Rabu, 19 September 2018

Dasar dan Tauladan Karbala



Seri tanya jawab Muhammad Dudi Hari Saputra dengan Sinar Agama 


by Sinar Agama (Notes) on Monday, July 30, 2012 at 8:19am


Muhammad Dudi Hari Saputra: Salam ustadz.. Inspirasi apa yang bisa kami ambil dari tauladan imam Hussain terutama ketika para pencinta ahlul-bayt mendapat tantangan yang berat akhir- akhir ini? 

Syukron ya Afwan..


Sinar Agama: Salam dan terimakasih petanyaannya: Banyak sekali tauladan yang dapat diambil, seperti: 

1- Berjalanan di atas jalan yang benar secara profesional dan dalil gamblang. 2- Kebenarannya juga dinyatakan secara gamblang tapi penuh kesantunan. 

3- Kebenarannya selalu dapat dibuktikan kebenaran dirinya dengan mudah di setiap saat dan, selalu dapat menangkis serangan-serangan penyesatan dengan ilmu atau dalil gamblang dimana tidak mencampurkan urusan-urusan perasaan ke dalamnya. 

4- Mengaplikasikan kebenarannya dengan bijak, kokoh dan tidak memaksa siapapun. 

5- Mempertahankan kebenarannya dengan bijak, kokoh, tidak memaksa orang lain dan sampai titik darah penghabisan secara profesional. Artinya, kalau dalam rangka pertahanannya terhadap kebenaran itu memang menginginkan secara dalil gamblang, sampai ke titik darah penghabisan, maka dipertahankannya sampai titik darah penghabisan. Karena itulah imam Husain as, sebagaimana ditulis sejarah, pertamanya meminta kembali saja ke Madinah kepada musuh-musuhnya, yang segera ditolak oleh jendral mereka yang bernama Hur yang segera memberikan pilihan pada imam Husain as untuk tidak memilih jalan Kufah dan Madinah yang, terpilihnya jalan yang dipilih itu akhirnya mengantar mereka ke tanah yang dikenal Karbala itu. 

Dan ketika musuh-musuh itu sudah bertambah yang ternyata adalah orang-orang yang telah mengundangnya untuk datang-pun (akan tetapi, mereka-mereka yang memang tidak percaya pada kemakshuman dan kepemimpinan imam Husain as dan mengundangnya hanya atas dasar paling tepatnya orang untuk memimpin umat sebagaimana mereka-mereka dulu juga ikut, Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu’awiyyah, maka pada waktu itupun mereka sudah berubah kepada Yazid bin Mu’awiyyah yang menjanjikan harta dan kekuasaan serta mengancam dengan bengis untuk membantai penentangnya), imam Husain as tetap saja tidak pernah memulai perang dan mengajak berperang. Dan baru setelah diserang itulah imam Husain as mempertahankan diri. 

Pertahanan imam Husain as juga tidak dimulai dengan pedang. Akan tetapi dengan bayan- bayan atau keterangan-keterangan yang logis, Islamis dan bahkan perasaan yang diarahkan oleh akal dan agama, seperti kecucuannya terahdap Nabi saww (dalil ini tidak batal kalau tidak dibarengi dengan maksiat dan imam Husain as sudah tentu tidak maksiat dan pada waktu itupun di jalan yang benar), atau seperti mengingatkan mereka bahwa merekalah yang mengundangnya datang, atau seperti mengungkit anak-anak dan para perempuan terutama yang merupakan keluarga Nabi saww. 

6- Benar-benar berjalan karena Allah dan tidak mencampurinya dengan rasa/perasaan sedikitpun dan, apalagi hawa nafsu emosional dan semacamnya. Karena itulah beliau as dapat dengan mudah memaafkan yang kembali ke jalanNya seperti si Hur itu sendiri. 

7- Dalam keadaan perangpun, imam Husain as, tetap berusaha mencegah perang itu dengan sabar dan dengan dalil-dalil Qur'an, akal dan lain-lainnya itu. Artinya, tidak pernah putus asa dalam memberikan petunjuk kepada umat yang sekalipun sudah melecehkan dan membantai shahabat dan keluarganya sekalipun. Semua itu, dilakukannya hanya demi Islam dan umat itu sendiri supaya selamat di dunia dan akhirat. 

8- Dengan semua isyarat-isyarat di atas itu, maka jelas bahwa imam Husain as itu sudah syahid sejak lama sekali sebelum kesyahidannya. Karena itu, maka sudah semestinya kita syahid sebelum berdakwah dan berjuang hingga tidak mencampurkan perasaan, ego, emosi dan kebodohan-kebodohan kita ke dalam agama dan perjuangan kita. 

Kesimpulan

Makrifat/ilmu yang kuat dan gamblang serta siap diuji kapanpun dan oleh siapapun, aplikasi diri yang profesional yang tanpa dibarengi dengan ego-ego diri dan hawa nafsu hingga mencapai taqwa yang hakiki (syahid sebelum syahid), penyampaian yang tidak dibarengi niat apapun kecuali Allah hingga tidak pernah berhenti walau dalam hujan panah dan keberingasan pedang umatnya, pertahanan dan perjuagan yang profesional dan bertahap secara profesional serta ulet (istiqamah) sampai tak mampu berkata-kata karena tenggorokannya digorok, mungkin, merupakan dasar dari nilai-nilai perjuangan imam Husain as tersebut yang wajib kita teladani. 


Tentu saja masih banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik di dalamnya, karena setiap nafas-nafas beliau as itu merupakan nilai Islam yang dapat dibuktikan dengan mudah sesuai dengan ayat-ayat Qur'an dan hadits-hadits Nabi saww. 

Wassalam. 



اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Minggu, 09 September 2018

Taqiah Harus, Tapi Mut’ah Jalan Terus? (diskusi ringan tentang mut’ah, fikih, akhlak dan taqiah)



by Sinar Agama (Notes) on Thursday, June 9, 2011 at 3:47am



Sinar Agama: Dari dulu sekali aku benar-benar merasa aneh. Karena sebagaian AB, kalau disuruh berfikih, selalu berkelit dengan alasan dakwah lah, dahulukan akhlak lah ...dst. Akan tetapi mut’ah mereka jalan terus dan salah-salah lagi. Lah ... mana yang lebih mengacaukan, shalat dengan tidak sedekap, atau memut’ahi anak orang tanpa ijin yang, di Sunni dan di Syi’ah hal itu diyakini zina? 


Herwan Budijanto, Hendy Al-Qaim, Mas Kubiel dan 36 lainnya menyukai ini. 

Shakira Bahesyti: Ustadz, saya amat sepakat dengan pendapatnya. Pada akhirnya banyak pe- rempuan syiah yang menikah dengan lelaki Sunni berakhlak baik ketimbang lelaki ab yang jum- lahnya limited edition, yang akhlaknya baik udah milik orang dan biasanya pemiliknya pencem- buru. Afwan. 

Sinar Agama: Ya ... Allah lindungilah saudari-saudariku dari rayuan ghombal lelaki jalang ber- kedok agama, dan lindungilah ikhwan-ikhwanku hingga tidak tertipu dengan premis yg sangat sederhana dan nyata dalam salahnya (seperti yg kumaksud dalam status). Ya ... Allah berilah kami kesempatan untuk merubah diri ini, sosial ini, cara berfikir ini, cara bergaul ini, cara mendamba akhirat ini, cara melihat dunia ini ....Ya Allah ... bermurahlah sebagaimana dari dulu Engkau ber- murah pada kami semua..... Ya ....Allah .... ya ...Allah .... demi keAgunganMu, Nabi-Mu, Ahlulbati- nabiMu ...., amin... 

Shakira Bahesyti: Amin ya Ilahi... 

Agoest D. Irawan: Ilahi Amin Ya Rabb....Salam, keif hal ya ustadz.... :) 

Muhammad Ali Husain: Ya Allah, saya bingung ustadz.. 

Bahar Fth: Afwan ust ana mengerti dan paham dalam makna doakan ana bisa merubah diri amin sholu ’ala nabi wa aalihi. 

Sinar Agama: Mas Agoest, pa kabar, ana baik terimakasih, antum keif, kok lama nggak ngunjungi ana di fb ini? Senangnya antum komentar. Jangan marah kalau ana kurang menyapa, karena sungguh pertanyaan semakin banyak, begitu pula masalahnya, juga maaf kalau selalu satu arah, afwan, yang jelas ana terhibur sekali kalau disapa, karena berarti kita masih nyambung dalam per- temanan dan silaturrahim serta ana kurang merasa sendirian. Ada lagi yang selalu ingin kutahu, yaitu, sejauh mana pandangan-pandangan yang kuanggap murni untuk membenahi masyarakat kita ini memiliki efek yang baik. Terimakasih sekali lagi. 

Sinar Agama: Muhammad, bingung itu tanda ada rasa taqwa dalam diri. Karena itu lanjutkan dengan kehidupan lepas dari nafsu dan ikuti argument dan ulama yang memang membidangi agama walau tidak makshum karena hal itu wajar seperti antum pergi ke dokter yang juga tidak makshum itu. 

Sinar Agama: Bahar, diriku adalah dirimu, karena cinta murni tidak bisa dibatasi dengan badan dan jauhnya tempat. Karena itu di samping aku juga orang yang terbutuh di dunia ini, aku juga menganggap diri antum semua sebagai diriku juga. Sedihmu sedihku, hancurmu hancurku, dan majumu adalah majuku juga. Ingat, akhirat itu berat sekali, tidak bisa kita di sana asal bunyi, tapi benar-benar semua isi hati dan pikiran serta rahasia-rahasia kita akan dibuka di sana. Mari kita maju bersama, jangan pernah merasa lelah dan putus asa. 

Sinar Agama: Satu lagi wahai Indonesiaku, sebesar apapun pengaruh kita dan huru hara, dan semegah apapun yang kita punya dalam penampilan, sejauh apapun penghormatan keilmuan yang diberikan orang,...dst tapi kalau semua itu tidak benar dan tidak argumentatif sejati serta tidak dengan niat yang tulus karena Allah dan tidak dengan melepaskan diri dari segala riya dan kepentingan, maka kita akan tergulung sejarah dan sebelum di akhiratpun hakikat kita akan ter- buka. Kalau begitu, mengapa kita berlomba memasukinya? 

Sinar Agama: Ketahuilah, banyak orang mungkin bisa ditipu, tapi tidak mungkin semuanya. Dan kalau tipuan itu adalah argument yang palsu, atau tidak sejati, maka sudah pasti tidak akan be- rumur melebihi beberapa tahun saja, lalu mengapa kita harus mengisi sejarah itu dengan wajah buruk kita demi kepentingan sesaat? 

Agoest D. Irawan: Alhamdulillah ya ustadz, begitu pula ana, berkat doa antum juga. Afwan ya ustadz, ana mungkin tidak meninggalkan komen atau jejak pada fb Antum (atau di Mekarsari) tapi ana tekun mengumpulkan artikel-artikel/diskusi antum. Semoga ini tidak mengurangi keutamaan silaturahmi ana dengan antum. Sekali lagi, afwan. Ana belajar dari antum atas banyak hal. Tidak saja (jawaban) atas masalah tapi juga bagaimana cara antum menanggapinya. Semoga Allah mamanjangkan umur Antum agar kami terus dapat mengambil manfaat dari Antum. Bi haqqi MUHAMMAD wa aali MUHAMMAD... 

Bahar Fth: Terimakasih atas segala argumentnya ustad sungguh diriku dengan kehinaan merasa malu bila dikatakan setara dengan antum ustad karena banyak sudah kejelekan amalku dan tak ada yg mengelilingi aku selain apiny yang menyala dan budakny kalau salah melangkah akan ter- jerumus selamanya dan sekali lagi ana mohon doanya ustad agar bisa menuju tempat rasul saaw dan imam bersama-sama. 

Dan afwan ustad satu hal antum doakan ana agar cepat menikah dan bersegera bekeluarga dan doanya untuk bapak ana yang sakit berkepanjangan agar segera disembuhkan dan selalu berada dalam kebaikan. 

Sinar Agama: Mas Agus, sampai memerah mataku membaca tulisan antum, demi Allah. Terima- kasih sekali. Itu dia mas, puluhan tahun aku menuntut ilmu Ahlulbait as dan ingin sekali berteriak menyampaikannya pada antum semua. Walau tentu lamanya belajar itu tidak menjadi jaminan, tapi maksudku kalaulah aku hanya dapat setetes, maka yang setetes itu kita keroyokin. Yang je- las, kita harus mencoba dan mencoba untuk serius menghadapi hidup ini, tidak berhura-hura menjadi Syi’ah atau Islam, tapi meresapi dan mengaplikasikannya dengan penuh ketegasan dan kesantunan di lain pihak. Artinya tegas pada diri sendiri, dan santun pada orang lain (namun da- lam argument harus tetap jelas dan gamblang). 

Sinar Agama: Bahar, syarat utama menjadi orang baik itu adalah tidak henti belajar agama disela-sela kesibukan kuliah atau kerja. Nah kalau itu dilakukan maka doa kita untuk menjadi orang bak akan menjadi terkabul in syaa Allah. Karena baik itu harus profesional atau ilmiah, bukan perasaan tanpa dalil. Ana akan doakan antum segera menikah dengan penuh rahmah, dan begitu pula ayah antum semoga cepat sembuh dan dalam hidayahNya selalu, amin. 

Bande Huseini: Ada yg bilang akhlaq adalah fiqh itu sendiri ust..? Betul ga ..afwan.. 

Sinar Agama: Bande, kalau secara umum, biar akidah juga akhlak, yakni akhlak batin. Akan tetapi manakala akhlak itu dihadapkan kepada akidah dan fikih, maka ia tidak lagi mencakupi kedunya, tapi menjadi bagian yang sejajar dengannya. Misalnya dikatakan bahwa Islam memiliki banyak disiplin ilmu, seperti akidah, fikih, akhlak, irfan, tafsir, hdits, rijal, ushulfikih, psikologi, politik, bu- daya, rumah tangga, sosial, kenegaraan, ketentaraan ....dan seterusnya. Maka dalam hal ini, maka akhlak bukan fikih dan begitu pula sebaliknya. 

Dan ketahuilah bahwa akhlak itu bukan karakter bagus, bukan, tapi karakater saja. Jadi ilmu akhlak adalah ilmu tentang karakter, esensinya, terbentuknya dan cara membentuknya kepada yang baik. 

Tentu akhlak yang saya katakan ini adalah akhlak yang sebagai ilmu. Tapi kalau dalam percakapan sehari-hari, maka akhlak adalah adab dan tatakrama. 

Dan dlam akhlak yang berarti tata krama itulah maka semuanya bisa masuk ke dalamnya, seperti akidah (tata krama dengan Tuhan secara batin), atau fikih (tata krama dengan Tuhan secara lahir dan tata krama dengan diri, keluarga, sosial dan negara, karena hukum fikih itu lengkap), atau politik (tata krama politik Islam), atau keluarga (tata krama keluarga Islam) ....dan seterunya. 

Namun, demikian, apapaun maksud akhlak itu (ilmu atau adab) kalau sudah dihadapkan kepada akidah dan fikih (sebagai bagian dalam keIslaman, bukan dihadapkan untuk dipertentangkan), maka akidan dan fikih sudah tidak masuk lagi di dalamnya. Jadi, makna akhlak di sini bermakna adab dan sopan santun. 

Ketika akhlak itu sudah berupa sopan santun, maka biasanya dipengaruhi oleh budaya setempat. Jadi sopan santun orang muslim di suatu negara atau suku, bisa akan sangat berbeda dibanding dengan negara atau suku lainnya. Padahal sama-sama mengaku Islam. 

Nah, adab yang demikian itu, yakni yang berbeda-beda itu masih dibolehkan oleh Islam dengan syarat, tidak melanggar akidah dan fikih. Jadi, apapun adab atau adat istiadat yang tidak berten- tangan dengan akidah dan fikih, maka dibolehkan dalam Islam. Karena itu kalau orang Korea atau China masuk Islam, maka tidak boleh menghormati orang dengan sujud, karena melanggar fikih dan bisa merusah akidah. 

Bande Huseini: Yang dimaksud dalam alqur’an ”nabi diturunkan untuk memperbaiki akhlaq”.. akhlaq yang dimaksud berarti mencakakup semua hal ust,,hukum..politik, kemasyarakatan..tata krama.. dan seterusnya..begitu ustadz..? Afwan. 

Sinar Agama: Kalau hal-hal kecil saja sudah tidak boleh dilakukan kalau bertentangan dengan akidah dan fikih, apalagi pernyataan dahulukan akhlak dari pada fikih. Karena pernyataan ini, bu- kan lagi tidak sesuai dengan fikih, tapi memerangi fikih. Dan kalau orangnya yang menyatakan itu sadar bahwa pernyataannya ini sama dengan menolak Islam itu sendiri, maka ia dihukumi kafir dan najis, sekalipun orang Syi’ah. 

Bande Huseini: Yang dimaksud menyatakan”dahulukan akhlaq ketimbang fiqh ” dan pernyataan itu dilakukan dengan sadar, maksudnya sadar apa ustaz..? Sehingga bisa dikatakan kafir or najis..? Afwan. 

Sinar Agama: Yang saya jelaskan ini adalah yang ada dalam fatwa yang berbunyi: ”Siapa saja yang menolak fikih yang mudah dipahami, dan ia tahu bahwa penolakannya itu sama dengan menolak Islam itu sendri, maka ia dihukumi kafir dan najis.” Lihat di semua fatwa marja’ dalam bab najisnya orang kafir. Contohnnya menolak hukum wajibnya shalat dan puasa. Karena mema- hami kewajiban keduanya itu mudah karena ditransfer dari Nabi saww ke kita secara aklamasi muslimin. Begitu pula memahami bahwa orang Syi’ah harus mengamalkan fikih Syi’ah, adalah hal yang mudah diketahui oleh semua orang tanpa berfikir sekalipun, yakni ilmu mudah dan dharuri. Nah, kalau dalam dua golongan contoh ini, pelakunya memahami bahwa penolakannya itu sama dengan menolak Islam, maka ia dihukumi kafir dan keringatnya menjadi najis. 

Beda halnya dengan orang yang tidak shalat, dan/atau orang Syi’ah yang tidak berfikih Syi’ah. Dia hanya berdosa besar dan shalatnya harus diganti atau diqadhaa’. Karena dia tidak menging- kari kewajiban hukumnya. Dia hanya tidak melaksanakan hukumnya. Tentu saja, kalau dalam keadaan takiah karena empat sebab itu (kemungkian dipukuli, kemungkinan dibunuh, kemuing- kinan keluarganya diperkosa dan kemungkinan hartanya yang dijadikan kehidupannya itu diam- bil), maka orang Syi’ah yang tidak beramal Syi’ah tidak dosa dan tidak perlu mengulang dan atau mengqadhaa’’nya. 

Mujahid As-Sakran: Yang sangat menyedihkan bertaqiyah karena takut urusan dunianya hilang. 

Aziz Letta: Bagaimana kalau diusulkan dalam KTP identitas agama: Islam Sunni atau Islam Syii seperti Kristen dan Katolik? 

Sinar Agama: Mujahid, kalau harta yang diperlukannya untuk hidup itu bisa terancam hilang kalau tidak takiah, agama membolehkan dia takiah. Artinya kalau shalat di depan mereka. Tapi anehnya itu biasanya mereka secara keseluruhan meremehkan fikih walau di rumah. Lah, kalau di rumah mau takiah sama siapa? Tapi kalau makan ada dan tidak masalah, lalu kalau tidak takiah umat tidak ngaji lagi ke dia, maka takiah seperti ini jelas tidak boleh dan batal. Mungkin yang an- tum maksud jenis yang terakhir ini. Kalau benar, maka benar yang antum tulis itu. 

Sinar Agama: Aziz, mungkin tidak perlu, karena negara kita bukan negara Islam. Karena masalah ke dalam Islam itu hanya bersangkutan kepada hukum-hukum yang berbeda. Misalnya, kalau jan- da dan lelaki berdua mengaku mut’ah, ketika ditangkap polisi agama, maka bisa melihat ktp-nya, kalau Sunni maka bohong, tapi kalau Syi’ah maka benar. Atau kalau suatu kelurga ribut karena yang satu mau membangun kuburan ibunya, dan yang lain menolaknya sampai jadi perkelahian dan mengadu ke hakim agama Islam, maka dilihat, kalau ktp mereka Muhammadiah, maka di- benarkan yang menolak membangun, dan kalau NU maka dibernarkan yang membangun. Jadi, intinya, kalau negara kita belum negara islam, maka serasa belum perlu penulisan madzhab di ktp itu. 

Sinar Agama: Bande, ketika Nabi saww bersabda: ”Aku diturunkan untuk menyempurnakan akhlak” Artinya semua hal termasuk akidah sebagai akhlak dengan Tuhan, hukum fikih yang men- cakup seluruh kehidupan baik pribadi, keluar atau negara. Kalau yang dimaksud akhlak dalam arti lawan dari akidah dan fikih, yakni tatakrama yang tidak fikihis, seperti senyum, tidak emosian, pemaaf, sedekah, .... dst, maka semua itu tidak akan ada gunanya. Karena semua akhlak itu kalau tidak dibangun di akidah yang benar dan didasari fikih yang benar, maka menjadi hangus dan tidak benguna. Misalnya seorang penyantun tapi kafir, atau penyantun tapi tidak shalat, atau pe- nyantun tapi tidak bayar zakat dan khumus. Maka semua itu tidak akan ada gunanya. 

Ketika Nabi saww bersabda: ”Aku tidak diutus kecuali menyempurnakan akhlak”, dan yang dibawanya adalah tauhid, fikih dan semuanya termasuk pemerintahan yang dipimpimnya, maka akhlak adalah Islam itu sendiri. Yakni Islam yang lengkap dengan akidahnya, fikihnya ...dst. Pen- dek kata, makaarimu al-akhlak itu adalah Qur'an dan hadits. 

Haera Puteri Zahrah: Mohon doanya ustadz agar aku dan akhwat lain tidak terjerumus oleh sebuah pernikahan yang kebabblasan. 

Sinar Agama: Haera, he he Saya tidak paham apa maksudnya kawin kebablasan. Aku mendoakanmu dan akhwat yang lain agar terjauhkan dari kawin yang tanpa ijin yang jelas dari ayahnya (baik jelas tentang suaminya atau waktu kawinnya dan waktu berakhirnya kalau mut’ah), karena hal itu sama dengan zina. Karena telah menyengaja kepada pekerjaan yang batal itu setelah tahu hukumnya. 

Kidung Cinta: Semoga masih inline dengan jalur status dan diskusi, hukum-hukum fikih mana sajakah yang diperbolehkan takiyah? Saya pernah mendengar, contohnya sedekap dalam sholat tidak diperbolehkan takiyah. Bagaimana dengan aturan sholat yang lain (misal menoleh saat asalamualaikum, ato mengangkat tangan saat doa qunut)? Syukron. 

Sinar Agama: Kidung, semua hukum itu boleh ditaqiyahi asal ada sebabnya yang empat itu. Maksud dari taqiah yang tidak boleh sedekap itu kalau taqiahnya mengikut fatwa Rahbar hf yang menambahi satu sebab lagi pada empat sebab itu, yaitu demi persatuan. Nah, kalau taqiahnya demi persatuan, maka yang ditaqiahi hanyalah berjamaah pada Sunni, tapi semua cara shalatnya harus Syi’ah. Namanya saja persatuan Sunni dan Syi’ah. Akan tetapi kalau tidak berani turunkan tangan karena takut dipukuli atau tiga sebab lainnya itu (dibunuh, diperkosa dan dirampas har- tanya yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari), maka taqiahnya tidak bisa dengan alasan persatuan, tapi karena keamanan. Jadi, dalam kondisi ini bisa melakukan taqiah. Tapi kalau untuk persatuan, maka tidak boleh melakukan shalat dengan cara Sunni. Jadi bukan hanya tidak boleh sedekap, tapi juga tidak boleh pakai sajjadah yang bukan dari tanah. 


Wassalam. 

Arie Risnandha: Salam, Afwan ustadz, melanjutkan masalah taqiyah ini... ana bertugas di Oman yang notabenenya orang-orang ibadiyah/khawariz (mudah-mudahan gak salah). Kalo gak sedekap bisa karena mereka juga gak sedekap sholatnya, cuman masalah sujud di tanah ini yang ana agak ragu/takut...Apakah kira-kira yang sebaiknya ana lakukan... mohon penjelasan... Sukron... 

Besse Tanra Wajo: Salam Ustd. Izin copas. 

Sinar Agama: Arie, terharu melihat teman-teman berada di berbagai tempat. Di Oman itu juga sebenarnya banyak orang Syi’ah. Aku punya teman yang berasal dari sana. Berkenaan dengan sujud, kan tidak harus pakai tanah sebagaimana makna bahasanya. 

Tanah di sini adalah makna fikihanya, yaitu tanah dan apa-apa yang dari tanah yang tidak untuk pakaian dan makanan serta bukan barang tambang. 

Jadi, kertas boleh, sajjadah yang dari tanaman seperti tikar juga boleh. Nah, ada yang bisa antum buat alasan. Kalau pulang ke Indonesia, carilah sajjadah yang dari tangakai pohon yang harum yang namanya aku lupa. Itu enak bisa dibuat alasan untuk memakainya. BTW, kalau memang ada kekhawatiran dianiaya, maka bisa taqiah dimanapun antum berada. Tentu saja dalam keadaan seperti itu, usahakan untuk shalat di rumah/kamar. 

Sinar Agama: Besse: silahkan saja. 

Pandan Wangi: Tolong bimbing kami agar bisa bertemu dengan Imam Mahdi as. 

Sinar Agama: Pandan, bertemu imam Mahdi as itu bisa di hati dan bisa di lahir. Bertemu di hati, sering lebih bermakna. Karena ia adalah pertemuan hakiki. Tapi yang di lahir, belum tentu hatinya bertemu. Dan untuk bertemu di hati, taqwalah, dan tinggalkan semua dosa besar dan kecil, serta jangan sesekali meninggalkan ketaatan dan kewajiban. Pelajari akidah dan fikih yang benar, se- perti tahu mana yang salah dan benar, supaya tahu yang sesat dan hidayat, supaya tahu mana yang wajib dan mana yang haram. 

Arie Risnandha: Sukron Ustadz atas waktunya menjawab pertanyaan ana, iya selama ini ana usahakan sholat di kamar sebisa mungkin supaya lebih nyaman dan tenang. InsyaAllah ana cari sajjadah tersebut, sekiranya ustadz teringat suatu saat nama sajjadah tersebut, mohon kiranya memberikan informasi kepada ana bila berkesempatan... afwan. Semoga keselamatan, keseha- tan dan keberkahan selalu bersama ustadz... 

Sinar Agama: Arie, sudah ingat, namanya kayu cendana. Antum bisa cari tikar itu dan bisa di- bawa-bawa kemana-mana biar ke dalam masjid tanpa dicurigai orang karena alasannya harum. 

Sinar Agama: Cari yang besarnya seperti sajjadah, karena memang ada di pasaran 

Arie Risnandha: Sukron ustadz, ana segera cari. Tadi ana google-google juga, kayaknya ada yang dari akar wangi dan kulit gaharu... I-Allah banyak pilihan.... 

Al Aulia: Salam. Saya ada kardus biasa untuk tidur ustad, boleh tidak dipakai untuk sholat? 

Sinar Agama: Aulia, kenapa tidur di kardus sayang ... tapi memang anget sih... tentu saja kardus bisa dibuat sujud karena ia adalah kertas 

Al Aulia: Alhamdulillah..syukron ustad. Yang ada sekarang kardus hangat itu, hehee.. 

Haidar Dzulfiqar: Salam Ustadz... Mohon izin share ya Tadz...? Terimakasih banyak sebelumnya dan atas semua tambahan ilmunya yang sangat luar biasa ini...! Semoga Allah Swt senantiasa menjaga jiwa dan raga, Lahir dan Bathin Antum.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Jawaban Terhadap Pertanyaan Salafi Tentang Mut’ah



by Sinar Agama (Notes) on Sunday, April 3, 2011 at 10:00pm


Oleh Hendy Al-Qaim pada 03 April 2011 jam 15:26 

Afwan... ada yang bisa jawab “attack” dari kelompok salafy ini..?? 

Keyakinan Syi’ah Tentang Nikah Mut’ah.. Beserta Sumbernya : 

1. Syi’ah meyakini mut’ah sebagai salah satu dasar pokok (ushul) agama, dan orang yang meng- ingkarinya dianggap sebagai orang yang ingkar terhadap agama. (Sumber: Kitab Man Laa Yahd- huruhu Al-Faqih, 3/366 dan Tafsir Minhaj Ash-Shadiqin, 2/495) 

2. Syi’ah menganggap mut’ah sebagai salah satu keutamaan agama dan dapat meredam murka Tuhan. (Sumber: Tafsir Minhaj Ash-Shadiqin, karya Al-Kasyani, 2/493) 

3. Menurut Syi’ah seorang wanita yang dimut’ah akan diampuni dosanya. (Sumber: Kitab Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih, 3/366) 

4. Syi’ah menganggap mut’ah sebagai salah satu sebab terbesar dan utama seseorang masuk ke dalam surga, bahkan dapat mengangkat derajat mereka hingga mereka mampu menyamai kedudukan para nabi di surga. (Sumber: Kitab Man Laa Yahdhuruhu Al-Faqih, 3/366) 

5. Syi’ah selalu menyebutkan bahwa orang yang berpaling dari mut’ah akan berkurang pahala- nya pada hari kiamat, mereka katakan: “Barangsiapa keluar dari dunia (meninggal) sedangkan dia belum pernah melakukan mut’ah maka pada hari kiamat dia datang dalam keadaan pin- cang yakni terputus salah satu anggota badannya.” (Sumber: Tafsir Minhaj Ash-Shadiqin, 2/495) 

6. Tidak ada batasan jumlah wanita yang dimut’ah, seorang laki-laki dapat melakukan mut’ah dengan wanita sesukanya sekalipun mencapai seribu wanita atau lebih. (Sumber: Al-Istibshar, karya Ath-Thusi, 3/143 dan Tahdzib Al-Ahkam, 7/259) 

7. Syi’ah beranggapan boleh melakukan mut’ah dengan gadis sekalipun tanpa izin dari walinya dan tanpa ada saksi atasnya. (Sumber: Syarai’ Al-Ahkam, karya Najmuddin Al-Hulli 2/186 dan Tahdzib Al-Ahkam, 7/254) 

8. Dalam Syi’ah diperbolehkan melakukan mut’ah dengan anak perempuan kecil yang belum baligh, dimana umurnya tidak kurang dari sepuluh tahun. (Sumber: Al-Istibshar, karya Ath-Thusi, 3/145 dan Al-Kafi fi Al-Quru’, 5/463) 

7. Dalam Syi’ah diperbolehkan liwath dengannya (perempuan kecil) dengan cara mendatang- inya di bagian belakangnya (duburnya). (Sumber: Al-Istibshar, karya Ath-Thusi, 3/243 dan Tahdzib Al-Ahkam, 7/514) 

8. Syi’ah memandang tidak perlu menanyakan terlebih dahulu kepada wanita yang akan dinikahi secara mut’ah, apakah wanita itu telah bersuami atau wanita pelacur. (Sumber: Al-Istibshar, karya Ath-Thusi, 3/145 dan Al-Kafi fi Al-Quru’, 5/463) 

9. Mereka juga beranggapan bahwa batasan minimal dalam melakukan mut’ah bisa dilakukan dengan sekali tidur saja bersama wanita, mereka menamakanya dengan (meminjamkan ke- maluan). (Sumber: Al-Istibshar, karya Ath-Thusi, 3/151 dan Al-Kafi fi Al-Quru’, 5/460) 

10. Wanita yang dinikahi secara mut’ah tidak mendapatkan harta waris dan tidak pula dapat mewariskan harta. (Sumber: Al-Mut’ah wa Masyru’iyatuha fi Al-Islam, karya sejumlah ulama Syi’ah, hal 116-121 dan Tahrir Al-Wasilah, karya Al-Khomeini, 2/288) 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih pertanyaannya, Karena jawabanku tidak bisa masuk di komentarnya al-Qoim, maka kutulis di catatan ini saja: 

Sebenarnya, saya dulu sudah pernah membahas tentang mut’ah ini, yaitu di catatan yang berjud- ul “Jawaban Atas Kesamaan Mut’ah Ala Spesies Syi’ah Ame Zina” terbitan 09 Oktober 2010. Akan tetapi, karena ada kelainannya, maka sekalipun dengan sangat ringkas, maka saya akan mencoba menjawab permasalahan ini. 

Definisi Mut’ah: Mut’ah adalah kawin dengan ijab-qabul seperti kawin daaim/permanent, akan tetapi menyebutkan akhir waktunya. 

Syarat-syarat Mut’ah: Syarat-syarat mut’ah, sama dengan kawin permanen, seperti ijin wali bagi wanita yang bukan janda dan lain sebagainya.

Jawaban Soal

(1). Untuk soalan no satu, sebenarnya saya tidak perlu cek sumbernya karena maksudnya jelas, bahwa yang mengingkari hukum Tuhan dengan sengaja, yakni sudah tahu bukti-bukti kebenarannya bahwa hukum itu dariNya, maka ia termasuk mengingkari agama, walaupun setidaknya dalam hukum yang dimaksudkan itu. Semua musliminpun meyakini hal itu. Misalnya orang yang tidak shalat, tidak keluar dari agama, tapi kalau mengingkari kewajiban shalat, maka kalau sengaja, ia bisa keluar dari agama. Ini semua pandangan kaum muslimin. Karena itu Allah dalam Qur'an (QS: 5: 44) berfirman: “dan barang siapa yang tidak menghukum dengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” 

Perlu diketahui, bahwa alamat pertama dari yang diberikan itu tidak benar. Karena di alamat tersebut membahas tentang kaffarahnya sumpah. Sedang alamat ke dua, untuk sekarang ini saya belum punya dan belum menjangkaunya. Dan kalaulah memang ada, tidak menjadi masalah, karena hukum seperti itu diyakini semua muslimin dan sesuai dengan Qur'an. Tapi bukan berarti dari dimensi terhitungnya mut’ah dalam ushuluddin atau keimanan. Karena jelas, hukum halal dan haram itu adalah hukum fikih alias furu’, bukan ushul. 

Penyerang itu, mengira bahwa orang yang dihukumi dengan kafir adalah hanya karena mengingkari akidah saja. Padahal dalam pandalangan Islam, mengingkari hukum Islam dengan sengaja (sudah tahu kebenaran hukum Islamnya tapi tetap mengingkari) terhitung mengingkari agama. 

Mirip dengan, kalau seseorang mengingkari adanya jin dengan sengaja yang mana bisa kafir. Padahal iman pada jin bukan ushuluddin, karena di sunni hanya 6 perkara. Kalau sang 

penyerang mengatakan bahwa mengingkari jin sama dengan mengingkari Qur'an (karena masalah jin ada di Qur'an) hingga menjadi kafir, maka kami akan mengatakan hal yang sama. Yakni mengingkari hukum Tuhan yang ada di dalam Qur'an (asal sengaja) maka sama dengan mengingkari Qur'an hingga bisa menjadi keluar dari agama. 

(2). Hukum kawin dalam syi’ah adalah sunnah, baik permanen atau temporer (mut’ah). Karena itu, siapa saja yang melakukannya akan mendapat pahala. Asal dengan benar, misalnya ijin ayah bagi wanita yang bukan janda. Dengan demikian, maka pahala ini, dan pahala apapun, sudah tentu dapat mengurangi dosa. Dan karena dosa itu adalah murka Tuhan, maka pahala berarti mengurangi murkaNya. 

Terlebih lagi, mut’ah ini diusahakn untuk diberangus oleh umat Islam itu sendiri sejak jaman shahabat yang dimulai oleh Umar sebagaimana di hadits-hadits sunni seperti riwayat Baihaqi, jilid 7, halaman 206, dimana Umar sendiri mengatakan bahwa mut’ah dengan perempuan ini adalah halal di jaman Nabi saww dan “aku” kata Umar, melarangnya dan akan menghukum pelakunya. Jadi, dengan usaha pemberangusan umat Islam sendiri terhadap halalnya Tuhan ini, maka melakukannya, bisa mendapat pahala tambahan. Misalnya pahala perjuangan mempertahankan agama dan hukum-hukum Tuhan. 

(3). Untuk soalan ke tiga ini juga, saya tidak perlu mengecek sumbernya, karena baik benar atau salah dalam penukilannya itu, tidak menyamarkan kejelasan hukum kawin dalam Syi’ah. Yaitu bahwa hukum kawin dalam syi’ah adalah sunnah, baik permanen atau mut’ah. Karena itu, siapa saja yang melakukannya dengan benar (sesuai syarat-syarat syahnya seperti ijin ayah bagi wanita yang bukan janda, dll-nya) maka sudah pasti akan mendapat pahala. Dan pahala, sudah tentu dapat mengurangi dosa. Jadi, hukum sunnah ini, meliputi lelaki dan wanita. Artinya, saya tidak perlu mengecek di tafsir Minhaju al-Shaadiqiin itu apakah dalam kalimatnya itu hanya menyebut pengampunan wanita pelakunya atau tidak. Karena pernyataan itu, bukan berarti menolak fadhilahnya bagi lelaki. 

(4). Untuk soalan ke 4 ini, kitab yang ada di saya, pada alamat yang diberikan itu, membahas tentang kaffarah sumpah, bukan seperti yang dikatakannya itu. Namun demikian, kalaulah hal itu ada (misalnya di lain tempat), maka tidak heran setelah kita paham tentang penjelasan pada jawaban no 2 di atas itu. Artinya, melakukan mut’ah pada masa setelah usaha pemberangusan hukum itu oleh umat Islam sendiri, merupakan perjuangan mem- pertahankan hukum-hukum dan agama Allah. Maka dari sisi ini, sama dengan para nabi yang berjuang untuk menyebar dan menegakkan hukumNya. Tentu saja, derajat itu hanya dilihat dari sisi perjuangannya, tidak dari segala dimensinya. 

(5). Untuk yang no 5 inipun, dengan memahmi hukum sunnahnya kawin, maka sudah terjawab dengan sendirinya. 

(6). Memang jumlah wanita dalam mut’ah tidak dibatasi dengan 4 atau angka lainnya. Jadi, bisa saja lebih dari 4, 9 dan seterusnya. Tentu saja asal dengan semua syarat-syarat syahnya seperti yang dijelaskan di semua kitab fikih. 

(7). Untuk no 7 itu saya tidak tahu orang tsb mengambil dari mana. Sepertinya, mengambil dari alam khayalnya. Karena dalam bab wali nikah, di kitab Syarayi’u al-islam, karangan Allamah al-Hilli itu (bukan al-Hulli sebagaimana yang ditulis dalam serangan di atas), dikatakan bahwa: 

وتثبت والية األب والجد لألب، على الصغيرة، وإن ذهبت بكارتها بوطء أو غيره، وال خيار لها بعد بلوغها على أشهر الروايتين 

“Kewalian ayah dan/atau kakek terhadap anak perempuan yang masih belum dewasa, adalah wajib (tsaabit), walaupun sudah tidak perawan lagi, baik karena pernah dikumpuli (seperti diperkosa orang) atau karena sebab lain. Dan ketika ia sudah dewasapun, tetap tidak ada pilihan baginya –yakni tetap wajib ijin wali- sesuai dengan lebih kuatnya hadits yang ada.” (Jilid 2, halaman 502. Tentang kewalian nikah ini tidak ada di alamat yang diberikan penyerang itu). 

Dengan keterangan ini, maka jelaslah bahwa si penyerang itu sangat mengada-ngada terhadap kitab yang dimaksud. Karena jangankan anak kecil yang masih suci, anak perempuan dewasapun, kalau belum janda, wajib ijin walinya dalam nikah (baik permanen atau temporer). 

(8). Untuk no 8 ini, maka tidak perlu saya cek penukilannya itu. Karena syi’ah dan sunni, hal seperti itu diperbolehkan. Yakni mengawinkan anak yang belum baligh, seperti ‘Aisyah yang dikawin Nabi saww sebelum 9 tahun. Akan tetapi jelas, bahwa sebelum baligh itu, tidak boleh dikumpuli. Dan setelah baligh, harus pula dengan keridhaan si anak. Karena dalam Islam, hak yang ada pada anak perawan adalah dibagi dua, dirinya sendiri dan walinya. Jadi, ayah tidak bisa memaksa anaknya dan begitu pula sebaliknya. Karena itulah, ketika ‘Aisyah sudah baligh, baru disuruh ayahnya, Abu Bakar, untuk mengantar anggur ke Nabi saww dan menyuruhnya berkata: “Ya Rasulullah, anggurnya sudah matang.” 

(9). Dengan jawaban no 8, no 9 ini sudah terjawab dengan sendirinya. Bahwa anak kecil sebelum baligh tidak boleh dikumpuli, sekalipun bisa dinikahi. Dan kumpul itu, dalam syi’ah, bisa dari depan dan bisa pula dari belakang. Dengan dalil QS: 2: 223 yang berbunyi +/-: “Istri-istri kamu itu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu annaa kamu sukai.” Sedang “annaa” bisa diartikan “dari mana” dan bisa diartikan “kapan”. Syi’ah mengambil makna “dari mana”, yakni: “ … datangilah dari mana saja yang kamu sukai.” 

Dengan demikian, maka hukum mengumpuli istri dari belakang itu adalah boleh, kalau dengan ridha sang istri. Tapi kalau tidak dengan ridhanya, maka makruh keras. Karena itu, maka pernyataan boleh meliwat anak kecil itu, adalah fitnah yang nyata dan tidak ada dalam alamat yang diberikan itu.
(10). Sedang untuk no 10 itu, maksudnya adalah menjelaskan hukum wajib-tidaknya percaya kepada pengakuan seorang wanita bahwasannya ia tidak mempunyai suami. Dalam hal ini, al-Kaafi, menyebut dua riwayat dimana yang pertamanya, bahwa imam ditanya tentang bertemunya seorang lelaki dengan perempuan yang diragukan statusnya, lalu apakah wajib mengetahui dengan jelas sebelum mengawininya? Imam Abu ‘Abdillah as. menjawab: 

ليس هذا عليك إنما عليك أن تصدقها في نفسها 

“Tidak wajib bagimu untuk mengetahui hal itu (baca: detailnya sampai yakin), akan tetapi kewajibanmu adalah mempercayai dia terhadap keadaan dirinya.” 

Dan riwayat ke dua menerangkan bahwa shahabat imam Abu ‘Abdillah as. bertanya kepada beliau as bahwa ia menjumpai wanita di perjalanan dan kemudian ia bertanya: 

هل لك زوج؟ فتقول :ال، فأتزوجها؟ قال :نعم هي المصدقة على نفسها 

“Apakah kamu mempunyai suami? Ia menjawab: ‘Tidak’, apakah aku boleh mengawininya? 

Imam as. Menjawab: Boleh, dia adalah saksi bagi kebenaran dirinya sendiri.” 

Kalau orang berakal dan tanpa emosi, memperhatikan dua riwayat di atas, maka dapat dengan mudah menangkap ruh keduanya. Yaitu bahwa kesaksian perempuan terhadap dirinya itu dapat dipercaya, baik kesaksian itu berupa kata-kata “Aku tidak punya suami”, atau berupa perbuatan, yaitu dengan menerima tawaran untuk dinikahi. 

(11). Untuk point 11, maka yang namanya mut’ah itu memang kawin dalam waktu tertentu. Maka dari itu, bisa panjang dan bisa pendek. Dan pendeknya bisa dalam waktu seukuran sekali tidur. Saya, tidak mendapatkan riwayat di alamat pertama yang diberikannya itu, sepertinya asal-asalan saja. Akan tetapi di alamat ke duanya, yakni yang ada di al-Kaafi maka benar adanya, dan di Syi’ah memang jelas bagi setiap orang, yakni tidak aneh. Akan tetapi jawaban imam as ketika ditanya “Apakah kawin mut’ah itu bisa dibatasi waktunya dengan sekali kumpul? Imam as. menjawab: “Boleh.” Yakni tanpa embel-embel penamaan “meminjamkan kemaluan”. Tentu saja di hadits yang lain diterangkan bahwa kalau sudah selesai kumpulnya, maka sang suami harus segera meninggalkannya dan tidak boleh melihat lagi kepadanya. 

(12). Kawin mut’ah itu memang tidak ada waris mewaris dengan suaminya. Sang penyerang itu sudah semakin pusing rupanya. Karena semestinya, justru kalau ada pewarisan yang harus dianggap aneh. Karena bagi mereka, mut’ah itu haram dan tidak syah. Bagaimana mungkin seseorang tidak percaya mut’ah, tapi mengkritiki mut’ah karena tidak adanya waris mewaris antara suami istri tersebut. 

Wasaslam. 

Haidar Dzulfiqar and 53 others like this.

Arwinsyah Pml: Salam ustad warahmatullahi wabarakatuh. Ijin Copy notenya yah ustad sebagai tambahan referensi, Afwan Wa Syukran. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih untuk semua jempol dan komentarnya. 

Sinar Agama: Pml: Silahkan saja, tapi kalau bisa lengkapi dengan catatan lain yang sudah saya sebutkan judulnya dalam catatan ini, yaitu yang berjudul: ”Jawaban Atas Kesamaan Mut’ah Ala Spesies Syi’ah Ame Zina.” 

Sinar Agama: Tentu saja, semua tulisan itu, ala fb-kan, yakni ringkas sekali dan biasanya kurang teratur. 

Muhammad Hanafi: Note Antum Sebelumnya Yang Bahas Masalah Ini Udah Ana Baca, Copy & Jadi Rujukan. Syukran. 

Arwinsyah Pml: Syukran Katsiran ustad. 

Sinar Agama: Tolong teman-teman yang kucintai ikutan rajin. Yakni kumpulin komentar-komentar atau catatan-catatan alfakir ini, tentang mut’ah ini, karena terkadang alfakir untuk menulis satu baris saja, perlu meneliti kitab-kitab berjam-jam. Walau tetap tidak sempurna karena bahasa percakapan. Jadi, antum-antum kumpulkan sendiri, dan terutama poin-poin pentingnya seperti dalilnya, hadits sunninya atau pemahaman hadits syi’ahnya. Tolong bantu alfakir ini dengan ke- cerdasan dan fokus antum semua. Karena saya pasti kewalahan menjawab mereka sendirian. Tapi alfakir tetap saja tidak akan putus asa. Semoga jemari-jemariku ini tidak kelu karenanya. 

Sinar Agama: Pml. ok sama-sama. 

Aziz Enrekang: Hukum nikah (daim maupun mut’ah) saya pikir memang harus disebaluaskan, dan biarlah perzinahan bagi orang-orang yang suka berzina saja, yang suka menikah untuk yang suka menikah saja. 

Basuki Busrah: Ijab Kabulnya silahkan ambil di Aat Laparuki (ada versi laminatingnya)...hihi. 

Irsavone Sabit: Wah terimakasih Ustad, telah mencerahkan. 

Nurmandi Nurman: Ustad...orang-orang banyak yang berpikiran sempit, maksudnya kalau sudah mut’ah lantas harus di “kumpuli”, apakah cuma itu tujuan mut’ah itu? Cobalah orang itu berjalan bukan hanya kekuatan argumentasi ilmunya saja, tapi cobalah dengan argumentasi selain dengan ilmunya juga dengan argumentasi melalui perjalanan spiritualnya. Maaf apakah kaum salafi tidak ada yang ”BERJALAN”..? Syukron ustad. 

Nur Syamsul: Bagi dong kak Bas ame kak Aat...xixixixixix....... 

Ali Alaydrus: Ahsan jawaban !!! 

Yuddi Masaling Batam: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad wa ‘ajjil faraja aali Muhammad. 

Irsavone Sabit: Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa aali Muhammad wa ‘ajjil faraja aali Muhammad. 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih sekali lagi atas jempol dan komentar serta perhatiannya. Saya sebenarnya kurang suka menulis hal ini, apalagi sudah beberapa kali, tapi karena mereka yang memulai, dan hal inipun adalah hukum Tuhan, nah.... Tuhan saja tidak malu, mengapa saya harus malu...? 

Karena itu kulenyapkan perasaaan diri dan kuberusaha menggantinya dengan mauNya, karena Dia yang Maha Tahu dan Bijak. Aku berpasrah kepadaNya. 

Haedar Alidar: Allahumma shalli Ala Muhammad wa Ali Muhammad wa’ Ajjil Farajahum... 

Abuzahra Gagah: MAHA BENAR ALLAH DGN SEMUA FIRMAN2NYA., ALLAHUMMA SHALLI’ALA MUHAMMAD WA AALI MUHAMMAD. 

Mujahid As-Sakran: Ya Allah masukkanlah kami kedalam golongan hambamu yang menghalal- kan apa yang engkau halalkan dan mengharamkan apa yang engkau haramkan. 

HenDy Laisa: Syukran... makasih banyak 1000x atas jawabannya ustad Sinar Agama..... 

Sinar Agama: Salam dan terimakasih sekali lagi buat semua jempol dan komentarnya, serta baik sangka dan doanya. 

Sinar Agama: Hendy: ok, sama-sama. Aku kemarin sampai bisa dikatakan tidak tidur malam menjwab pertanyaanmu itu. Tapi setelah selesai dengan ringkas, kucoba untuk dimasukkan ke dalam komentarmu tapi tidak masuk. Dan sudah kutulis surat padamu di dindingmu, juga tidak ada jawaban. Akhirnya kubuat catatan sendiri seperti ini. 

HenDy Laisa: Afwan ustad.. saya barusan buka hari ini akunku karena baru hari ini ada kesem- patan.... 

Salim Madhi: APAKAH ANAKNYA SINAR AGAMA RIDHO DI MUT.AH 1 HARI SAJA.. ATAU ANAK- ANAK KAMU SEMUANYA. INI SAMA AJA CEK IN SATU MLM DI HOTEL. DAN KALAU HAMIL PUNYK ANAK, ANAKNYA TIDAK PUNYA BAPAK... GIMANA NAFKAHNYA.. SEDANG KAN SUAMI ADALAH PE- 

MIMIMPIN RUMAH TANGGA.? DAN SAYA TIDAK PERNAH DENGER ANAK-ANAKNYA USTAD SYIAH YANG DI MUT‘AH.. INI SAMA SAJA PEMUAS SEX. 

Salim Madhi: Dan gimana orang syiah yang selalu meninggikan akalnya tapi berbuat seperti itu... 

Mujahid As-Sakran: Nikah mut’ah itu jelas hukumnya, perkara kita mau atau tidak kita melakukannya, itu soal lain sama halnya dengan nikah daim boleh sampai 4 yang penting kehalalannya. 

Fazri Sukma Praja: Salam ustad. (Penjelasan untuk fikihnya udah bagus sayangnya penjelasan filosofis tentang pernikahan terasa kurang. Seperti bahwa nikah itu termasuk ”perkataan yang berat” karena wanita menyerahkan dirinya kepada suaminya di depan Tuhan. Sosiologisnya juga diliat jangan sampai perkataan seperti Salim Madhi itu ada lagi karena tidak menangkap esen- sinya karena lelaki terhormat itu haruslah dengan wanita yang terhormat. Niat kita apa jangan sampai menjadikan wanita merasa tertipu. Mungkin ustad bisa menjelaskan lebih detail. Karena ini sebatas pengetahuan saya yang dangkal. Nuhun ustad. 

Anandito Birowo: Mut’ah itu sesuatu hal yang hukum dasarnya HALAL tetapi bisa jadi HARAM jika dilakukan tidak sesuai syarat-syaratnya. Khalifah Umar mengharamkan mut’ah karena meli- hat banyak penyimpangan yang dilakukan oleh para pelaku mut’ah. Umat muslim di Iran banyak melakukan mut’ah sekedar untuk menghalalkan pacaran sebelum nikah da’im, dan itupun harus ada surat legalnya. Mereka juga pantang berhubungan sex selama mut’ah untuk mejaga kesucian diri. Tapi di Indonesia, sebagian ustad-ustad syiah kemaruk mut’ah sampai istri mut’ahnya ada yang mau bunuh diri karena hamil dan disuruh aborsi. Ini kisah nyata, bukan fitnah. Nah yang be- gini ini, yang haram dan berdosa adalah pelaku mut’ahnya yang semena-mena. Mut’ahnya tetap halal, pelakunya yang berdosa. SEBAGIAN UMAT SYIAH MEMANG TIDAK BISA MENJAGA KESUCIAN AJARAN AHLULBAIT AS, MUNGKIN MEREKA ITULAH YANG NANTI AKAN DIPERANGI PULA OLEH IMAM MAHDI AL MUNTAZHAR AS. KAMI BERLINDUNG PADA ALLAH DARI KEBURUKAN-KEBURUKAN SEPERTI ITU. Wallahu a’lam. 

Sinar Agama: Salim, sepertinya kamu tidak baca catatannya dengan cermat. Wong namanya kawin, yah....kalau ada anak, maka anak keduanya dan nafkah si anak ditanggung ayahnya. Persis seperti kalau ada orang kawin daim/permanet lalu setelah hamil terjadi perceraian. Nikah Mut’ah ini dibuat Allah, untuk yang darurat. Ini tujuan utamanya. Seperti lelaki yang sedang jauh dari keluarganya dan takut jatuh ke dalam yang haram. Itupun, harus dengan wanita yang syah, seperti tidak punya suami, tidak dalam keadaan iddah, janda, kalau bukan janda wajib ijin kepada walinya dengan jelas (seperti dengan siapa kawinnya, berapa maskawinnya, tanggal berapa kawin dan tanggal berapa selesainya). Btw, bahasan ini, akan diteruskan di kemudian hari in'syaaAllah.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ

Sabtu, 08 September 2018

Mut’ah (Bgn 1)




TANGGAPAN ATAS CATATAN IFAL CIKMA (ustad catatan ini hanya ustad yang dapat melihatnya) 

Oleh Sinar Agama (ADA PESAN KHUSUSNYA) 
Oleh Anggelia Sulqani Zahra pada 28 Juni 2011 pukul 20:46


Ifal Cikma:

Seputaran Mut’ah 
  • Sebenarnya tujuan Mutah apa dalam hal ini Nikah Mut’ah..?? 
  • Kalaupun hanya sebagai tameng agar terhindar Zina dengan penghalalan Mut’ah, terus apa bedanya dengan nikah Permanen..???
  • Dan kalaupun dengan alasan bahwa Islam tidak mengebiri sex/birahi terus menjadi bagian anggaplah sebagai bentuk kelonggaran agar tidak terbelenggu birahi maka bolehlah mela- kukan Mut’ah, di sisi lain ada salah satu hadits yang mengatakan yang kurang lebih bunyinya “.. barangsiapa yang belum mampu (menikah dalam hal ini nikah permanen), maka hendaklah ia berpuasa”.. 
Bukankah dengann demikian bahwa nafsu/syahwat telah menang dan mengambil peran dalam diri manusia, dan di sisi lain juga, bukankah manusia yang telah memperturut nafsunya adalah sama halnya dengan budak setan...???

Mengenai Syiah dan Al Quran 

Salah satu riwayat yang kurang lebih bunyinya “...Sungguh demi Allah kalian tidak akan melihatnya (Al Quran) setelah hari ini, Aku hanya memperlihatkannya (Al Quran) pada kalian setelah selesai kukumpulkan agar kalian membacanya..” 
  • Pertama yang kamu ingin ketahui adalah mengenai riwayat di atas, sahih atau tidaknya..? 
  • Kalaupun sahih (diakui syi’ah), terus yang selama ini yang dipakai syiah adalah Al Quran yang mana? 
Afwan wa syukran sebelum dan sesudahnya. 
nb_insya Allah bersambung..

Tanggapan-tanggapan 

Jjihad ‘Ali : Ifal .. pertanyaan ini (tentang Mut’ah) jangan tanyain sama aku, soalnya aku cuman mengikuti syariat, tanya yang bikin syariat. 

Makanya aku sering nanya dan ga ada yang bisa jawab : 

1. An-Nisa : 24 , itu ayat nikah apa ? 

2. Waktu dihalalkan Rasul dasar ayatnya apa ? 

3. Lalu dasar pengharamannya ayat apa ? 

Beda Nikah Mut’ah (berjangka) dengan Nikah Permanen, sudah terlihat dari segi Mahar : 

1. Daim Mahar diberikan di depan, mut’ah di belakang (setelah jangka waktu nikah selesai) 

2. Dalam Daim mahar bukan suatu kewajiban, dalam Mut’ah sebagai kewajiban. 

Kalau kamu nganggap Mut’ah itu Zina, sesungguhnya kamu sudah menuduh dengan tuduhan keji kepada Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan maksiat. Naudzubillah. 

Kalian ga paham maksud amirul Mukamuinin, beliau mengumpulkan al-Qur’an sekalian ayat itu turun dimana dan untuk siapa, penolakan dari ‘mereka’ adalah penolakan terhadap yang haq, kalo dipaksakan juga maka tidak berlaku ayat yang mengatakan ,”barang siapa hendak kafir kafirlah“. Dan kamu ga pernah belajar Ifal, 

Coba kamu belajar jawab itu pertanyaan, dan boleh kamu kumpulkan jin dan manusia untuk menjawabnya, supaya kamu sadar bahwa, kalau kamu ga bisa jawab berarti ada sesuatu yang salah dalam pahamanmu. 

Ifal Cikamua : Mungkin karena ada yang salah dengan pemahaman kami hingga kamu bertanya selain pada diri kamu dan mengenai note di atas ga ada’ paksaan ko untuk menjawabnya, siapapun yang berkenan menjawabnya kamu berterimakasih dan mengahargainya, tidak juga ga apa-apa... afwan. 

Jjihad ‘Ali : belajar menjawab Ifal, setelah itu kamu bertanya lagi. 

Fadh Ahmad: kawin mut’ah=zina. Sudah dimansukh hadistnya. 

Jjihad ‘Ali: Jawab pertanyaan ini sebelum kamu diajab Allah karena menuduh-Nya mengajarkan kemaksiatan. 

1. An-Nisa : 24 , itu ayat nikah apa ? 

2. Waktu dihalalkan Rasul dasar ayatnya apa ? 

3. Lalu dasar pengharamannya ayat apa ?

Sinar Agama: Bismillaah. Kalau tanya seperti ini, alias tidak memakai fitnah, maka saya akan berusaha menjawabnya. Saya baru tahu kalau ada pertanyaanmu ini. 

Jjihad ‘Ali : Silahkan, terimakasi. Sebutkan ringkas padat, sebagaimana pertanyaannya. 

Sinar Agama : Untuk tujuan syariat, atau filosofinya, maka ada dua kemungkinan untuk ini. 
Pertama syariat sendiri mengatakannya, 

ke dua tidak mengatakannya. Kalau mengatakannya, maka hal tersebut bisa dijadikan, seti- daknya, salah satu tujuan daripada syariat. Namun demikian, karena syariat itu mencakup semua hal, seperti diri sendiri, keluarga, sosial dan dunia-akhirat, biasanya, kalaulah syariat menyebutnya,maka dia akan menyebut salah satunya atau beberapa saja. 

Jadi, baik yang dikatakan oleh syariat itu sendiri tentang tujuan hukumnya, tetap saja akan ada sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh manusia. Hal ini akan lebih susah kalau syariat sendiri tidak menyebutkan tujuan hukumnya. Kalau hal itu terjadi, lalu apa yang semestinya dilakukan oleh seorang muslim? Yang harus dilakukan adalah, mencari tahu hukumnya secara jelas, artinya tidak menengok pada alasan hukumnya. Emangnya kita bisa tahu alasan psikologi, ruhi dan badani dan dunia-akhiratnya? Nah, tugas kita mencari tahu apa benar sesuatu itu halal atau tidak. Dan kalau terjadi beda pandang Antara sesama muslimin, maka tugas kita mencari yang lebih kuat, bukan yang lebih disuka. 

Jadi, harus pakai dalil agama, dan tidak boleh pakai perasaan. Karena kalau pakai perasaan, lalu salah, maka pasti tidak akan diampuni Tuhan, karena dalam ayat banyak sekali yang mengecam orang yang sok tahu tentang kehidupan ini. Beda halnya kalau kita sudah berusaha dengan dalil- dalil yang gamblang, kalau ternyata masih salah (biasanya sih kecil kemungkinan salahnya, kalau semua dalilnya sudah diadu dalam diskusi), maka pasti Allah mengampuninya, karena Dia sendiri mengatakan, bahwa barang siapa keluar dari rumahnya (kebohan, maksiat dan lain-lain) menuju Allah dan RasulNya, lalu mati di tengah jalan, maka pahalanya sudah dicatat (QS:4:100). 

Nah, kalau sudah ikhlash mencari ilmu, yakni tidak dicampuri perasaan dan kefanatikan, dan sudah berusaha untuk tidak miring kanan-kiri, selain dalil, tetapi ternyata masih salah juga, Tuhan bukan hanya akan mengampuni kita, tetapi akan mengganjar kita. 

Ini semua sebagai mukaddimah dari uraian yang akan aku berikan kemudian. Dan kalau kamu ingin tahu rincian mukaddimah ini, kamu bisa merujuk ke tulisanku yang sudah dikumpulkan oleh mbak Anggelia dengan judul Lensa 1-3, di sana juga ada masalah tentang perbedaan dan pluralisme barat yang berbahaya. Dan kamu akan tahu bagaimana cara menghadapi perbedaan itu.

Jjihad ‘Ali : Sinar Agama pertanyaannya jelas ga sih buat kamu, aku ulang ya 

1. An-Nisa : 24 , itu ayat nikah apa ? 
2. Waktu dihalalkan Rasul dasar ayatnya apa ? 
3. Lalu dasar pengharamannya ayat apa ?

Sinar Agama: Tujuan mut’ah: Yang tahu tujuan sebenarnya adalah Allah dan RasulNya saww. Kita sebagai insan yang sudah melihat dalil-dalil ayat dan hadits-haditsnya sebagaimana sudah saya tulis di jawaban terhadap 16 kesamaan mut’ah dan zina itu, maka tidak bisa tidak harus menerima kenyataan bahwa mut’ah itu halal. Saya tidak mau cerita lagi tentang dalilnya, silahkan rujuk ke tulisan yang kusebut itu. 


Jjihad ‘Ali : Sinar antum jawab aja itu pertanyaan ya, syukron... 

Sinar Agama: Setelah yakin terhadap kehalalannya, maka kita sebagai insan yang lemah, tidak diwajibkan oleh akal dan agama, untuk mengerti tujuan setiap hukum yang diberikan Islam. Namun demikian, karena Allah menyuruh kita merenungi alam dan agamaNya, maka kita dibolehkan untuk meraba-raba apa gerangan tujuan atau setidaknya, hikamah yang ada di dalam hukum-hukumNya itu. Tetapi ingat, hal demikian ini memiliki syarat, yakni tidak boleh sok tahu dan sok yakin terhadap temuannya, sekalipun, sepintas, sudah berusaha dengan dalil. 

Jjihad ‘Ali : Sinar Agama pertanyaannya jelas ga sih buat kamu, aku ulang ya 

1. An-Nisa : 24 , itu ayat nikah apa ? 
2. Waktu dihalalkan Rasul dasar ayatnya apa ? 
3. Lalu dasar pengharamannya ayat apa ? 

Kalo ga bisa jawab ga papa ko ?, aku punya 187 pertanyaan yang satupun belom kejawab, yang ada muter-muter kaya gangsing salam. 

Sinar Agama: Untuk mas jihad, ok ana paham. Ana akan teruskan menjawab si Ifal. 

Jjihad ‘Ali : Silahkan.

Sinar Agama: Ifal, ana teruskan. Jadi, jelas kita boleh meraba rahasia agama, tetapi hanya sekedar mencoba untuk mencari tahu apa gerangan hikmahnya, bukan untuk dipastikan, tetapi agar kita bisa lebih mensyukuriNya. Namun demikian, walau kita mencari tidak untuk dipastikan, tetapi harus tetap memakai dalil. 

Nah, kalau masalah hukum yang kita hadapi adalah politik, maka yang bisa membahasnya adalah orang-orang yang mahir tentang politik, begitu pula kalau tentang sosial, rumah tangga, kesehatan dan seterusnya. 

Jadi, sekalipun tidak untuk dipastikan, tetap saja tidak semua orang berhak membahas rahasia agama ini. Dengan demikian, maka kalau orang tidak belajar tinggi, kurang pendidikan,tidak punya kespesialisasian, maka kalau mengontari agama, bukan hanya tidak akan mencapai syukur tadi, tetapi akan membuat agama Islam ini direndahkan oleh manusia lain, dan kita akan menjadi orang yang sok tahu dan menjadi orang yang telah menghinakan agama kita sendiri dengan teriakan membelanya. Jadi, ikhlaslah disini, bukan perasaan hati saja, tetapi profesionalismenya juga menjadi wajib untuk dijaga dan diamalkan. 

Saya yang sudah 30 th-an belajar agama dan doktorku juga sudah lama kucapai dengan ijinNya yang itupun dalam bidang agama, serta hampir semua bidang agama sudah kupelajari, baik dari yang paling dasar seperti bahasa arab, lokiga, filsafat, irfan, tafsir, hadits, rijal dan seterusnya, Tetap Saja Tidak Akan Mampu Menguak Rahasia Hukum Tuhan Seperti Mut’ah Ini. Jadi, kalau-lah nanti kita membahas tentang tujuan mut’ah ini, tetap dalam koridor ketawadhuan, tidak boleh dengan mencak-mencak seperti orang yang sudah tahu banyak hal, padahal kalau disuruh tekun belajar, tidak mau belajar dengan rajin, tapi kalau menghadapi masalah-masalah sosial, langsung mau menjadi orang yang serba bisa. 

Rio Nakal: J@jihad : ente ini gimana toh, wong pertanyaan ente telah ane jawab dengan lengkap ketika ente tulis di status ente ...jangan belagak pilonlah ente ...hehehe...

Sinar Agama : Mut’ah itu bisa dilihat dari berbagai segi: 

1. Diri sendiri, 
2. Diri sendiri dan Tuhannya, 
3. Sosial dan dimensi-dimensi lainya. 

(1) Dilihat dari dimensi diri sendiri 

maka kita dapat melihat bahwa manusia memiliki banyak unsur di dalam dirinya. Secara global adalah badani dan ruhani. Pada masing-masing unsur global ini ia memiliki cetakan awal yang biasa dikenal dengan fitrah penciptaan. Badan dan ruh yang sudah ditakar dengan fitrah ini, sudah tentu memiliki tuntutan atau konsekuensi.

Husni Okbah :1. An-Nisa : 24 , itu ayat nikah apa ? 

Istimta’ itu bukan nikah. 

2. Waktu dihalalkan Rasul dasar ayatnya apa ? 

3. Lalu dasar pengharamannya ayat apa ? 

Salah tanyanya sejak no.1 

Pernikahan yang diharamakaan itu sama saja zina.

Sinar Agama: Salah satu fitrah badan adalah nafsu sex (ruhnya akan dibahas kemudian). Nafsu sex ini, adalah sesuatu yang paling kuat yang ada pada manusia, yakni melebih kekuatan lainnya. Kalau nafsu ini sudah datang, maka dunia bisa terasa seperti gelap. Yakni, sebenarnya gelap, tetapi sering dipaksa menjadi terang. Nanti ditinjauan ruhiahnya akan menjadi lebih jelas. 

Mengapa Allah memberikan nafsu yang kuat ini kepada kita? Mungkin, karena khawatir tidak akan berlanjutnya kehidupan manusia, karena kalau nafsu ini lemah, maka ia tidak akan terlalu banyak peduli dengannya, dan akan lebih mementingkan makan-minum yang akhirnya kalau seseorang tidak benar-benar mampu tidak akan melakukan perkawinan dan/atau orang tersebut tidak akan berusaha untuk mampu agar nantinya melakukan perkawinan yang penuh dengan tanggung jawab itu. 

Oleh karena itu, maka nafsu ini dibuat olehNya menjadi sangat kuat, supaya manusia dalam keadaan apapun miskinnya, tetap berusaha untuk melakukan kawin dan meneruskan keturunan. Nah, dengan adanya kekuatan yang mencekam ini, maka akan menjadi siksaan bagi manusia, manakala penyalurannya menjadi sangat sulit dan hampir mustahil bagi sebagian orang. 

Misalnya, orang yang untuk makan dirinya saja sudah susah apalagi menanggung orang lain dan anak, apalagi kalau kawinnya di Sulawesi yang harus pakai hantaran yang banyak he he he (gurau sikit), di sini jelas secara logika dan psikologi manapun serta agama, maka jalan keluarnya adalah tidak membolehkan kawin. Karena kawin, di samping tidak akan ada yang mau padanya, juga akan membuatnya lebih berantakan dan akan masuk ke dalam kemaksiatan yang lain yang mungkin akan lebih parah, seperti membuang anak seperti di India dan lain-lain. 

Kamu mungkin mengatakan puasa. Sampai kapan puasa itu? Sampai akhir jaman dan mati? Apakah kamu bisa puasa terus, sambil kerja nguli/berat seperti bangunan dan lain-lain? Nabi saww itu bukan memberikan jalan satu-satunya dan selamanya. Sebab kalau diartikan satu- satunya dan selamanya, maka si miskin tadi akan terus puasa dan akhirnya tidak bisa kerja dan mati kelaparan karena tidak ada lagi yang bisa dia buat buka dan sahur. Nah, dari satu sisi nafsu dalam diri dibuat kuat olehNya, dari sisi lain dalam keadaan miskin yang tidak mungkin bisa mencipta rumah tangga, lalu puasa terus menerus juga tidak mungkin, dengan semua ini lalu apa jalan keluarnya? Ingat ini hanya satu dimensi kecil dari hikmah mut’ah ini, oleh karenanya jangan kamu katakan bahwa yang boleh mut’ah hanya yang dalam keadaan demikian. Btw tidak bisa diterangkan semua, sebagianpun jadi. 

Sri Fathimah: hm...luar biasa makasih atas infonya pak Sinar. 

Husni Okbah: Naluri seks memang perlu pemenuhan tetapi tidak membuat pelakunya mati jika tidak dipenuhi. 

Sinar Agama : Nah, dengan penjelasan di atas ini, kita sebagai diri, melihat pada diri ini, dengan kenyataan fitrah ini, maka sudah pasti ingin kelonggaran terhadap masalah yang kita hadapi ini. Dan sangatlah tidak masuk akal kalau dalam keadaan ini Agama meninggalkan kita, dan hanya berkata, “pokoknya puasa terus”. Ini sekelumit dari dimensi badaniahnya. Dan karena kepalaku sedang sakit sekali, saya akan teruskan kemudian untuk dimensi-dimensi lainnya. Tetapi kalau dalam beberapa saat setelah ini membaik, maka mungkin saya akan teruskan. Walhasil saya tidak akan komentari siapapun dulu kecuali hanya menjawab saudara Ifal, jadi yang ikutan baca, tolong sambungkan secara lempeng atau langsung dengan tulisan-tulisan terdahulu sebagai satu tulisan, begitu pula tulisan yang akan datang, insya Allah. 

Husni Okbah : Naluri seks/ ghorizah an-nau’ jika tidak dipenuhi menimbulkan gelisah. Berbeda dengan hajatul adawiyyah/kebutuhan fisik karena terkait internal tubuh.

Sinar Agama : Aku sudah kembali lagi, semoga tidak cenut-cenut lagi kepalaku. 

Ini masih jawabanku untuk Ifal, bagi yang masih dalam keadaan bahas dalil mut’ah silahkan baca tulisanku hari ini tentang Jawaban terhadap 16 persamaan mut’ah dengan zina. Karena di sini ini sudah peringkat ke dua, yakni yang sudah yakin dengan kebenaran hukumnya, sekalipun hanya sebagai kayakinan ilmu, belum hati. 

Nah, ketika keadaan diri seperti ini, yakni memiliki tekanan batin yang seperti itu, maka sudah selayaknya ada jalan keluar yang sebagai keterpaksaan, walau tidak terlalu ideal. Hal itu karena kemampuan manusia atau diri ini, sangat berbeda satu sama lain. Orang yang tidak biasa berfikir jilimet, cermat dan panjang, alias sering berfikir praktis-praktisan maka pasti tidak akan dapat memahami hal-hal yang dalam dan pelik dalam agama. 

Nah, ketika diri kita memiliki tekanan yang berat dengan nafsu ini, di lain pihak tidak memiliki kemampuan untuk kawin permanen, maka sangat tidak mungkin untuk memenjarakannya seumur hidup atau puasa seumur hidup. Kita tidak bisa berkata bahwa kalau tidak menyalurkannya, tidak akan mati karena yang timbul hanya gelisah. Perkataan seperti ini, muncul dari orang yang merasa sudah menjadi tuhan. Yakni kalau dia tuhan, maka akan berkata begitu. Tetapi Tuhan yang Maha Bijak, berfirman lain. Oleh karena itu dikatakan dalam riwayat bahwa shalatnya orang yang sudah kawin (permanen atau mut’ah) memiliki pahala yang jauh di atas yang belum kawin. 

Saya belum mau masuk ke dalam pembahasan ruhaniyahnya, karena kita masih di pembahasan badaniahnya. Dengan kenyataan-kenyataan tadi, dapat dipahami mengapa di hadits-hadits shahih Muslim seperti yang sudah saya nukil dalam jabawan terhadap 16 kesamaan mut’ah dengan zina itu, bahwa dalam riwayat itu dikatakan bahwa shahabat Nabi saww melakukan mut’ah beberapa hari hanya dengan maskawin segenggam kurma. Bagi yang punya basyirah, maka dimensi ini, yakni dimensi yang kita bahas sekarang ini, sagatlah jelas terhadap hikmah yang terkandung di dalamnya. 

Shalatnya orang gelisah bagaimana bisa menjadi kabul, syukur kalau dia tidak protes kepada Tuhan terhadap kemiskinannya atau hal-hal lainnya. Dan kalau shalat seseorang sudah tidak kabul, bagaimana shalatnya bisa mencegah dari perbuatan mungkar? Dan kalau sudah tidak 

terkendali dari kemungkaran, maka sudah bisa dipastikan bahwa dia tinggal tunggu mati untuk kemudian masuk neraka. Nah, diri seperti ini layak mengeluh dan protes terhadap ketidak adilan kehidupannya. Kemungkaran itu tidak harus berupa kemungkaran yang sangat besar, tetapi semacam onani (maaf) saja sudah cukup besar. 

Ini, akibat dari penentangan terhadap hukum Tuhan hingga sebagian ulama selain syi’ah mem- bolehkan pekerjaan tersebut, sementara menurut Islam yang dibawa keluarga Nabi saww, pelakunya bukan hanya telah melakukan dosa, tetapi harus dihukum cambuk dengan ukuran yang disesuaikan dengan keadaan pelaku. Tentu kalau terbukti dengan saksi-saksi. 

Dengan bahasan shalat di atas, maka dimensi ruhiyah mut’ah dilihat dari Diri Sendiri, sudah mulai terbahas. Antum tahu, mengapa di sunni selain Nabi saww tidak bisa maksum? Dan selalu berkata bahwa insan tempat salah dan dosa? Sementara di syi’ah semua orang wajib maksum, karenanya syariat sudah diturunkan dan sudah pasti sesuai kemampuan manusia dimana kalau manusia mesti berdosa berarti agama ini di atas kemampuan manusia dan itu berarti Allah kejam dan bohong karena Dia sudah berfirman bahwa tidak akan menurunkan perintah kecuali sesuai kemamuan manusia? Mengapa ada budaya yang sama-sama mengaku Islam tetapi sangat mencolok perbedaannya dalam menata peradaban manusia muslim? 

Hal itu bisa ditinjau dari jutaan sisi. Satu diantaranya karena bagi yang sunni dosa dan salah itu sangat bisa ditolerir. Tetapi di syi’ah sebaliknya. Terus dari mana semangat yang muncul di syi’ah? Muncul dari kesadaran bahwa kita tidak lebih tahu dari Tuhan. Mungkin antum akan mengatakan bahwa orang sunni juga bahwa mereka tidak ada yang mengaku melebihi Tuhan. Itu benar. Akan tetapi dalam praktik nilainya, mereka lebih mengedepankan perasaan dari konsep Islamis argumentatif. Artinya, sering suka dulu, cocok dulu baru mendukung dan mencari dalilnya, atau sering benci dulu baru kemudian mencari dalilnya. 

Sisi lainnya karena dengan mengikuti argumen gamblang itu, maka syi’ah menjadi sangat mudah menerima kemakshuman dan apalagi memang disuruh mengikuti imam makshum serta dilarang Tuhan mengikuti orang yang punya dosa (QS:76:24), sedang di sunni dari awal sudah mengikuti orang yang sering membantah Nabi saww meninggalkan Nabi saww dalam perang dan sebagainya. 

Bayangkan saja di Bukhari dan Muslim dan lain-lainnya diriwayatkan bahwa pada hari kamis terakhir Rasul saww, beliau saw meminta kertas dan pena supaya didiktekan wasiat-wasiat terakhir beliau saww, tetapi Umar dan beberapa shahabat lainnya tega mengatakan bahwa beliau sudah mengigau atau ngelantur (Bukhari hadits no 3053,3168; Muslim 3089,3090,4319,4321 dan lain-lain). Saya tidak mau mengungkit hal-hal yang menjerumuskan kita ke dalam perpecahan, tetapi hanya ingin mengatakan bahwa dari mana munculnya budaya atau asal budaya Islam yang berbeda itu. 

Jadi, di sunni, orangnya, tokohnya, panutannya dan seterusnya semua tidak maksum dan Islamnya juga diestafet dari orang-oran yang tidak maksum itu, maka budaya bahwa manusia itu tempat salah dan dosa atau mustahil mencapai maksum, menjadi sangat mudah terpondasikan, apalagi sudah belasan abad, ya’ semakin susah dientas. Mereka tidak sadar bahwa dengan keyakinannya itu, berarti shiratulmustaqim yang tidak memiliki kesalahan sedikitpun karena wa laa al-dhaalliin yakni tidak tersesat, tidak mungkin terwujud, dan tidak mungkin diminta dalam shalat/fatihah kepadaNya. 

Tetapi memang mengherankan, bahwa mereka tidak lupa ngafirin dan nyesatin orang lain dan madzhab lain. Lah’, ini kan kontras sekali, karena di satu sisi tidak ada maksum yang berarti tidak 

ada jalan lurus yang berarti mereka tidak di jalan lurus, tetapi di lain pihak mereka nyesati dan ngafirin orang lain. Kalau mau dipikir, berarti yang mereka sesatin itu benar, karena penyesatannya muncul dari yang tidak berada di jalan lurus. 

Kembali kepada masalah kita. Nah, Islam dalam syi’ah melihat, bahwa dosa adalah suatu hal yang buruk dan wajib ditinggalkan dan mampu ditinggalkan, beda dengan sunni yang mengatakan wajib ditinggalkan tapi mustahil ditinggalakan karena tidak mungkin mampu, maka dalam Islam masalah dosa ini dianggap penting. Artinya harus dipersiapkan supaya manusia ini tidak maksiat. Dan karena semua kembali pada individu, maka sudah jelas bahwa Diri Manusia ini harus dibekali dengan bekal yang bagus dan cukup. 

Nah, kegelisahan yang muncul akibat tidak tersalurkannya nafsu sex dan kegelisahan yang muncul dari keputus asaannya karena tidak bakalan mampu menyalurkannya, akan membuat keadaan spiritualnya gelap gulita sekalipun dia paksa untuk terang dan tersenyum. Manusia yang biasa memiliki rasa malu dan gengsi, maka sudah pasti akan menyembunyikan kelemahan dan kegelisahan serta keputus asaannya itu. Tetapi batin dan kesendiriannya, dia bagaikan mayat hidup. Tatapannya kosong, tertawanya hanya bagai angin yang hanya dilancurkan manakala teman-temannya tertawa. 

Nah, ketika diri sudah seperti ini, maka kalau dia orang baik, tidak akan melahirkan kebejatan, dan kalau sebaliknya maka akan sebaliknya pula. Tetapi sekalipun tidak melahirkan kebejatan bagi yang pertama itu, tetapi sangat tidak menutup kemungkinan bahwa dia akan hidup bagai mayat berjalan. Dan kalau kamu menjadi Tuhan yang Maha Kasih, sangat tidak mungkin membiarkan hamba yang kamu cipta ini tidur dalam jaga dan jaga dalam tidur. Kalau kamu biarkan maka betapa kamu seburuk-buruk Tuhan. Habis kamu sudah menciptakannya di rumah tangga yang miskin. 

Dengan demikian, maka sudah selayaknya si Diri ini mendapatkan penyaluran badani dan ruhi yang pantas walau itu merupakan ukuran minimal kemanusiaan, yang penting tidak jatuh ke dalam kebinatangan, seperti onani, pacaran, pergaulan bebas, pelacuran, apalagi terang-terangan dan meraja lela. 

Sungguh saya tidak habis pikir, mengapa orang yang jelas memiliki masyarakat yang sudah seperti jahannam ini, berteriak lantang menentang hukum Tuhan yang sungguh-sungguh bisa menjadi obat dari semua itu. Dengan mut’ah anak yang lahir akan ketahuan ayahnya, hingga tidak perlu dibuang dijalanan, dengan iddah penyakit tidak akan ada seperti yang sudah merajalela di tempat kita, dan setumpuk lagi hikmah-hikmah Ilahiyyah. 

Nah, salah satu illat syariatnya mut’ah ini adalah apa-apa yang tertera di perkataan imam Ali as dan Ibnu Abbas yang keduanya mengatakan bahwa kalau Umar tidak melarang mut’ah maka tidak akan ada orang berzina kecuali yang keterlaluan. Mengapa begitu, karena Tuhan yang Maha Pemurah telah memudahkanNya. Bayangkan saja di Muslim dikatakan bahwa para shahabat bermut’ah dengan hanya segenggam kurma. Dengan riwayat ini, dapat dipahami bahwa salah satu tujuan mut’ah adalah penyaluran yang wajar dan bertanggung jawab demi terhindarnya zina dan pergaulan bebas yang tidak bertanggung jawab 

Dengan kepala yang cenut-cenut, saya cukupkan sekian saja dari dimensi Diri Kita ini. Sekarang kita masuki dimensi 

(2) Diri Dan Tuhan 

Dengan uraian di atas dapat dipahami bahwa tanpa penyaluran yang wajar, maka manusia akan menjadi mayat berjalan, tertidur dalam jaga dan terjaga dalam tidur, menangis dalam suara dan 

begitu pula dalam kesunyian malam dan kesendiriannya, tangisan dimana tidak mungkin ada penyelesaiannya, karena begitu sangat mustahilnya sangat beratnya sangat mederitanya. Beda halnya kalau Allahnya memberikannya jalan yang lebih mudah. Mungkin masalah terhiitung sulit tapi terjangkau. Dengan segenggam kurma, atau tidak makan sekali, maka dia bisa menyelaraskan fitrah nafsunya dengan ucapan Bismillaah dan shalawat, dengan rasa syukur dan rahmat. 

Mungkin Anda bertanya, bagaimana kalau punya anak padahal dia miskin? Mestinya Anda tanya ke Nabi saww? Mungkin Anda bertanya apa ada? Jawabanya mudah sekali, mengapa tidak ada? Di Bukhari +/- ada 19 riwayat, dan di Muslim ada +/- 20-an riwayat yang menerangkan tetang ‘AZL atau ‘AZLUN, yakni menumpahkan mani di luar rahim. Bayangkan di antara riwayat-riwayat Bukhari dan Muslim itu ada yang seperti ini (+/-): “Ya rasulullah kami sudah tidak tahan lagi dengan cewek itu, tapi kami tidak ingin punya anak, apa bisa kami lakukan mut’ah tetapi ber’azl?” Yakni mengeluarkan mani di luar rahim, Rasul saww pun menjawab: “Mengapa kalian tidak bisa melakukannya, karena Allah Sang Pencipta telah menghalalkannya sampai hari qiamat????“ Hadits-hadits ‘Azl ini bisa dilihat di Bukhari hadits no 2229, 2542, 4138, 6603, 7409 dan di Muslim hadits no 2599, 2601, 2604, 3617, 3621. 

Tentu saja, Antum juga samakan mental pelaku mut’ah dengan pelaku pergaulan bebas kayak di negeri kita yang sudah meraja lela ini. Karena yang pertama tidak membawa hawa atau aura kebinatangan, beda dengan yang kedua. Yang pertama membwa aura ibadah, tanggung jawab, tetapi yang ke dua sebaliknya. Jadi, masyarakat yang melakukan mut’ah akan ada dalam naunangan Islam dan kemanusiaan, beda dengan yang ke dua. Kesejukan kelompok pertama, yang diiringi rasa malu dan kewibawaan, akan selalu merasa senang punya Tuhan yang namaNya Allah. Karena Dia Maha Kasih dan tidak main parang. 

Beda dengan tuhan yang lain yang main parang dan jahannam yang, kalau tidak puasa dan berzina karena tidak puasa akan menjahanamkannya dan yang memaksa puasa seumur hidupnya sampai mampu kawin permanen dan selalu berkata “Tidak boleh tanya, pokoknya begitu”. Kalau ada tuhan seperti ini, maka bisa dipastikan bahwa dia adalah tuhan yang sadis, dan semaunya sendiri, yang selalu main power, yang tidak memberikan jalan keluar secara ilmiah dan pelaksanaan peradabannya. 

Denga tersentuhnya masyarakat atau sosial masyarakat dalam dimensi 2 itu maka dimensi 3-pun sudah tersentuh pula. Yakni masyarakat yang batin perindividunya tertekan tidak akan aneh kalau sekitar 25 tahun lalu di Yogya ada angket kumpul kebo dimana kalau tidak salah di antara lima cewek, 3 diantaranya sudah tidak gadis (saya dulu baca di Tempo sudah lupa angkanya). Bayangin saja, itu baru yang ngaku, dan itu baru yang bergaul sampai zina, lah’, yang tidak ngaku? Yang sampai ke tingkat pegangan, ciuman dan seterusnya? Bayangkan saja wanita yang sudah dipegang lelaki, maka seluruh nilai badaniah dan ruhaniahnya menjadi tercemar. Dia akan menjadi penipu bagi suaminya kelak, dia sudah menjadi wanita murahan yang tidak menjaga kesucian badannya, apalagi sampai dicium dan dipegangi sana-sini. Na’udzu billahhi mindzalik. Lah’, di negeri kita ini yang namanya pacaran tidak masalah, orang tua juga tidak protes. Nah, ini kan keanehan di atas keanehan? Sudah begitu masih sok suci dan memprotes hukum Tuhan yang ada di Qur'an Bukhari Muslim, lihat jawabanku pada 16 kesamaan mut’an dengan zina. 

Nabi saww bersabda kalau ada orang mendengar bahwa di ujung barat ada orang membunuh tanpa kebenaran dan dia rela, maka dia akan mendapat dosanya. Nah, sekarang ini kalau kita rela dengan kondisi masyarakat, kampus, sma atau smp dan bahkan sd, dari sisi pergaulannya yang tidak agamis, maka kita akan mendapat dosa semua maksiat-maksiat itu, na’udzu billah. 

Nah, terus kalau tidak rela, dengan apa kita menampakkan ketidakrelaan itu? Apa bisa hanya diam, dan tidak melakukan amar makruf dan nahi mungkar? Beda kalau yang dewasanya sudah bernafas agama, maka adik-adiknya juga akan terbawa ke maknawiat itu. Mut’ah yang dilakukan dengan akhlak, dan tanggung jawab, tidak beda dengan permanen, dan yang semacam ini tidak akan membuat adik-adiknya menjadi kehilangan arah. 

Apalagi dalam mut’ah harus ada ijin wali dan kalau tidak ijin sama dengan zina dan seterusnya. Jadi, masyarakat yang dibolehkan mengambil jalan pintas mut’ah jauh akan lebih baik dan menyejukkan ketimbang yang mengharamkannya tetapi membiarkan pergaualan bebas. Ingat pergaulan bebas dalam Islam bukan hanya yang kumpul kebo, tetapi yang pacaran juga pergaulan bebas, yang jalan ke sana ke mari bersama yang bukan muhrim juga pergaulan bebas, yang sebangku dengan bukan muhrim dan tidak pakai hijab juga pergaulan bebas. 

Bagaimana mungkin orang disuruh puasa terus, sementara teman sebangkunya tidak pakai hijab, bersolek dan berbau harum? Apakah jalan keluar Islam seperti itu? Jalan Islam adalah harus memisahkan mereka, perempuannya harus pakai hijab, tidak boleh berparfum dan bersolek di luar rumah. Nah, dalam keadaan begitu, kalau ada yang janda dan lelaki yang sudah tidak tahan, sekalipun sudah pergaulannya diIslamisasikan, maka sudah sewajarnya dia menyalurkannya dengan bijak dan terarah serta penuh tanggung jawab, dan sebagai rasa syukur kepada Tuhannya, seperti yang dikatakan Ibnu Abbas bahwa mut’ah itu tidak lain adalah rahmat dari Tuhan, lihat tulisanku tentang jabawaban terhadap 16 persamaan zina dengan mut’ah. 

Ifal dan yang lain: Hari ini aku kurang mut, jadi mungkin akan ada banyak salah tulis, dan mungkin irama argumennya seperti jurus mabok, tetapi semoga saja tidak begitu, karena sudah kuusahakan seperti jurus thai chi yang alami. Ok saya akan masuki jawab-an lainnya. 

Dengan selesainya sedikit sekali uraian tentang rabaan terhadap tujuan hukum mut’ah itu, maka saya akan menjawab yang ke dua, yakni beda mut’ah dari permanen. Memang kulihat ada jawaban terhadapnya tetapi tidak benar menurutku. Sebenarnya hampir tidak ada beda antara keduanya, kecuali 

(1) Mut’ah berjangka waktu dan permanen tidak. 

(2) Mut’ah tidak ada waris dan permanen ada. 

Dan mengapanya sudah saya terangkan di tulisan saya yang berjudul Jawaban terhadap 16 kesamaan mut’ah dengan zina, yaitu bahwa pada hakikatnya di mut’ah adalah ada dimensi kontraknya. Karenanya dalam Qur'an dikatakan saling merelai/menyepakati. Jadi, akan jadi lucu kalau ada warisnya. 

(3) Dalam mut’ah tidak ada talaq da yang ada hanya penghibahan masa kontrak istri (sisa waktu), tetapi di permanen ada talaq yang artinya pelepasan tanggung jawab yang pernah diterimanya di waktu kawin. 

(4) Dalam mut’ah tidak ada wajib nafakah, yang ada hanya membayar UPAH/UJUR (QS:4:24), sudah dalam permanen ada wajib nafakah. Tentu saja maksud ujur dalam ayat itu, yakni upah, adalah maskawin. Tetapi Tuhan memakai kata ujur mungkin untuk memudahkan pemahaman bagi orang-orang yang kurang cerdas yang, apalagi merasa cerdas., supaya tidak ada keraguan di dalamnya bahwa kawin mut’ah itu ada sisi sewa menyewanya. 

(5) Iddah kawin mut’ah 2 kali haidh, dan permanen 3 kali bersih. Ini pada hakikatnya hampir sama, tetapi hampir saja. 

(6) Mut’ah tidak dibatasi jumlahnya, tetapi permanen hanya 4 istri. 
Calon istri dalam mut’ah bisa mensyarati dalam akadnya untuk tidak sampai ke tidur, tetapi dalam permanen tidak boleh mensyarati demikian. 

Itu yang kuingat sekarang, sedangkan dengan maskawin, dalam keduanya bisa dibayarkan kapan saja, asal direlai oleh perempuannya, tetapi kalau mut’ah bisa ditahan dulu, dimana kalau istrinya tidak melayaninya, maka bisa dikurangi sesuai kadar penolakannya itu. 

Qur'an syi’ah memang sama secara lahir dengan Qur'an sunni, tetapi beda secara batinnya atau persepsinya. Qur'an yang dipakai syi’ah dan disyahkan oleh Rasul saww dan para imam as, adalah Qur'an yang ada ini. Sedangkan Qur'an yang dibawa imam Mahdi as sekarang ini adalah yang ada pemaknaannya dari Rasul saww yang diberitahukan kepada para shahabat atau imam Ali as sendiri. Dan tentu saja jauh lebih besar, seperti layaknya kitab-kitab tafsir, sekalipun punya imam Ali as bukan tafsir karena pasti benar, tetapi pemaknaan.

Simanis Caem : Edannn...mengaku Sinar Agama ternyata penyair kelamin juga... analisis yang akhirnya menafikkan berbagai hadits dan atsar. Apa tidak cukup analisa ulama-ulama dulu?? 

Apa belum jelas keterangan para salaf?? Munculnya pemikiran sesat dikarenaakan agama berpatok... pada alam pemikirannya sendiri. Kalau analisis sosial.. tinggal survey aja dampak apa yang ditimbulkan dari nikah mut’ah yang telah diharamakaan ini? Manfaat/mudhorot? 

Satu pertanyaan. Setelah imam Ali kwh berkuasa, apakah lantas beliau membolehkan mut’ah?

Sinar Agama : Sedang bedanya adalah, Qur'an ini di pandangan syi’ah adalah kumpulan Allah sendiri yang dibimbingkan kepada Nabi saww, karena selainNya tidak berhak mengumpulkannya QS:75:17, tetapi kalau di sunni ianya adalah kumpulan tim yang dipimpin Utsman. Ke dua, Qur'an yang ada ini tidak memiliki tambahan ayat-ayat tetapi di sunni memiliki 112 ayat yaitu yang berupa Bismillaah di setiap surat selain Fatihah. Tetapi kalau menurut syi’ah semua Bismillaah yang ada adalah dari Tuhan dan ayat pertama setiap surat selain taubat yang tidak memiliki Bismillaah di depannya. Jadi, bagi orang Syi’ah tim Utsman itu hanya tim cetak ulang dan merapikannya dalam kertas yang seragam dimana sebelumnya bercampur antara pelepah kurma, kulit binatang, tulang dan semacamnya. 

Itu saja dulu semoga bisa bermanfaat, maaf kalau tulisannya tidak senyaman angin sepoi yang sendu, karena aku lagi sedang sakit kepala dan gusi bengkak, harap maklum, tetapi sudah kuusahakan sebaik mungkin mungkin. Selamat menyelami. 

Oh iya, maksud pengumpulan Qur'an itu adalan penyusunan surat-suratnya, dimana kalau di Sunni disusun tim Utsman tetapi kalau di Syi’ah oleh Allah Sendiri. 

@S-C: tulisanku di sini dan di jawaban terhadap 16 persamaan mut’ah dan zina, sudah terlalu cukup untuk menjawabmu. Tentang imam Ali as, maka beliau seperti Ibnu Abbas, Bintu Abu Bakar, Ibnu Umar dan seambrek lagi shahabat yang tidak pernah mengharamakaan mut’ah hingga perlu dihalakannya lagi. Halalnya Muhammad saww halal sampai hari qiamat. 

Husni Okbah : Akibat mut’ah: 

1. Lahirnya bayi tanpa status. 
2. menjadikan wanita sebagai single parent. 
3. Mengakibatkan terjangkitnya berbagai penyakit jenis kelamin akibat gonta ganti pasangan. 
4. Lahirnya kebebasan seksual yang luar biasa. 
5. Merendahkan status wanita karena mirip pelacur. 
6. Membinasakan keturunan / merusak silsilah. 
7. Merusak keutuhan keluarga, masyarakat dan Negara. 
8. Hilangnya tanggung jawab suami sebagai pencari nafkah, istri sebagai ibu rumah tangga. 
9. Anak dan ibunya hidup menderita, melarat dan minder. 
10. Munculnya disorder child, atau anak yang kehilangan jati diri. 
11. Merebaknya keinginan masyarakat untuk tidak terikat perkawinan sehingga mereka meng- hendaki mut’ah tanpa ikatan dan tanggung jawab lainnya. 
12. Melahirkan lost generation/ generasi yang hilang. 
13. Rusaknya tatanan dan rentannya stabilitas masyarakat. 
14. Timbulnya anomali-anomali/keanehan-keanehan pada keluarga, masyarakat dan lain-lain. 
15. Merebaknya kebodohan, tindak asusila lainnya. 
16. Dan berbagai efek mengerikan lainnya. 

‘Ali Stany Al-Kadhimi : Kommen Husni di atas adalah salah satu contohnya orang yang suka berghibah ^_^ 

Berbicara dan komentar tanpa yang ia sendiri ketahui dasar-dasarnya ^_^ 

Pantas saja negara ini makin ancur dengan merajalelanya orang kek Husni Okbah.^_^ 

Dhehyd Al Insanjisimmitsalarwah Nuurdzatahad : Diharamakaan Mut’ah karena menghilang- kan hak-hak wanita, mengacaukan nasab, menimbulkan fitnah dan sengketa. 

‘Ali Stany Al-Kadhimi : Anak hasil mut’ah tetap ikut nasab sang ayah, karena mut’ah tetap mempunyai masa ‘iddah,,, Secara medis pun dapat dibuktikan masa ‘iddah mut’ah tetap dapat membersihkan sperma-sperma di dalam rahim si ibu, bila si ayah tak percaya bahwa anak itu adalah dari dirinya, tes genetika saja,,, 

Anak hasil mut’ah hak asuhnya pun hak sang ayah, bukan sang ibu... Ketika si ayah ingin anak disusui oleh ibunya, maka sang ayah pun harus membayar sejumlah biaya susuan..... Ya jika memang dapat menimbulkan fitnah di suatu wilayah, mut’ah pun dapat menjadi haram di wilayah tersebut.... Tetapi paling tidak mut’ah sangat jauh lebih baik ketimbang pacaran. 

Sri Fathimah: hm begitu ya?? 

‘Ali Stany Al-Kadhimi : Banyak sekali syarat-syarat untuk melakukan mut’ah agar mut’ah tersebut tidak dapat menjadi fitnah..... 

Husni Okbah : Enaknya diambil tanggung jawab gak mau seperti maling aja. 

‘Ali Stany Al-Kadhimi : berarti yang salah usernya yaitu dalam menerapkan hukum mut’ah, bukan mut’ah itu sendiri.... 

Sri Fathimah : hm...makasih ya kakak-kakak, bertambah ilmu saya sedikit, tentang Mut’ah. 

‘Ali Stany Al-Kadhimi : Dan kehalalan mut’ah haruslah atas keyakinan full atas semua pihak (laki- laki maupun perempuan dan para saksi adil, termasuk wali perempuan jika yang di mut’ah masih gadis), karena jika 1 pihak saja yang meyakini secara full maka hukumnya Zina bukan Mut’ah.... 

Siapa bilang Mut’ah itu semudah membayar PSK di lokalisasi? 

Husni Okbah : Agar tidak terkena gonorchea, AIDS, dan lain-lain juga gonta ganti pasangan dengan mut’ah. 

Misal nih si fat mut’ah dengan si ale dengan akad 5 jam dengan biaya 150000 dibayar setelah 5 jam. Lalu si fat hamil, dan si ale dah kabur. Mana cukup 150000 buat biaya hamil 9 bulan, menyusui. Sudah begitu si fat jadi single parent, katakanlah dia bernasab dengan... si ale. Tetapi apakah bayi yang dilahirkan dapat waris dari si ale? 

Yang gila tu si fat kenapa dia kalo gadis mau dibayar 150000 yang sangat berpotensi hamil? Belom lagi konflik saat si ale gak terima kalo namanya dicatut si anak.

Sinar Agama : Okbah: Tulisanku yang berjudul Jawaban Terhadap Kesamaan Mut’ah dan Zina, dan yang di koment ini, maka sudah terlalu cukup bagimu yang hanya bisa berteriak-teriak mengumpat orang di dalam lumpur pada kamunya di dalam lumpur. 

Kamu tahu, di Iran, kumpulnya anak anak perempuan dan lelaki itu hanya di TK. Di SD sudah dipisah, nanti baru berkumpul lagi setelah di universitas dimana sudah dibekali ilmu agama dan peradaban prakteknya dari kecil sampai SMA. Dan di kampus mereka dirangsang untuk kawin daim, karena dalam Islam semakin melebihi 20 tahun semakin hilang berkahnya. Tiap tahun puluhan ribu yang kawin masal, dibiayai pemerintah, dibantu uang sewa rumah (bagi yang belum punya rumah) atau kredit rumah, alat-alat rumahnya, dan kuliahnya juga dibayar, asuransi semua rakyatnya lengkap, dan kalau punya anak langsung dibuatkan tabungan oleh pemerintah yang isinya sekitar 10 jt Rp, dan tiap tahun ditambah sekitar 1 juta, dan baru bisa diambil nanti kalau sudah umur 18 tahun dimana orang tuanya tidak berhak ngambil.... semua wanitanya harus pakai hijab, tidak ada minuman alkohol, film yang pegangan tangan saja disensor sekalipun film luar negeri, TV kalau waktu shalat semuanya menyetel shalat jamaah dan semilyard fadhilah lainnya yang buat kamu tidak mungkin terbayang sedikitpun juga. 

Nah, dalam keadaan seperti ini kamu masih mau berteriak? Apa yang kamu teriakkan itu? 

Husni Okbah : Anda bicara tentang kebijakan Iran apa bicara tentang mut’ah? 

Ifal Cikamua : Sinar Agama@ syukran tas masukannya akhi, mungkin karena ketajaman pola pandang kami yang mungkin rendah hingga yang kamu tangkap dari paparan yang akhi tuangkan berkaitan mut’ah adalahah “ Mutah adalahh tak lain hanya sebagai media untuk menyalurkan nafsu dalam hal ini sex/birahi andaikan itu tak tertahankan...?? Afwan. 

Husni Okbah : Kalau anda ingin berbicara tentang kebijakan pemerintah Iran, pemerintah dalam hal ini menghindari kekacauan komunal maka jelas mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mengibarkan mut’ah sebagai icon syi’ah yang syarat dengan dampak buruk yang dilahirkannya. 

Ifal Cikamua : Sinar Agama @ kalaupun demikaian bukankah itu (nafsu) selah satu tantangan/ ujian-Nya..?? Dan bukankah musuh yang sebenar-benarnya musuh adalah nafsu qita sendiri..??

Sinar Agama : Ifal, nafsu itu memang ujian, tetapi apa tidak ada kelulusannya? Emangnya menaggapi musuh harus perang terus? Kan bisa damai, bisa perang, dan bisa saling tolong menghadapi musuh ketiga. Nah, kalau masih mampu menenangkan diri, itu tandanya masih bisa kompromi, artinya dalam keadaan menang perang. Tetapi kalau tidak mampu menahan, tetapi tidak mampu menyediakan walau segenggam kurma, maka kala itu harus perang. Tetapi kalau tidak mampu menahan diri, dan takut jatuh ke dalam fitnah (yakni dosa) dengan kurma banyak di tangannya, maka Islampun menyediakan jalannya. Tetapi ingat, mulailah berfikir tentang mut’ah ini setelah kamu tidak lagi bisa membantah dalil-dalil agamanya? Tetapi kalau kamu belum melakukan itu, yah,’ biar berbuih kayak apa mulut kita menjelaskan, atau biar tangan ini sampai kram menulisnya, maka hal itu tidak ada gunanya. 

Kata seorang guru, kalau seseorang itu tidak mau nasihat, biar malaikat Jibril as yang datang, tetap tidak mau. Kamu tahu kan di hadits-hadits yang kutulis di Jawaban Terhadap Kesamaan Mut’ah dengan Zina itu, dimana shahabat Utsman pun walau menaati Nabi saww, tetapi karena beda dengan yang di jaman jahiliyyah tentang mut’ah ini, maka ia melakukannya sambil ketakutan. 

Nah, jadi ada yang tidak mau terima, maka Nabipun saww tidak akan dapat berbuat banyak, ada yang mau terima tetapi terpaksa makanya masih ada rasa takut dalam menaati Nabi saww, tetapi ada pula yang percaya penuh kepada Nabi saww dengan jalurnya yang sudah tidak bisa dibantah, maka hanya orang-orang seperti inilah dan masyarakat seperti inilah yang akan selamat. Ana tadi ngasih contoh Iran itu, karena di syi’ah kan mut’ah halal, lalu kalian berteriak-teriak tentang kebejatannya sampai melupakan kebejatan kaum sendiri, padahal Iran adalah surga dunia yang dirahmati Allah sekalipun selalu dalam tekanan kafir dan muslim yang mengikuti kafirin. 

Ifal@, dengan demikian buat apa musuh dibuat oleh Tuhan tetapi tidak bisa dikalahkannya? Buat oleh-oleh ke neraka? Kan tidak. Nah, penaklukannya itulah yang bisa dengan memeranginya manakala masih kuat dan/atau belum punya uang dan/atau belum ada wanita yang janda dan/ atau belum ada wali yang mengijinkan. Dan bisa pula dikalahkan dengan hukum yang telah disediakan Tuhan. Nah, apakah kita lebih pintar dariNya? Dan sok suci dari Nabi saww seperti Umar yang jelas-jelas mengatakan seperti itu di riwayat Bukhari/Muslim yang sudah saya nukil di tulisan jawaban, itu? Atau masih mending Utsman yang mengamalkan perintah Nabi saww sambil ketakutan karena takut salah pada Tuhan yang telah dijelaskan pada masa jahiliyyah? 

Itupun saya ikuti logika kamu yang mengatakan musuh, padahal nafsu itu sama sekali bukan musuh, tetapi rahmat dari Allah seperti yang sudah saya terangkan sebelumnya. Rahmat yang akhir, masak kita tega sama Tuhan mengatakan bahwa fitrah syahwat itu adalah musuh. Nah, dia akan jadi musuh manakala kita tidak mendengarkan syariat-syariatNya. Tetapi dianya tetap rahmat, cuma kitanya yang menjadikannya musuh, begitu. 

Saya punya usul sama semua pembaca budiman, bagaimana kalau kita angkat mas Okbah ini sebagai kepala bagian penghancur tempat pelacuran, pemberantas pacaran, pemberantas yang tidak pakai hijab, pemberantas toko-toko yang jual minuman keras, pemberantas sekolah-sekolah yang campur... dan seluruh kemaksiatan di sosial kita ini, ghimana setuju?

Dhehyd Al Insanjisimmitsalarwah Nuurdzatahad: Mut’ah menjadikan dan memperbanyak wanita-wanita yang durhaka, karena tanpa wali. 

Husni Okbah : KESAMAAN MUT’AH ALA SPESIES SYIAH AME ZINA. 

Dikutip dr buku Mengapa Syiah Harus diluruskan karangan Mohammad Hasan penerbit Pustaka dar el-Aman, halaman 47-46. 

1. Mut’ah dilakukan tanpa saksi, demikian pula zina. 
2. Mut’ah dilakukan tanpa wali, begitu juga zina. 
3. Mut’ah dilakukan dengan uang sewaan dan waktunya sesuai perjanjian, sama dengann zina. 
4. Mut’ah tidak didasari keinginan untuk membina rumah tangga yang langgeng, sama dengan zina. 
5. Dalam mut’ah tidak ada talak, perceraian terjadi sesuai dengann waktu yang telah disepakati, zina juga demikian. 
6. Wanita yang dimut’ah layaknya barang sewaan, pindah dari satu tangan ke tangan yang lain, sama halnya dengan wanita pezina. 
7. Antara wanita yang dimut’ah dan lelaki yang memut’ah tidak ada saling mewarisi, demikian halnya dengan zina. 
8. Anak yang dihasilkan dari nikah mut’ah kemungkinan besar akan terlantar dan tidak terurus, demikian pula dengann nasib anak zina. 
9. Nikah mut’ah tidak mengenal apakah si wanita punya suami atau tidak, tidak mengenal apakah si wanita sudah cukup umur atau masih belum, demikian juga dengann zina. 
10. Di dalam mut’ah diperbolehkan menikah sebanyak-banyaknya, walau dengan 100 wanita, begitu pula dengan zina. 
11. Mut’ah memperbolehkan nikah dengann wanita mahram (yang haram dinikahi), sama dengan zina. 
12. Dalam mut’ah diperbolehkan me-wathi (mendatangi atau menggauli) isteri dari dubur (annus), sama dengann zina. 
13. Dalam mut’ah diperbolehkan me-wathi’ isteri yang sedang haid, begitu pula zina. 
14. Zina dilarang oleh Sayyidina Ali, sebagaimana beliau juga melarang mut’ah. 
15. Zina dilarang oleh Sayyidna Ja’far Shodiq, begitu pula beliau dengan tegas melarang mut’ah. 

Ber-MUT’AH berarti ber-ZINA. 

AnZi Ahmad : Sempurnakan pengetahuan tentang mutah maka akan gamblang perbedaan dengan zina, bahkan dalam Bukhori edisi inggris, mutah diartikan dengan temporarly marriage (pernikahan sementara). Ajaran aneh kalau sering membantah apa yang sudah disahihkan sendiri, mungkin bisa dibilang orang aneh. 

Husni Okbah : Naluri berbeda dengan kebutuhan jasmani, walaupun keduanya sama-sama merupakan potensi dinamis yang sama-sama fitri adanya. Kebutuhan jasmani menuntut suatu pemuasan secara pasti, yang jika tidak terpenuhi manusia akan mati. Berbeda dengan naluri yang menuntut pemuasan, yang bila tidak terpenuhi dia akan mengalami kegelisahan, tetapi tidak mati, bahkan tetap hidup. Seorang manusia jika tidak makan atau buang hajat, cepat atau lambat pasti akan mati. Akan tetapi, jika tidak memenuhi kebutuhan nalurinya, ia tidak akan mati. Misalnya jika ia tidak “berkumpul” dengan wanita, atau tidak terpenuhi kebutuhan/naluri seksualnya, ia tidak akan mati. Sebab naluri manusia memang tidak mengharuskan (menuntut) pemuasan. 

Di samping itu, tuntutan pemuasan kebutuhan jasmani bersifat internal, yakni muncul dari dalam diri manusia itu sendiri, meskipun kadang-kadang dorongan pemuasan itu dipengaruhi oleh suatu rangsangan dari luar. Berbeda halnya dengan naluri manusia, yang sama sekali tidak bergerak secara internal untuk memenuhi kebutuhannya. Maka tidak akan muncul perasaan untuk memuaskan kebutuhan naluriah, kecuali jika ada rangsangan dari luar. Jika rangsangan itu muncul dari luar, maka naluri terpengaruh, kemudian muncul perasaan yang menuntut adanya pemuasan. Sebaliknya, jika rangsangan itu tidak ada yang membangkitkan, maka ia akan tetap terpendam, dan tidak akan muncul suatu perasaan untuk mencari pemuasan kebutuhan bagi naluri. 

Lapar misalnya, secara alami muncul dari dalam diri manusia, dan tidak membutuhkan rangsangan dari luar. Munculnya rasa (lapar) yang membutuhkan pemenuhan itu berasal dari dalam diri manusia. Ia akan merasa lapar, sekalipun tidak ada pengaruh dari luar. Akan halnya pengaruh luar dapat juga membangkitkan rasa lapar, misalnya makanan lezat yang dapat “meneteskan air liur” atau cerita-cerita tentang makanan semacam itu, akan dapat berpengaruh terhadap bang- kitnya rasa lapar. 

Berbeda halnya dengan keinginan seksual, yang sama sekali tidak akan muncul secara alami dalam diri manusia, melainkan membutuhkan suatu rangsangan dari luar yang dapat membangkitkannya. Oleh karena itu perasaan yang menuntut suatu pemuasan kebutuhan naluriah, tidak akan bangkit dari dalam diri manusia itu sendiri, dan ia tidak akan merasakannya selama tidak ada rangsangan dari luar yang membangkitkannya, misalnya dorongan biologis untuk “berhubungan” dengan lawan jenis, atau perasaan apapun yang berkaitan dengan hal itu, tidak akan muncul dalam diri seseorang, kecuali jika ia menyaksikan suatu fakta, mendengar cerita-cerita tentang fakta tersebut, atau dalam dirinya telah muncul berbagai bayangan yang membentuk persepsi tertentu, sehingga semua itu dapat berpengaruh terhadap suatu perasaan atau hasrat tersebut. Selama belum terdapat kenyataan/pemikiran, perasaan seks tersebut tidak akan muncul. 

Oleh karena itu, sebenarnya bukan keberadaan naluri dalam diri manusia yang menimbulkan kegelisahan. Tetapi, dampak perasaan yang menuntut pemuasan itulah yang menyebabkan munculnya kegelisahan. Maka apabila tidak muncul suatu perasaan yan menuntut kebutuhan, disebabkan tidak adanya suatu rangsangan dari luar, tentu tidak terjadi suatu kegelisahan sama sekali. Dengan demikian tidak akan terjadi suatu kegelisahan dalam diri manusia, akibat tidak terpengaruhinya pemuasan kebutuhan seksual; dan tidak akan terjadi penindasan terhadap naluri manusia, jika tidak terwujud suatu kenyataan atau pemikiran yang dapat merangsang naluri tersebut. 

Islam telah memberi seperangkat pemahaman yang dapat mengatur kecenderungan seksual manusia, secara positip (bersifat dorongan, pent) dengan memberinya seperangkat aturan dalam urusan pernikahan dan segala sesuatu yang terpancar darinya. Islam juga berusaha mencegah dan menjauhkan manusia dari segala hal yang dapat membangkitkan perasaan seksualnya, sementara ia tidak mampu melampiaskan kebutuhannya; dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat menyebabkan dirinya tenggelam dalam kesibukan serta menghabiskan waktunya untuk memikirkan ataupun bergelimang dalam perbuatan-perbuatan pelampiasan kebutuhan seksualnya yang timbul dari naluri mengembangkan dan melestarikan jenis. 

Bodoh sekali orang yang menganggap naluri sex tidak muncul dari dalam diri sndiri. Bukankah naluri itu sifatnya fitriah? Yang artinya itu terpatri/terikat dalam diri. Bukankah usia baligh adalah tanda naluri biologis? 

Anzi : Ternyata gak ngerti. Baca lagi 5x agar faham, 

AnZi Ahmad : Yang namanya tiap kebutuhan itu akarnya naluri. Allah memberikan jalan pemenuhan bagi tiap naluri. Kamu punya naluri ingin tahu, Allah menyediakan akal dan pengetahuan, kamu punya naluri seks, Allah sediakan pernikahan. Kini, siapa yang harus banyak baca Husni? 

AnZi Ahmad: Selain Allah menyediakan sarana pemenuhan naluri fitriah kita, namun juga memudahkannya. Agama itu diturunkan utk memudahkn manusia bukan menyulitkan apalagi mnyengsarakan. 

Sinar Agama : Okbah: Kamu ini bicara apa? Disuruh baca kok malah nulis, baca dulu yang punya kita itu, dengan cermat, baik yang di kolom ini atau jawaban terhadap 16 kesamaan mut’ah dengan zina, supaya kamu tidak ngulang-ngulang dan debatnya terarah. Ra’syih. 

‘Ali Stany Al-Kadhimi : Sejak kapan si pengarang Mengapa Syiah Harus diluruskan,,, menjadi wakil syi’ah? Nyata-nyata jelas dia ga tau fiqh mut’ah di madzhab syi’ah. 

Anggelia Sulqani Zahra : Husni, anda tahu apa perbedaan jahil dan tidak tau...? 

Kalau tidak tahu itu belum sampainya pengetahuan atas sesuatu ‘ sehingga bertindak dan berkata- kata bukan dalam kepastian kebenaran, tetapi kalau bodoh/jahil adalah : telah sampai kebenaran padanya tetapi mengingkarinya’ dan itu anda. 

Nuduh orang melanggar agama’ terus dikasih dalil dari alqur’an dan rujukan hadits-hadits kitab sunni’ malah tetap berada pada kejahiliaannya 

Apa antum ini mebutuhkan nabi lagi untuk menjelaskan semuanya..? 

Ustad Sinar, jika mereka meminta penjelasan, dan ustad meberikannya tentunya mereka akan meminta lagi bukti al’quran’. Jika ustad menyampaikannya, maka mereka akan menuntut kematiannya ustad. Jika mereka telah berhasil dengan kematiannya ustad, sesungguhnya mereka tidak akan puas dengan hal itu’ hingga didatangkan lagi satu nabi yang akan membawa hujjah bagi mereka. Jika nabi telah diutus kepada mereka, mereka pun akan bangkit melawan dan membunuhnya, begitu terus menerus hawa nafsu mereka memegang tali kedali permusuhan hingga kebenaran musnah di muka bumi dan yang berkuasa adalah nafsu-nafsu mereka. 

Yah mau bagaimana lagi... menghadapi mereka...? 

‘Ali Stany Al-Kadhimi : Sepertinya mereka kudu ngeliat langsung akad nikah mut’ah versi syi’ah nih, soalnya mereka taunya juga karena katanya,,,, katanya,,, dan katanya,, 

Ada yang mau biayain saya buat mut’ah dan ngundang mereka ? 

Sinar Agama: Terimakasih simpatinya, biarkan saja mereka-mereka itu, nggak usah dimasukin ke hati, kita serahkan saja kepada Allah, karena siapa yang berbuat kebaikan dan keburukan maka tidak melakukan semua itu kecuali untuk dirinya sendiri di dunia dan akhirat. 

Husni Okbah: @Anzi belajar lagi definisi kebutuhan biologis dan naluri dulu. @Ali : jangan OMDO. @Zahra : Sinar itu bukan nabi. Dia banyak sekali kesalahan. 

Husni Okbah: @ :Sinar: ana akan bicarakan jawaban anda. 

‘Ali Stany Al-Kadhimi: Husni@ Sejak kapan si pengarang Mengapa Syiah Harus diluruskan,,, menjadi wakil syi’ah? 

Pertanyaan itu dulu aja dijawab, baru nanti bisa dapet undangan ane, kalau ga ya paling ane cuman bisa undang Ust Ja’far Umar Thalib dan kawan-kawan. 

Husni Okbah : @Sinar Agama: 

1. Istamta’ anda katakan berarti mut’ah ? Dasarnya? 

2. Jika istamta’ berarti telah mencampuri berarti akadnya sudah jadi istri/sudah menikah apa dilalah/qorinah bahwa aqadnya sewaktu nikah itu dengan mut’ah? Jika ada qorinah tentang akad baru dalalahnya khusus jika tidak tetap umum donk? 

AnZi Ahmad : Husni! Malang sekali kamu, terangnya argumentasi dari kami sehingga menyilaukan matamu untuk melihat kebenaran. Baca lagi postingan saya dan teman-teman, biar ga bulak balik. Kalau msh bebal, berarti pilihan dan deritamu. 

Husni Okbah : Qum, kota suci syiah. Pada tahun 2008, 40% penduduknya yang terjangkit aids adalah dari kalangan pelajar/mahasiswa jurusan agama. Angka pengidap aids di kota tersebut meningkat 2 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Apakah karena mut’ah? 

Erwin La Ode : All....rahasia dalam nikah mut’ah terbuka apabila kita faham tujuan sebenar islam dan siapa nabi Muhammad dan siapa Ali dalam artian bukan pengertian seperti yang kita sekarang.... akan tetapi ujung-ujungnya demikianlah....

Sinar Agama : @Okbah: Tulisanku di Jawaban Atas Kesamaan Mut’ah dan Zina itu terlalu cukup dan lebih-lebih untuk menjawab tanyamu yang sok ilmiah) itu. Dan tentang kota Qom itu, kamu mau berteriak apapun bersandar pada berita manapun, menandakan bahwa kamu sama dengan para wahhabi yang beberapa gelintir di Iran, dan sama dengan para Syi’ah dan bukan Syi’ah di Iran yang anti Islam dan revolusi Islam yang dari dulu dibiayai Amerika dengan milyarand dollar untuk membuat terorisme badaniah atau mayaiyah dengan ribuan site-site news yang palsu dan sumber-sumber yang dipalsukan. 

Masih untung kamu tidak bilang orang Qom kena aids semua, kalau kamu bilang seperti itu, maka saya dan siapa saja yang seperti saya, tidak akan pernah heran. Berteriaklah ya akhi bersama setan-setan barat dan wahhabi, perjalanan suci tetap akan melangkah dengan pasti, bumi dan langit akan kami kuasai dengan ijinNya dan dengan pemerintahan KhalifahNya. Sungguh aku melihat betapa dekatnya, dan betapa dekatnya, dan betapa dekatnya, bahwa kamu akan menggigit jarimu karena ketinggalan para kafilah itu, dan kalau kamu tidak tobat, maka betapa dekatnya persidangan berat yang akan kamu hadapi. Apa yang akan kamu jawab ketika kamu ditanya “Apa agamamu?” + “Dapat dari mana Islammu? “ + “Mengapa kamu ambil dari ...e...siapa tadi yang kau bilang??

Husni Okbah: @Sinar Agama : Ente ahsan tobat! Ana sih berusaha kasyful hummah/menyingkap muslihat yang ente buat. 

Nebucadnezar Pecinta Keadilan : Islam adalah agama yang sejalan dengan fitrah. 

Nafsu sex adalah naluri semula jadi yang melekat pada makhluk bernama manusia. Namun dalam waktu yang sama, orang beriman harus menjaga kesucian diri. Adapun kesucian diri dapat dilakukan dengan: 

1. Nikah Permanen. 
2. Nikah Muthah. 
3. Menahan dorongan sexual. 

Bayangkan para mahasiswa dan mahasiswi yang sehari hari bercampur gaul, apakah mereka mampu menahan gejolak nafsu atau nikah permanen... sementara kiriman uang dari kampung pas pasan? Maka muthaah adalah rahmat buat orang beriman.

Sinar Agama : Ya Okbah: Kamu tidak menyingkap muslihat kecuali muslihatmu sendiri. Semua yang kamu tulis di sini karena kerasnya dadamu. Kita kan sudah jawab semua dengan dalil, eh.... malah antum yang ngulang-ngulang kata. Kalau antum ingin kita tobat, bantah semua dalil yang ...kita ajukan itu, nanti kalau kita orang sudah tidak bisa lagi membantahnya, baru ana akan tobat, kalau perlu di tempatmu sambil dimandiin kembang tujuh juga mau. Antum ini unpat umpet di situuuuu aja, kitab satu yang belum tentu benar sanadnya sudah merasa seperti si Pitung/ Pendekar Betawi, aku saja yang di rumahku ada sekitar 90.000 jilid buku-buku sunni dan syi’ah, masih merasa bodoh tentang agama dan rahasianya ini. Maka kita suka diskusi, karena takut masih ada salah pahamnya, sekalipun aku sudah belajar puluhan tahun dengan bimbingan guru tentang ilmu-ilmu agama baik ilmu-ilmu alatnya atau isinya. Ya akhi jangan merunduk terus ngelihat orang, mbok yang dangak dikit kek, supaya tahu kalau barangkali ada orang yang lebih pinter dari kamu yang....

Husni Okbah: Ya Sinar: Ente kalau mau belajar din jangan di Qom, salah semua jadinya. 

Sinar Agama: Nebucadnezar: antum sepertinya kebablasan, menulis mahasiswi. Karena mereka tidak boleh mut’ah kecuali dengan ijin ayahnya dengan ijin yang jelas bahwa mau kawin mut’ah atau dalam waktu tertentu. Yang boleh tidak pakai ijin walinya hanyalah janda dalam agama, yakni orang yang pernah kawin syah dan dikumpuli setelahnya. Jadi kalau keduanya itu belum dilakukan maka dia masih dalam katagori perawan atau gadis, sekalipun secara materi sudah tidak gadis karena ketusuk benda, atau zina dan semacamnya. Afwan. 

@Okbah, okbah, bisanya kamu ini hanya bilang salah, dan kamu benar, ya....kalau diskusinya hanya begitu, ya...enak, nggak usah belajar juga bisa, jelas kalau ghitu nggak usah ke-mana-mana deh belajar ilmu segala macam.


اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وآلِ مُحَمَّدٍ وعَجِّلْ فَرَجَهُمْ