di waktu yang sama, tidak mengandungi ortodokis kriminalis seperti wahabi, yang main bakar, rusak bangunan, dan gorok leher. Dia senyum dan memberi hadiah kepada anak yang kawin dini, tapi dalam waktu yang sama melindungi yang mau melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang sangat tinggi. Dia tidak hanya pandai berkata haram dan halal, tapi juga mempersiapkan sosial yang sehat. Sekolah, sejak SD sudah tidak campur. Baru di masa kuliah bisa campur. Sementara dari SD sampai SMA sudah diberikan bekal Islam yang argumentatif non ortodokis anarkis. Di samping diberikan pendidikan Islam argumentatif, ia juga dilindungi dari polusi-polusi yang mungkin ada. Karena itu, kalau ada lelaki duduk di dekat sekolah wanita, langsung akan disuruh pergi sama polisi. 

Saking sehatnya sosial Iran, maka di negara yang menghalalkan mut’ah itu, dan banyak janda syahid itu, saungguh dan sungguh, bisa dikatakan mustahil mendapatkan mut’ah. Kecuali yang memang dari sononya sudah kurang sehat (seperti aliran anti Islam, atau yang abangan). Dan mereka dalam tidak melakukan mut’ah itu, bukan karena tidak memiliki nafsu atau karena anti mut’ah, tidak demikian. Akan tetapi karena mereka memiliki harga diri dan kesucian diri yang sudah dibekali Islam sejak dari kecil dan di sekolah-sekolah itu. Yakni harga diri dan malunya, benar-benar bisa menepis semua nafsunya dari dalam dan mendasar. Yakni tidak pakai polisi atau ancaman orang tua. 

Memang Iran bukan surga akhirat, tapi ia surga dunia ini. Artinya ia adalah sosial terbagus yang tidak bisa dicarikan tandingannya, walau ada orang yang tidak Islaminya atau abangannya. Karena mereka itu sangat sedikt hingga mereka termasuk pinggiran budaya asli dan budaya dasarnya. 

Bayangin saja, di negara yang sudah mengharuskan hijab bagi perempuan kalau di luar rumah, dan hukum ini adalah salah satu hukum dasar Islam yang telah diperjuangkan dengan ratusan ribu syahid dan negaranya setelah itu direferendumkan dengan capaian suara 98 persen (untuk negara Islam), ketika mereka melihat di pasar-pasar wanita-wanita bukan muslim, atau anti negara islam atau abangan (yang semuanya mereka itu sangat sedikit), yang tidak benarnya hijabnya sudah mencapai tidak bisa ditolerir lagi, maka yang turun ke jalanan untuk patroli adalah polisi Islam yang bercadar. Tapi jangan salah sangka. Mereka tidak langsung main tangkap dan sergap. Melainkan menasihati mereka dengan penuh santun dan sepenuh hati. Sampai-sampai orang-orang yang dinasihati di pasar dan di depan umum itupun, ketika ditanya wartawan TV, mereka menjawab: “Sangat terharu karena dinasihati dengan lembut dan bijaksana”. Ingat, yang dinasihati itu bukan tidak pakai kerudung, tapi karena rambutnya masih banyak yang terlihat dimana sudah tidak bisa ditolerir lagi. 

Inilah Islam yang sebagian rakyatnya memilih kawin dini, dan sebagian lagi tidak, akan tetapi dilindungi dengan sosial yang sehat. 


Dan ajibnya, kalau sudah masuk bangku kuliah, mereka benar-benar dirangsang untuk kawin. Sebelum kawin saja sudah berbagai tunjangan keuangan mereka dapat (seperti begitu lahir mendapat 10 juta, tiap tahun dapat 1 juta, tiap bulan dapat 400 ribu untuk belanja di rumahnya, sekitar 200 ribu bantuan kuliah, asuransi kesehatan ...dll) dan menjelang kawin, yakni dimasa kuliah yang dianjurkan kawin, dibantu dengan berbagai kemudahan. Seperti tunjangan kawin (misalnya 20 juta untuk sewa rumah), biaya pesta kawin (yang biasanya masal di kampus dan tiap tahun ribuan pasang), hadiah kulkas, tv dan semacamnya. 

Nah, semua itu adalah perlindungan nyata bagi menjaga anak-anak bangsa supaya tidak bejat dan jadi syaithan perusak di muka bumi ini yang sering mengatasnamakan Islam. 

Wassalam.




اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ